Mandela Tenang Afrika Selatan Tidak
16 Desember 2013Syukur kepada Tuhan. Itu ingin dikatakan orang. Akhirnya Nelson Rolihlahla Mandela menemukan ketenangan. Ketenangan, yang tidak pernah dialaminya seumur hidup. Upacara pemakaman di desa asalnya Qunu mengakhiri masa duka nasional selama 10 hari. Masa duka itu kembali mengingatkan dunia akan kekuatan menyatukan yang dimiliki negarawan besar tersebut. 150.000 orang meluangkan waktu dan antri untuk memberikan penghormatan terakhir. Gambaran penuh simbol: pria berkulit putih yang menangis, tentara yang berusaha menahan kesedihan, orang-orang dengan berbagai warna kulit yang saling menghibur. Puluhan ribu menunggu di jalanan, karena ingin melewatkan detik terakhir bersama Mandela, dan melemparkan pandangan atas konvoi yang membawa jasadnya.
Dan upacara perpisahan di Qunu? Agak tidak teratur, betul. Pekerja jalanan masih sibuk menjelang upacara dimulai. Penduduk desa tidak boleh masuk, aturan duduk juga mengherankan. Teman baik Mandela, pengacara George Bizos duduk di tempat tidak prominen. Selain itu, legenda besar kedua Afrika Selatan, Uskup Desmond Tutu, rupanya tidak diundang sama sekali. Lagi pula, batasan yang berlaku di Afrika juga dilanggar. Menurut tradisi suku Thembu, jenasah sudah harus dimakamkan sebelum mata hari mencapai posisi tertinggi.
Pewaris Mandela sudah menuntut banyak darinya. Pertengkaran memalukan di dalam keluarga soal tempat pemakamannya, juga cucunya, Mandla Mandela, yang jelas menjadi congkak. Lagipula ada sengketa soal hak kepemilikan merek Mandela dan kekayaan yayasannya. Ditambah lagi dengan persiapan upacara pemakanan terbesar di dunia yang tidak dilaksanakan dengan baik, padahal bisa dilakukan. Peristiwa memalukan lain menyangkut penerjemah bahasa isyarat Thamsanqa Jantjie, yang ternyata penerjemah palsu. Sebenarnya orang bisa menganggap gerak-gerik tangannya yang meyakinkan tapi tidak bermakna itu, sebagai sesuatu yang lucu. Mandela sendiri senang tertawa dan sering memberi komentar lucu. Tetapi kejadian itu menunjukkan bagaimana sebenarnya situasi partai yang didirikan Mandela, African National Congress (ANC). Bagaimana penerjemah palsu itu bisa berhasil berada begitu dekat dengan para politisi tinggi dunia? Itu pertanyaan yang juga membuat sibuk aparat keamanan Barack Obama. Di Afrika Selatan, di masa setelah Apartheid, koneksi politik sering lebih penting daripada kualifikasi.
Dengan demikian, Nelson Rolihlahla - artinya "pembuat onar" - Mandela memang masih menyatukan, apa yang tidak pernah cocok dalam hidup sehari-hari. Misalnya jabat tangan antara Presiden Amerika dan Kuba. Selain itu politisi yang bersaing dalam aliansi pemerintahan yang dipimpin ANC duduk bersebelahan. Yang tidak bisa memaafkan, mengucapkan perpisahan pada pemberi maaf. Tetapi ini mungkin yang terakhir kalinya mereka duduk bersebelahan dalam damai. 20 tahun setelah pergantian kekuasaan yang bersejarah di bawah Mandela, ANC mengalami perpecahan, atau setidaknya erosi yang cepat.
Ketidakpuasan rakyat tidak pernah sebesar ini. Presiden Jacob Zuma yang bercitra buruk semakin tidak disukai setelah upacara pemakaman Mandela. Rakyat mengecamnya tanpa ampun. Sebaliknya, seseorang tampil dengan profil lebih baik, yaiktu wakil ketua ANC, Cyril Ramaphosa yang bertindak sebagai pembawa acara pemakaman dan pembayar semua biaya pemakaman. Ia sebetulnya dipilih Mandela sebagai pengganti, tetapi partainya menentang. Banyak orang sudah lama menganggap Ramaphosa pembawa harapan, walaupun multi milyuner itu tidak banyak disukai rakyat jelata.
Apakah Presiden Zuma masih mencalonkan diri lagi dalam pemilu 2014? Jika tidak, kesempatan bisa terbuka bagi Ramaphosa. Dan proyek sosial dan perdamaian besar di negara pelangi itu bisa terus berjalan. Kalau itu tidak terjadi, alternatif politik lain sudah bermunculan. Yang jelas dari Zuma yang berhaluan tradisionalis, tidak akan ada perbaikan lagi, seperti sudah ditunjukkannya dalam lima tahun terakhir. Namun demikian, Afrika Selatan tidak hanya terdiri dari Zuma. Itu juga tampak dari perpisahan mengharukan yang dilakukan jutaan warga dalam sepuluh tahun terakhir. Dunia melihat bangsa yang tidak ada sebelum Mandela. Di peti jenasahnya mereka semua kembali bertemu. Dan sejarah menunjukkan, bangsa lebih kuat daripada partai. Itu juga mau tidak mau dirasakan ANC dari setiap pemilu. Ia tidak akan memerintah, sampai "Yesus datang kembali", seperti pernah dikatakan Zuma. Itulah inti demokrasi. Untuk itu Mandela bersedia mati.