Tahun Cemerlang Bagi Industri Otomotif Jerman
4 Desember 2011Para produsen mobil pasti tak sabar menunggu penghujung dekade ini jika mendengar prediksi pakar otomotif. Mobil di jalanan diperkirakan akan 50 persen lebih banyak dari saat ini. Jumlahnya akan berkisar antara 65 hingga 90 juta unit. Sebagai Presiden Asosiasi Industri Otomotif (VDA), Matthias Wissman sangat yakin bahwa produsen mobil Jerman menginginkan porsi yang lebih besar.
"Perusahaan Jerman menawarkan model baru yang menarik dan berbahan bakar efisien kepada pasar. Mereka membangun eksistensi internasional untuk mengamankan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja di Jerman. Nilai investasi untuk riset dan pengembangan mereka lebih besar dari produsen mobil di negara lain. Dan dengan demikian menjadi inovasi yang terpenting kedepannya," ujar Wissmann.
Lebih baik dari tahun 2010
Tahun ini bisa dibilang memenuhi target. Industri otomotif Jerman, termasuk perusahaan manufaktur dan penyuplai, mencapai angka penjualan sebesar 358 miliar Euro. Jumlah ini menunjukkan peningkatan sekitar 13 persen dibandingkan tahun 2010. Industri otomotif pun mampu menyerap 800 ribu tenaga kerja di tahun 2011.
VDA berharap kondisi baik semacam ini dapat terus dipertahankan di tahun 2012. Namun melihat pertumbuhan ekonomi global yang melamban dan krisis utang Eropa, Wissmann menilai tahun 2012 akan menjadi tahun yang cukup berat, "Sangatlah penting bahwa di semua negara Eropa diimplementasikan kultur stabilitas yang kredibel. Sekedar dialog saja tidak cukup. Atau pengumuman-pengumuman yang sering kita dengar di banyak negara. Sekarang yang penting adalah mewujudkan segala kata-kata dan komitmen itu menjadi keputusan yang konkret."
Iklim ekonomi tidak kondusif
Meski begitu, beragam program penghematan tentu akan berimbas pada konsumsi. Seperti di Yunani, penjualan mobil Jerman telah menurun hingga 35 persen. Di Spanyol dan Italia juga angka penjualan para produsen mobil Jerman berkurang. Namun memang penjualan di Eropa Barat hanya merupakan porsi kecil di tingkat penjualan global. Masih ada negara-negara seperti Cina, India, Amerika Serikat, Brasil, Rusia dan Turki, yang menjadi fokus ekspor.
"Kurang dari sepertiga ekspor otomotif Jerman lari ke zona Euro. 'Negara-negara Eropa' lainnya seperti Turki dan Rusia mewakili 30 persen lainnya dari total ekspor kami. Satu dari tujuh mobil yang diproduksi di Jerman, dijual ke Amerika. Satu dari delapan mobil hasil produksi dilempar ke Cina. Permintaan ekspor mobil-mobil Jerman dari dua pasar ini menunjukkan peningkatan sebesar 6 persen, dan 20 persen," jelas Wissmann.
Tingginya permintaan tahun ini mendorong pabrik-pabrik otomotif di Jerman berproduksi sesuai kapasitas. Sekitar 3,1 juta mobil terjual hanya di Jerman saja. Yang berarti 8 persen lebih banyak ketimbang tahun sebelumnya. Namun tiga dari empat pembeli mobil Jerman adanya justru di luar Jerman.
Perusahaan Jerman harus cermat
Perkembangan perdagangan otomotif global harus terus dicermati dengan mata elang. Dengan seksama memperhatikan tren global, produsen mobil Jerman dapat membuat sistem kontrol yang mampu melewati hambatan-hambatan baru seperti proteksionisme.
"Ada ratusan pelanggaran baru di dunia perdagangan global. Di Argentina contohnya, perusahaan-perusahan Jerman boleh berjualan mobil asal sebagai imbalannya membeli produk-produk mereka seperti minuman anggur. Di negara-negara lain juga bermunculan bentuk proteksionisme yang cukup aneh, yang sebenarnya merugikan dalam jangka panjang karena negara-negara tersebut terlalu menilai rendah daya saing mereka. Namun bagi negara unggul ekspor seperti Jerman, ini menjadi panggilan untuk bangkit," ungkap Wissmann.
Kebijakan yang diambil kedepannya harus dapat diimplementasikan dalam perdagangan bebas di tingkat global. Kalau tidak, akan semakin sedikit lapangan kerja yang dapat ditawarkan industri otomotif Jerman di tingkat domestik. Sekarang saja sudah ada hitung-hitungan yang cukup diterima di tingkat global. Yakni produksi mendekat ke pasar. Dimana permintaan meningkat, disitulah produksi diperbanyak.
Sabine Kinkartz/Carissa Paramita
Editor: Ayu Purwaningsih