Skandal Manipulasi Tes Mobil di Jepang Libatkan Merek Besar
12 Juni 2024Toyota, produsen mobil terlaris di dunia, menghentikan pengiriman tiga model dalam negeri minggu ini karena skandal pengujian yang melanda industri otomotif di Jepang.
Bersama rivalnya Honda, Mazda, Suzuki dan Yamaha, Toyota dituding gagal mengikuti langkah standar saat menyertifikasi model mobil baru sebelum diproduksi massal. Kantor pusat Toyota sempat digeledah oleh pejabat Kementerian Perhubungan pada 4 Juni.
Skandal ini telah memukul penjualan kendaraan bermotor Jepang di tengah ketatnya persaingan di sektor otomotif global. Hal ini terjadi hanya beberapa bulan setelah Cina mengambil alih posisi Jepang sebagai eksportir mobil terbesar di dunia, salah satunya karena membludaknya penjualan mobil listrik (EV).
Skandal serupa di Jerman menjatuhkan reputasi dan penjualan Volkswagen (VW) pada tahun 2015, setelah raksasa otomotif Jerman itu mengakui telah memasang perangkat lunak ilegal yang menipu uji emisi. Skandal yang dikenal sebagai "Dieselgate" itu menjadi aib otomotif terbesar dan termahal dalam sejarah, menyebabkan VW harus membayar denda dan kerusakan lebih dari 30 miliar dolar dan berdampak pada beberapa produsen mobil lainnya.
Bagaimana skandal pemalsuan tes di Jepang terungkap?
Anak perusahaan Toyota, Daihatsu, pertama kali terkena tuduhan melakukan manipulasi pada bulan Desember. Produsen mobil tersebut, yang terkenal dengan kendaraan kompak dan berukuran mini, mengakui adanya manipulasi luas terhadap pengujian sejak akhir tahun 1980-an, termasuk performa mesin dan simulasi tabrakan, yang memengaruhi 64 model.
Daihatsu menghentikan semua produksinya di Jepang selama beberapa bulan sebagai akibat dari penyelidikan tersebut dan mengganti kepala eksekutifnya.
Pada bulan April, Kementerian Transportasi Jepang telah memverifikasi bahwa semua kendaraan produksi Daihatsu kini memenuhi standar keselamatan resmi, dan mencabut larangan pengiriman produksi Daihatsu ke luar negeri.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Kementerian Perhubungan kemudian memerintahkan produsen mobil dan pemasok suku cadang lainnya untuk meninjau hasil pengujian dari dekade sebelumnya dan melaporkan setiap pelanggaran terkait sertifikasi kendaraan mereka. Sebanyak 85 perusahaan diperintahkan untuk mematuhi intruksi itu, termasuk Toyota.
Toyota akui kecurangan dalam sertifikasi
Toyota kini mengaku melakukan kecurangan besar-besaran dalam uji sertifikasi tujuh model yang dijual di dalam negeri, dalam enam pemeriksaan teknis yang dilakukan pada tahun 2014, 2015, dan 2020.
Toyota mengatakan kecurangan tersebut melibatkan penggunaan data yang tidak memadai atau data lama dalam uji tabrakan, serta pengujian yang salah terhadap kantung udara dan kerusakan kursi belakang saat terjadi kecelakaan.
Dalam satu contoh, kerusakan akibat tabrakan diukur pada satu sisi kap model, bukan keduanya, sesuai kebutuhan. Uji emisi juga ditemukan palsu.
Beberapa model yang ditemukan dengan tes yang salah telah dihentikan produksinya. Tiga model, Corolla Fielder, Corolla Axio dan Yaris Cross, dihentikan sementara produksinya. Tapi masalah ini tidak mempengaruhi produksi Toyota di luar negeri.
Saingannya, Mazda, minggu ini mengakui hal serupa dalam pengujian sertifikasi – terutama penggunaan perangkat lunak kontrol mesin yang salah selama penilaian, serta pelanggaran uji tabrak pada tiga model yang dihentikan produksinya. Produksi dua model, Roadster dan Mazda 2, telah dihentikan sementara.
Honda juga mengatakan mereka menemukan kesalahan dalam uji kebisingan selama delapan tahun pada lusinan model yang dihentikan produksinya. Yamaha mengaku memalsukan data terkait pengujian tingkat kebisingan pada setidaknya tiga model sepeda motor.
Dieselgate di Jerman jauh lebih buruk
Meskipun pengamat industri mengatakan kesulitan yang dihadapi Toyota dan rivalnya di Jepang mirip dengan skandal VW hampir satu dekade lalu, namun Dieselgate jauh lebih buruk.
"Dieselgate adalah kasus kriminal yang sangat melanggar undang-undang lingkungan hidup AS," kata Ferdinand Dudenhöffer dari Ferdy Research, dan mantan direktur Pusat Penelitian Otomotif Jerman, kepada DW. "Dalam hal ini, skandal keselamatan Jepang tidak bisa dibandingkan."
VW dinyatakan melanggar Undang-Undang Udara Bersih AS dengan sengaja memprogram mesin diesel untuk mengaktifkan kontrol emisinya hanya selama pengujian laboratorium.
Tindakan tersebut menyebabkan kendaraan memenuhi standar AS untuk produksi nitrogen oksida (NOx), padahal sebenarnya kendaraan tersebut mengeluarkan NOx hingga 40 kali lebih banyak selama berkendara normal.
VW kemudian menghadapi penyidikan di beberapa negara lain dan dikenai sanksi denda miliaran dolar dan tuntutan kompensasi dari pemilik 11 juta kendaraan yang dilengkapi dengan perangkat ilegal tersebut.
Namun, skandal pengujian teknis ini bagaimanapun juga merupakan pukulan besar bagi Toyota, yang memperoleh keunggulan kompetitif selama beberapa dekade karena memproduksi mobil berkualitas tinggi dan menetapkan standar ketahanan dan nilai jual kembali jangka panjang.
Toyota juga mendapat manfaat dari strategi memproduksi mobil hibrida, dibandingkan model listrik murni. Hal ini telah menghasilkan keuntungan besar, karena banyak konsumen yang masih khawatir dengan jangkauan baterai listrik dan nilai jual kembali kendaraan listrik di masa depan.
Kementerian Transportasi Jepang mengatakan, pihaknya sedang melakukan inspeksi di kantor pusat Toyota, serta empat produsen mobil lainnya. Menteri Transportasi Tetsuo Saito mengatakan kepada wartawan 4 Juni lalu bahwa pihaknya akan melakukan inspeksi di lokasi produksi masing-masing perusahaan. Investigasi ini mungkin memakan waktu beberapa bulan, dan dampak finansial dari skandal tersebut belum dapat dinilai sepenuhnya.
(hp/as)