Taiwan Upayakan "Hidup Damai Berdampingan" dengan Cina
10 Oktober 2023Taiwan menginginkan "hidup berdampingan secara damai” bersama Cina dengan interaksi yang bebas dan tanpa batas. Namun, Taiwan bakal tetap demokratis untuk generasi seterusnya. Hal itu disampaikan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen dalam pidato nasional terakhirnya Selasa ini.
Kawasan Taiwan, yang diklaim Cina sebagai wilayah kekuasaannya, berada di bawah tekanan militer dan politik yang semakin meningkat dari Beijing, termasuk digelarnya dua latihan perang Cina di dekat pulau itu sejak Agustus 2022. Hal ini meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya konflik yang bakal berdampak secara global.
Presiden Tsai yang tidak dapat mengikuti pemilu lagi lantaran sudah menjalani dua kali periode masa jabatan, telah berulang kali menawarkan pembicaraan dengan Cina. Namun, hal itu ditolak lantaran dianggap sebagai tindakan separatis.
Berbicara di depan kantor kepresidenan, Tsai menyebut bahwa kekuatan dukungan internasional untuk Taiwan telah mencapai "titik maksimal yang belum pernah terjadi sebelumnya”.
"Karena ini adalah waktunya kita sekarang dapat menghadapi dunia dengan percaya diri dan tekad yang kuat, kita juga dapat menghadapi Cina dengan tenang dan percaya diri, menciptakan kondisi untuk hidup berdampingan secara damai dan perkembangan masa depan di Selat Taiwan,” kata Presiden Tsai.
Dia juga mengatakan, sudah menjadi tugasnya untuk menjaga kedaulatan dan demokrasi Taiwan dengan bebas, mengupayakan "interaksi yang bebas, tidak terbatas dan tidak terbebani” antara rakyat Cina dan Taiwan.
Perbedaan Cina dan Taiwan harus diselesaikan secara damai dan tetap mempertahankan status quo merupakan hal yang "sangat penting” untuk memastikan perdamaian, kata dia, yang disambut dengan tepuk tangan meriah.
Namun, saat ini belum ada tanggapan langsung dari Kantor Urusan Taiwan Cina.
Bagian dari kegiatan ini menampilkan penari, atlet yang baru saja kembali dari Asian Games di Hangzhou, Cina, di mana Taiwan memenangkan 19 medali emas. Selain itu, para tentara juga berbaris dalam formasi yang rapat.
Kemudian, formasi lima pesawat jet tempur canggih Taiwan, yakni AT-5 Brave Eagle juga sempat terbang di atas lokasi acara. Hal ini menggarisbawahi upaya Tsai untuk meningkatkan pengembangan persenjataan dalam negeri, termasuk kapal selam.
Demokratis dan bebas
Dalam menghadapi ancaman Cina, Taiwan dengan berbesar hati menerima dukungan dari sesama negara demokrasi, terutama Amerika Serikat (AS) dan sekutunya. Terkadang, pejabat AS dan sekutunya datang beramai-ramai ke Taipei untuk menentang kemarahan Cina.
"Dengan rasa percaya diri, kita akan tunjukan pada dunia bahwa rakyat Taiwan bermartabat, independen, hangat, dan baik hati. Warga Taiwan bahagia menjadi masyarakat dunia dan akan menjadi masyarakat yang demokratis dan bebas sampai generasi selanjutnya,” kata Tsai.
Dalam pidato itu, Tsai juga memamerkan pencapaian kebijakannya sejak menjabat di tahun 2016, termasuk soal kesetaraan pernikahan, menjadi yang pertama di dunia. Hal itu diungkapkannya di depan tamu undangan yang terdiri dari anggota parlemen Kanada dan Jepang, hingga mantan Perdana Menteri Australia Scott Morrison dan juga masyarakat Taiwan.
Sementara itu, pemerintah di Beijing menyebut, Taiwan harus menerima bahwa Cina dan Taiwan tergabung dalam "Cina yang satu”, yang kemudian hal ini ditolak oleh Tsai.
Taiwan sendiri merayakan 10 Oktober sebagai hari Nasionalnya. Tanggal ini menandai pemberontakan pada tahun 1911 yang mengakhiri dinasti kekaisaran Cina dan terbentuknya Republik Cina.
Saat itu, pemerintah Republik Cina melarikan diri ke Taiwan pada tahun 1949 setelah kalah dalam perang saudara dengan Komunis pimpinan Mao Zedong. Kemudian, Mao mendirikan negara Republik Rakyat Cina.
Republik Cina tetap menjadi nama resmi Taiwan meskipun pemerintah lebih memilih menyebutnya sebagai Republik Cina, Taiwan. Hal ini sebagai pembeda dari pemerintah di Beijing.
mh/as (Reuters)