200911 Hunger Jemen
21 September 2011Dikatakan luka yang dialaminya begitu parah, sehingga ia harus dirawat di negara sahabat Arab Saudi. Dan sejak itu, tidak terdengar kabar kapan ia akan kembali ke Yaman. Sementara situasi di Yaman semakin kacau, baik secara politis maupun ekonomi. Menurut Anette Büchs, pakar Yaman dari lembaga penelitian Giga di Hamburg, Jerman, rezim Yamanlah yang berada di balik kerusuhan baru-baru ini. "Di masa lalu Presiden Saleh selalu mengancam, jika ia tiba-tiba menghilang dari peredaran, maka Yaman akan tenggelam dalam perang saudara. Dengan demikian ia mengesahkan kekuasaannya. Dan sampai sekarang, ialah yang sebenarnya memegang seluruh kendali. Terutama lewat putranya yang menjadi pemimpin Pasukan Pengawal Republik dan keponakannya yang menguasai aparat kekuasaan di Yaman. Kerusuhan yang baru-baru ini terjadi bisa dinilai sebagai taktik untuk memicu perang saudara", jelas Büchs.
Di saat dimana keluarga Saleh dan pemimpin suku Hashid, Sadiq al-Ahmar bertikai, oposisi meningkatkan kegiatannya di jalanan ibukota. Senin lalu (19/9) pendukung oposisi menyerang sebuah pangkalan pasukan pengawal setia Saleh tanpa terjadi tembakan. Namun berita ini belum dapat dipastikan kebenarannya.
Meskipun masih banyak pasukan yang setia pada Saleh, menurut Büchs, hal ini bisa berubah dalam waktu dekat. "Saya pikir, pendukung Saleh dan penentang Saleh di dalam militer akan bentrok. Kemungkinan bertambahnya pendukung Saleh sangat kecil", ungkap Büchs.
Kerusuhan terakhir di Yaman bisa memperburuk situasi kemanusiaan di negeri itu. Sebelum kerusuhan pun, yang terpicu Februari lalu, Yaman merupakan negara termiskin di kawasan Arab. Oxfam dan organisasi kemanusiaan lainnya memperingatkan negara itu terancam bencana kelaparan. Sekarang saja, sepertiga dari 22 juta penduduk Yaman sudah menderita kelaparan, papar Richard Stanforth, utusan khusus Oxfam untuk Yaman."Harga air telah naik tujuh kali lipat. Gas untuk memasak sudah langka di Yaman. Ditambah lagi, orang-orang kehilangan pekerjaannya akibat kerusuhan. Bagi banyak orang, hidup di Yaman menjadi neraka. Pasokan energi putus hampir setiap hari. Tanpa bahan bakar yang diperlukan untuk menggerakkan generator dan listrik, penduduk Yaman tidak dapat memompa air tanah. Distribusi bahan pangan di seluruh negeri ambruk. Situasinya dramatis", jelas Stanforth.
Situasi di Yaman diperparah lagi dengan dihentikannya kucuran dana bantuan Bank Dunia senilai 542 juta Dollar AS. Akibat kerusuhan politik dan merajalelanya korupsi di Yaman, Bank Dunia menghentikan bantuannya. Begitu juga program pangan dunia PBB. Lembaga itu mengurangi sepertiga bantuannya dari 60 juta Dollar AS yang disediakannya untuk Yaman. Masyarakat internasional seolah-olah melupakan Yaman, ungkap Stanforth. "Libya mendapat bantuan dari negara-negara Teluk dan barat lebih dari satu milyar Dollar AS. Mesir memperoleh kredit dari Bank Dunia senilai 4,5 milyar Dollar AS. Tunisia juga ditawarkan kredit milyaran. Tetapi, Yaman tidak", paparnya.
Negara satu-satunya yang masih membantu Yaman adalah Arab Saudi. Setiap tahunnya negara tetangga ini mengucurkan dana jutaan Dollar AS untuk Yaman.
Daniel Scheschkewitz/Andriani Nangoy Editor: Renata Permadi