1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

261010 CPD-Bericht Transparency International

26 Oktober 2010

Di tiga perempat dari 178 negara, keadaan sangat gawat. Demikian laporan TI yang diterbitkan di Berlin, 26 Oktober lalu. Yang paling korup adalah pegawai negeri dan politisi di negara-negara yang dilanda konflik.

https://p.dw.com/p/PoKo
Gambar simbol korupsiFoto: AP

Situasi tetap suram, demikian ditunjukkan daftar ranking terbaru Transparenci International tentang korupsi di sektor umum di 178 negara. Menurut perkiraan sejumlah besar pakar dan pebisnis, sebagian besar negara mendapat nilai buruk. Ini adalah pertanda buruk bagi upaya pencapaian solusi masalah-masalah global seperti perubahan iklim dan pengentasan kemiskinan di negara-negara berkembang. Demikian dikatakan pemimpin cabang Transparency International di Jerman, Edda Müller.

Menurutnya kemampuan program-program bantuan sangat dibatasi oleh korupsi. "Kalau kita dalam waktu dekat berdiskusi tentang politik iklim di Cancun, pesan kami adalah: uruslah juga perbaikan kemampuan pemerintah di negara-negara itu, seperti halnya mengadakan dana dan sumber-sumber pembiayaan."

Informasi Organisasi Terkenal

Indeks Persepsi Korupsi atau CPI yang dibuat Transparency International berdasar pada perkiraan, yang diperoleh dari organisasi-organisasi terkenal seperti Forum Ekonomi Dunia, Bank Dunia, Yayasan Bertelsmann atau juga organisasi non pemerintah Freedom House di Washington.

Bagi para pakar, yang mempunyai citra paling baik adalah negara-negara Skandinavia, Singapura dan Selandia Baru. Sedangkan yang paling korup adalah pegawai negeri dan politisi di negara-negara yang dilanda konflik, seperti Irak, Afghanistan, Myanmar dan Somalia. Menurut Transparency International situasi di Butan, Chile, Ecuador, Gambia, Haiti, Jamaika, Katar, Kuwait dan Makedonien sudah semakin baik.

Negara-negara yang merosot ke posisi bawah di ranking korupsi adalah Yunani, Italia dan AS, yang berada di posisi 22. Para pakar menanggapi dengan kritis sebuah keputusan pengadilan AS, yang mengijinkan perusahaan memberikan sumbangan tidak terbatas kepada partai-partai. Ini memperjelas kesan bahwa orang dapat membeli keputusan partai dengan uang. Demikian dinyatakan Transparency International.

Kritik terhadap Jerman

Seperti tahun lalu, Jerman tetap berada di posisi ke-15. Untuk standar Eropa, itu tidak terlalu bagus, demikian kritik Edda Müller. Ia menandaskan, "Kenyataan bahwa di indeks internasional Jerman hanya menduduki posisi tengah, bagi kami disebabkan kenyataan bahwa Jerman belum menandatangani konvensi PBB terhadap korupsi. Ini tidak dilakukan karena Jerman, jadi pemerintah dan parlemen, belum dapat memutuskan pelaksanaan pasal 108 hukum pidana, yang mengatur hukuman atas penyogokan anggota parlemen."

Aktivis anti korupsi antara lain menuntut agar bukan hanya penjualan dan pembelian suara di parlemen yang dihukum, melainkan juga semua tindakan yang dianggap imbalan bagi keuntungan yang tidak adil, yang juga mencakup keuntungan bagi pihak ketiga.

Di Jerman tindakan lebih tegas juga harus diambil terhadap apa yang disebut sponsor bagi partai, di mana partai-partai mengijinkan pemasangan iklan perusahaan sponsor dalam acara partai. Kritik terhadap pembiayaan partai di Jerman sudah lama ada, tetapi tidak ada perbaikan, demikian dinyatakan Transparency International. Organisasi itu menilai positif bahwa jumlah penyelidikan kasus penyuapan di sektor umum Jerman ditingkatkan. Ini menunjukkan sensibilitas tinggi atas masalah tersebut.

Bernd Gräßler/Marjory Linardy

Editor: Ayu Purwaningsih