Ballack Fußball D
7 Juli 2010Kekhawatiran menerpa menjelang Piala Dunia: Michael Ballack, kapten dan jiwa kesebelasan Jerman, terpaksa gagal berlaga lantaran cidera. Sebuah bencana besar yang dapat menghentikan langkah Jerman di awal turnamen, demikian spekulasi yang muncul beberapa minggu lalu.
Tapi, yang kemudian terjadi berbeda dengan dugaan. Secara mengejutkan Jerman menampilkan permainan sepak bola yang menawan dan berhasil melaju ke babak semifinal. Tanpa Ballack, tim Jerman berjuang dan bermain dengan satu kualitas yang tidak pernah ditunjukkan kesebelasan Jerman sejak berpuluh-puluh tahun. Kekosongan kepemimpinan di lapangan diisi bersama oleh para pemain. Schweinsteiger dan Lahm, merekalah pilar utama tim sekarang. Keduanya dapat diterima dengan baik oleh para pemain muda lainnya Keduanya telah meyakinkan pemain lain melalui kualitas permainan yang ditunjukkan. Berbeda dengan Ballack, ia merupakan kapten agung, yang otoritas di lapangan tidak bisa diganggu gugat siapapun, tidak oleh rekan pemain ataupun pelatih. Sang kapten, yang tidak pantas menerima kritik, begitulah tampaknya.
Kondisi ini tidak selamanya merupakan sesuatu yang baik. Konflik dengan pelatih Löw dan pemain lain, Podolski, yang menampar mukanya di tengah lapangan disaksikan banyak mata, merupakan satu contoh dari keadaan ini. Dan secara diam-diam, terutama para pemain muda dapat bernafas lega, mengetahui Ballack tidak turut ke Piala Dunia. Sekarang, tanpa hambatan muncul kreativitas. Hasrat bermain dan semangat tim merupakan kunci kesuksesan baru. Selama Ballack menjadi motor tim, permainan seringkali menjadi lamban dan mudah ditebak. Dan sekarang, pemainan cepat dan aksi mengejutkan menjadi ciri baru kesebelasan Jerman. Bukan lagi disiplin atau kepemimpinan yang kuat, tapi kreativitas yang menonjol.
Masihkah ada sesuatu yang lain di balik semuanya ini? Apakah sekarang hiraraki bukan lagi merupakan satu sistem yang produktif untuk diterapkan di segala bidang? Apakah kedisiplinan dan ketaatan, seperti seorang Michael Ballack, tidak mendapatkan tempatnya lagi di Jerman? Bukankah karena perubahan ini, dunia begitu terpesona dengan permainan yang ditampilkan Jerman? Mungkin saja, Michael Ballack, yang hanya bermain lima kali dalam Piala Dunia, akan menjadi sosok asing dalam tubuh kesebelasan nasional Jerman, yang menjadi matang dengan cepat karena ketidak hadirannya. Mungkin saja nanti tak seorangpun menyesali ketidakhadiran Ballack?
Seperti yang sering terjadi dalam sepak bola, semuanya ini hanya spekulasi saja. Mungkin, jika kalah di semifinal, kesebelasan Jerman akan bersyukur jika Ballack kembali. Tapi jika saja Jerman berhasil meraih gelar juara, pembentukan kesebelasan pengganti era Ballack tampaknya tidak diperlukan. Tim Jerman 2010 sendiri telah menorehkan sejarah dalam dunia sepak bola.
Daniel Scheschkewitz/Yuniman Farid
Editor: Ayu Purwanignsih