Skandal Minyak Goreng, Cina Hadapi Isu Keamanan Pangan
17 Juli 2024Perjuangan yang telah berlangsung lama untuk meningkatkan langkah-langkah keamanan pangan di Cina kembali disorot dengan munculnya skandal kontaminasi minyak goreng baru-baru ini.
Skandal yang pertama kali diungkap oleh media yang didukung oleh pemerintah, The Beijing News, pada 2 Juli itu, melibatkan dua perusahaan Cina. Dalam laporan itu, kedua perusahaan disebut menggunakan truk-truk pengangkut bahan bakar untuk mengangkut minyak goreng tanpa proses pembersihan di sela-sela proses pengangkutan.
Otoritas Cina pun mengumumkan investigasi tingkat tinggi di tengah kemarahan publik.
"Yang paling penting adalah bagaimana meyakinkan masyarakat bahwa kejadian serupa tidak akan pernah terjadi lagi," demikian bunyi salah satu komentar pengguna yang mendapatkan ribuan like di platform microblogging Weibo.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Ini bukanlah skandal nasional pertama terkait masalah keamanan pangan di Cina. Pada 2005 dan 2015, media Cina juga pernah mengungkap praktik serupa dalam hal pengangkutan minyak makanan yang tidak sesuai prosedur.
Masalah keamanan pangan lainnya yang juga diketahui oleh otoritas Cina adalah penggunaan "minyak selokan,” yang merupakan minyak goreng yang didaur ulang dari saluran air dan perangkap minyak, dan dijual dengan harga murah ke restoran-restoran.
John Kojiro Yasuda, seorang profesor ilmu politik di Universitas Johns Hopkins di Baltimore, Amerika Serikat (AS), yang telah meneliti reformasi peraturan di Cina, mengatakan kepada DW bahwa temuan terbaru ini menunjukkan bahwa Cina masih berada di tahap awal untuk mengubah sistem pangannya, meskipun sudah ada upaya selama beberapa dekade.
"Ini benar-benar sebuah pekerjaan yang sedang berjalan. Ini bukanlah sesuatu yang akan selesai dalam semalam,” katanya.
Tangki kimia dipakai mengangkut minyak goreng
Laporan investigasi terhadap skandal terbaru ini mengungkapkan bahwa dua truk tangki langsung dimuati dengan minyak goreng untuk pengiriman, tak lama setelah membawa produk kimia. Ini merupakan langkah penghematan biaya yang menurut media telah menjadi "rahasia umum" dalam rantai pasokan.
Dua perusahaan yang terlibat dalam laporan tersebut adalah perusahaan transportasi dan penyimpanan negara Sinograin, dan konglomerat swasta Hopefull Grain and Oil Group. Kedua perusahaan tersebut telah melakukan investigasi sendiri untuk menanggapi tuduhan tersebut.
"Industri pengangkutan minyak nabati secara efektif berada dalam kondisi kekacauan yang tidak terkendali,” seorang editor The Beijing News mengatakan dalam sebuah laporan video, mengaitkan masalah ini dengan pengawasan produsen yang tidak memadai dan kurangnya standar pengangkutan yang seharusnya diwajibkan.
Meskipun Cina memiliki pedoman yang menyarankan kendaraan khusus untuk minyak nabati, ini hanyalah standar "yang direkomendasikan”, sehingga memberikan ruang bagi produsen untuk mengambil jalan pintas, demikian laporan editor tersebut.
Yanzhong Huang, seorang pakar untuk kesehatan global di Dewan Hubungan Luar Negeri, mengatakan kepada DW bahwa peralihan antara pengiriman bahan kimia dan minyak goreng tidak dapat diterima, bahkan jika tangki-tangki tersebut dibersihkan di sela-sela penggunaan.
"Anda tidak boleh minum dari toilet meskipun sudah dibersihkan," kata Huang.
Perlu penegakan hukum yang lebih baik
Huang mengatakan dengan memperkuat peraturan saja tidak akan cukup untuk menyelesaikan masalah mendasar dalam sistem keamanan pangan Cina.
Cina sudah memiliki beberapa undang-undang keamanan pangan yang paling ketat di dunia, yang versi pertamanya diterapkan pada 2009. Bahkan telah ada beberapa kali perubahan undang-undang selama bertahun-tahun.
Menurut Huang, yang paling dibutuhkan adalah penegakan hukum yang lebih baik.
Pada 2018, Cina meluncurkan reformasi kelembagaan yang menghapuskan Badan Pengawas Obat dan Makanan (CFDA) dan menggabungkan lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas produk makanan dan obat-obatan ke dalam otoritas baru di bawah Dewan Negara.
"Itu berarti fungsi pengaturan keamanan pangan telah dilemahkan,” kata Huang kepada DW. Dia menambahkan bahwa pemerintah Cina seharusnya memberikan kewenangan yang lebih besar kepada CFDA untuk melampaui tingkat kementerian pusat.
Sementara itu, Yasuda mengatakan kepada DW bahwa ada faktor-faktor lain yang juga harus dipertimbangkan mengingat kompleksitas pasar makanan Cina yang terfragmentasi.
Terlepas dari peraturan yang kuat dan pengawasan pemerintah, ia mengatakan bahwa sangat penting untuk memiliki "basis konsumen yang cukup waspada yang dapat secara aktif menghukum ketidakpatuhan di antara para pemasok keamanan pangan."
Selain itu, modernisasi pertanian sangat dibutuhkan, kata Yasuda. Menurutnya, saat ini Cina menghadapi masalah dengan jumlah produsen dan distributor yang "sangat banyak”.
"Ketika Anda berurusan dengan 150 hingga 200 juta peternakan, akan sangat menantang untuk memonitornya dari bawah ke atas,” ujar Yasuda.
Isu keamanan pangan jadi tekanan politik bagi Beijing?
Kantor keamanan pangan Dewan Negara Cina telah berjanji akan menghukum secara berat pihak-pihak yang bertanggung jawab atas malpraktik apa pun.
Pada 2008 silam, dua pengusaha yang dihukum karena memproduksi dan menjual susu formula bayi yang dicampur dengan bahan kimia melamin, dijatuhi hukuman mati, sehingga mendorong disahkannya undang-undang keamanan pangan setahun kemudian.
Pemimpin Cina, Xi Jinping, telah berulang kali berjanji untuk mengatasi masalah keamanan pangan yang terkenal buruk di negaranya sejak ia menjabat lebih dari satu dekade yang lalu. Dalam pidatonya pada 2013, ia bahkan memperingatkan bahwa legitimasi Partai Komunis akan dipertanyakan jika mereka "tidak dapat melakukan pekerjaan yang baik dalam hal keamanan pangan.”
Namun, meskipun Beijing mengatakan bahwa mereka memandang keamanan pangan sebagai prioritas, Yasuda menyatakan keraguannya bahwa pemerintah akan bersedia untuk "membuka pintu gerbang pemberdayaan konsumen dan media” untuk menyelesaikan masalah ini.
Pasalnya, setelah skandal minyak goreng baru-baru ini, media Cina melaporkan bahwa sebuah aplikasi yang memungkinkan pengguna untuk melacak truk-truk di seluruh negeri telah dinonaktifkan. Reporter Beijing News, Han Futao, yang pertama kali mengungkap malpraktik ini, juga ternyata telah menghapus akun Weibo-nya. (rs/gtp)