Sistem Daur Ulang Jadi Perdebatan
10 Juli 2013Sistem daur ulang "Der Grüne Punkt" mulai diterapkan di Jerman tahun 1991. Ketika itu, Menteri Lingkungan Klaus Töpfer (CDU) mewajibkan semua produsen untuk menerima kembali botol kosong dan kotak pembungkus dari produk-produknya. Tujuannya untuk mengurangi tumpukan sampah yang makin lama makin menggunung.
Bahan pembungkus dari gelas, kertas dan plastik diupayakan untuk didaur ulang. Ketika itu, belum banyak instalasi pembakaran sampah seperti saat ini. Pemerintah juga ingin agar Jerman tidak terlalu tergantung dari impor bahan pembungkus yang mahal. Selain itu, daur ulang lebih ramah lingkunan.
Dipelopori Perusahaan DSD
Asosiasi perdagangan dan produsen makanan ketika itu mendirikan perusahaan Duale System Deutschland (DSD). Perusahaan ini memperkenalkan label Der Grüne Punkt. Produsen makanan bisa mencetak label ini di kaleng, botol atau karton pembungkus produknya. Mereka harus membayar lisensi kepada DSD. Sejak itu, konsumen di Jerman diajak memilah sampah.
Botol, kaleng dan pembungkus makanan dan minuman mulai dipisah dari sampah biasa. Ada tempat pembuangan khusus untuk plastik, kertas dan botol bekas. Kontainer khusus ini disebar oleh DSD di seluruh bagian kota. Lalu DSD mengurus pengosongan kontainer ini serta pengumpulan sampah yang akan didaur ulang.
Sampai tahun 2004, DSD menjadi satu-satunya perusahaan yang melakukan daur ulang semacam ini. Tapi sejak 2004, perusahaan lain juga diijinkan melakukan daur ulang. Sekarang, sudah ada 10 perusahaan yang bergerak dalam bidang daur ulang botol bekas dan pembungkus makanan dan minuman.
DSD Mulai Dikritik
"DSD tadinya hanya berfungsi melakukan koordinasi daur ulang dan penjualan lisensi," kata Patrick Hasenkamp dari Asosiasi Perusahaan Komunal, VKU. Tapi ternyata bisnis daur ulang menguntungkan dan DSD kemudian lebih mementingkan keuntungan. Akhirnya kualitas daur ulang jadi tidak terjamin.
Menurut Hasenkamp, sistem daur ulang sebaiknya dikoordinasi oleh sebuah kantor dinas, jadi tidak diserahkan kepada perusahaan swasta. Dengan itu diharapkan, kualitas daur ulang bisa jadi lebih baik. Selain itu, untuk botol, kertas, plastik dan logam bekas sudah ada pasar daur ulang, jadi tidak perlu diberlakukan sistem pungutan lewat pembayaran lisensi.
Juru bicara DSD Norbert Völl menolak kritik itu. Ia mengatakan, sebagai perusahaan swasta, DSD tentu ingin mendapat keuntungan. Biaya daur ulang bagi konsumen sekarang sudah jauh lebih rendah dibanding dulu, karena ada persaingan ketat. Seandainya sistem daur ulang dikelola perusahaan daerah, belum tentu harganya lebih murah. "Di Perancis, perusahaan daerah mengumpulkan lebih sedikit sampah daur ulang, tapi biayanya lebih tinggi dari di Jerman. Di sana tidak ada persaingan dan pengawasan efisiensi." Jadi pengelolaan oleh perusahaan daerah bukan jaminan akan menjadi efisien, tandas Völl.
Der Grüne Punkt Diakui Luar Negeri
Bagi Norbert Völl, sistem Der Grüne Punkt adalah sistem yang cukup berhasil. Di seluruh Uni Eropa, tingkat daur ulang bahan pembungkus makanan yang tertinggi adalah di Jerman. "Dalam hal ini, Jerman adalah pelopor," papar Völl.
Saat ini, label Der Grüne Punkt digunakan di 26 negara Eropa. Dua negara di luar Uni Eropa juga menggunakan simbol itu, yaitu Turki dan Norwegia. Tapi sistem daur ulang di negara-negara itu memang berbeda-beda. Inggris dan Italia tidak menggunakan label Der Grüne Punkt, tapi tingkat daur ulangnya juga sangat rendah, kata Norbert Völl.
Masalah daur ulang memang menjadi makin penting di Eropa. Tapi muncul perdebatan, apakah konsumen tetap harus melakukan pemilahan sampah. Sebab sekarang sudah ada mesin modern, yang bisa melakukan pemilahan sampah jauh lebih baik daripada manusia.