Tajuk: Kebebasan Pers Prasyarat Utama Bagi Masyarakat Bebas
2 Mei 2008Hampir tidak ada negara, di mana kebebasan pers tidak terancam. Di Rusia, pedoman yang mengatur kebebasan pers masih ditunggu, di Cina partai Komunis berada di mana-mana dan Jerman masih merasakan dampak dari skandal dinas rahasianya BND. Namun kebebasan pers adalah prasyarat utama bagi sebuah masyarakat yang bebas.
Pertama-tama berita baik: Presiden terpilih Rusia Dimitrij Medvedev menyatakan akan memperkuat masyarakat sipil dan memperhatikan kebebasan pers. Hanya dengan begitu, korupsi dan birokrasi dapat dikurangi. Berita buruknya: Medvedev hendak melanjutkan kebijakan politik pendahulunya Putin yang menyalahgunakan media elektronik sebagai perpanjangan tangan Kremlin. Karena kedua unsur itu bertolak belakang, maka Medvedev harus memilih. Hanya tindakanlah yang akan dinilai dan bukan pernyataan. Presiden terpilih yang berusia 42 tahun itu, patut untuk diberi peluang yang adil.
Pemberitaan televisi yang bebas di Rusia akan membawa pengaruh di negara lain seperti Kazhakstan, Uzbekistan, Azerbaijan atau Belarus, karena program televisi dari Moskow sangat digemari di negara-negara tersebut. Kebebasan pers di Rusia akan membawa tekanan bagi pengawas-pengawas media di negara-negara yang tergabung dalam Persemakmuran Negara-Negara Merdeka, CIS yang dulunya merupakan anggota Uni Soviet. Jadi Medvedev tidak hanya memikul tanggung jawab untuk Rusia saja.
Rezim otoriter di manapun juga, takut akan perubahan. Oleh sebab itu, para wartawan bebas ditindas. Misalnya Presiden Zimbabwe Robert Mugabe masih terus menindas setiap orang yang secara terbuka menyatakan kebenaran mengenai bobroknya ekonomi negara itu, isolasi internasional dan buruknya kepemimpinan pemerintah. Puluhan diktatur lainnya juga bersikap seperti Mugabe, baik di Afrika, Asia ataupun di Eropa Timur.
Pada hari kebebasan pers, haruslah juga dibeberkan bahwa pelanggaran juga terjadi di yang dinamakan negara-negara barat. Pemerintah Amerika Serikat selalu mencoba mempengaruhi medianya, misalnya untuk memperbaiki pemberitaan mengenai situasi militer di Afghanistan dan di Irak. Dalam perang melawan teror, dinas rahasia Jerman BND memakai dalih untuk melindungi warganya dan bergerak ke arah tindakan yang melanggar hukum, jika mereka membaca email para wartawan.
Tetapi ini sudah tentu tidak dapat disamakan dengan penindasan kebebasan pers di Sudan, Myanmar atau Cina. Jika dinas rahasia Jerman melanggar UU atau hak asasi, maka itu segera ditindak secara terbuka. Radio dan televisi memberitakan masalah itu. Politisi demokratis memeriksa kasus itu di komisi penelitian. Anggota dinas rahasia akan ditegur atau dipecat. Sedangkan dalam sebuah negara diktatur, para anggota dinas rahasia bertugas atas instruksi pemerintah, kalau mereka menindas kebebasan pers.
Tengoklah Cina. Kebanyakan warganya tidak dapat membayangkan bahwa di negara lain pers bebas dari pengaruh negara. Bila terdapat kesalahan dalam pemberitaan pemancar televisi Amerika dan Inggris mengenai kerusuhan di Tibet, pengguna Cina menduga bahwa itu merupakan kampanye negara barat. Mereka menyatakan, AS atau Uni Eropa menghambat pertumbuhan ekonominya. Ini tidak benar. Sebaliknya, negara industri mengambil keuntungan dari Cina yang makmur dan merupakan pasar baru dan raksasa bagi produk mereka.
Benar adanya bahwa wartawan barat melakukan kesalahan, juga dalam pemberitaan mengenai kerusuhan di Tibet. Menuduh bahwa ini adalah komplot internasional melawan Cina hanya menunjukkan ketidaktahuan, nasionalisme yang berlebihan, perasaan rendah diri atau campuran dari unsur-unsur tersebut. Warga Cina tentunya akan lebih tahu mengenai hal itu bila medianya bebas. Sama seperti diktatur lainnya, para komunis di Beijing takut menghadapi warga yang mandiri, diskusi bebas, kritik dan kebebasan pers. Mereka tidak ingin perubahan dan tetap ingin berkuasa. (cs)