1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Status Tahanan Rumah Dicabut, Namun Suu Kyi Tetap Ditahan

26 Mei 2009

Junta militer Myanmar mencabut status tahanan rumah terhadap pemimpin Liga Nasional untuk Demokrasi, Aung San Suu Kyi, Namun Suu Kyi masih harus menjalani tahanan selama kasus barunya disidangkan.

https://p.dw.com/p/Hxes
Para pendukung Suu Kyi menunggu dengan setia di sekitar arena persidanganFoto: dpa

Meski status tahanan rumahnya dicabut, tokoh pro demokrasi Birma, Aung San Suu Kyi masih belum bisa menghirup udara kebebasan. Pengacaranya, Nyan Win mengaku tak tahu harus gembira atau berduka dengan keputusan baru ini.

Sementara itu saat dihadapkan ke pengadilan, Selasa ini, Aung San Suu Kyi, mengaku tidak bersalah. Peraih Nobel Perdamaian itu, saat ini didakwa melakukan pelanggaran syarat tahanan rumah, karena menampung sementara seorang warga Amerika Serikat. Bila terbukti bersalah, Suu Kyi terancam hukuman hingga lima tahun.

Muncul di Pengadilan Insein mengenakan busana tradisional bersahaja, Suu Kyi tampak pucat dan lemah. Namun senyum tetap tersungging di bibirnya. Selama kurang lebih setengah jam, ia menjawab sepuluh pertanyaan yang diajukan terhadapnya, soal tentara veteran AS, John Yettaw, yang berenang dan masuk ke rumahnya tanpa diundang, pada awal Mei silam.

Ketika ditanya oleh majelis hakim: apakah ia segera melapor ke militer saat Yettaw memasuki rumah tahanannya, Suu Kyi menjawab tidak. Suu Kyi juga mengaku tidak segera tahu saat orang tersebut masuk ke rumahnya. Dan ketika ditanya lagi apakah ia memberi makanan dan membiarkan orang asing itu tinggal di rumah tahanannya, Suu Kyi menjawab bahwa ia hanya memberikan penampungan sementara. Rabu besok, pengadilan akan kembali dilanjutkan.

Kala hendak meninggalkan persidangan, Suu Kyi tidak lupa mengucapkan terimakasih terhadap para diplomat dari berbagai negara yang datang. Ia juga menyatakan rasa bahagia mendapat dukungan dari masyarakat internasional. Sekitar 100 orang menghadiri persidangan itu, termasuk sekitar 40 diplomat dan 25 jurnalis. Keseluruhan jurnalis itu berkebangsaan Myanmar, namun 15 diantaranya bekerja untuk media asing.

Banyak kalangan pegiat hak asasi manusia mensinyalir kasus yang dituduhkan terhadap Suu Kyi sengaja dilakukan Junta Militer Myanmar, agar penahanan terhadap pemimpin Liga Nasional untuk Demokrasi NLD ini dapat diperpanjang. Hal ini diduga terkait dengan rencana pemilihan umum yang akan digelar di Myanmar tahun depan.

Sementara itu di Hanoi, Vietnam, di arena berlangsungnya Konferensi Asia Eropa ASEM, pemerintah-pemerintah Asia bergabung dengan pemerintah-pemerintah Eropa, mengritik tajam Junta Milter Myanmar yang bermaksud mengurung Suu Kyi lebih lama lagi. Menurut menteri Jerman untuk urusan Eropa Guenter Gloser, pemerintah-pemerintah Asia menunjukan ketidakpuasan atas kurangnya langkah maju dalam proses demokrasi di Myanmar. Gloser mengungkapkan: saat ini dibutuhkan partisipasi perhimpunan negara-negara Asia Tenggara ASEAN, dimana Myanmar merupakan salah satu anggotanya, untuk menekan lebih keras Myanmar dalam isu hak asasi dan demokrasi. Sebab selama ini sanksi dari Uni Eropa tak juga membuahkan hasil. Salah satu yang membuat sanksi Uni Eropa tak berhasil adalah kepentingan China. Sanksi ini sebenarnya ditargetkan untuk melumpuhkan lingkaran keluarga dan bisnis atau kroni yang dekat dengan militer Myanmar. Namun sanksi itu tak efektif sebagian, karena di Myanmar banyak perusahaan-perusahaan China menanamkan investasi berskala besar.

AP/afp/ap/reuters/dpa