Tajuk: Menjaga Bumi
22 April 2013Laporan terkini inisiatif ekonomi ekosistem dan keanekaragaman hayati TEEB mengungkapkan, nilai kerugian akibat kegiatan ekonomi dan eksploitasi sumber daya alam dunia mencapai 7,3 triliun dollar per tahun. Nilai itu setara dengan 13% hasil produksi ekonomi global.
Kerugian itu mencakup bukan hanya rusaknya sumber daya alam, namun juga lenyapnya kemampuan hutan dalam menyerap karbon, meningkatnya emisi gas rumah kaca, dampak pemanasan global, hingga biaya pengobatan akibat polusi.
Di Indonesia, badan lingkungan hidup WALHI menandai, kalangan yang paling besar kontribusinya dalam perusakan lingkungan adalah korporasi. Bencana alam, terjadi dimana-mana.
Kegagalan dalam menjaga lingkungan terletak di dua tatanan. Pertama di tatanan kebijakan, yang melibatkan peran pemerintah dan penegak hukum, Kedua, di tatatan masyarakat.
Pada tatanan kebijakan; Kementerian Lingkungan Hidup mengakui banyaknya izin pertambangan yang tumpang tindih di daerah. Sinkronisasi lintas sektor tak berjalan sebagaimana mestinya. Penerbitan kebijakan pengelolaan sumber daya alam di tingkat lokal seringkali sarat korupsi, dan saling berbenturan dengan kebijakan pemerintah pusat. Apalagi jika diterbitkan pada masa sebelum pemilihan kepala daerah.
Sementara di tatanan masyarakat; warga masih kurang memberikan tekanan terhadap pemangku kebijakan. Sementara pihak swasta kebanyakan hanya mengutamakan keuntungan, tanpa peduli pentinganya proses keberlanjutan.
Jika tak ingin bumi semakin hancur, sudah saatnya kita berbenah. Pembangunan harus dibarengi dengan upaya keberlanjutan. Misalnya, lewat penanaman pohon. Penanganan sampah harus menjadi perhatian. Jangan lagi membuat pesisir dan sungai menjadi tempat pembuangan sampah. Pemerintah harus melibatkan partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan. Kebijakan pusat dan daerah tak boleh tumpang tindih. Sinkronisasi lintas sektor, harus dicermati. Sementara, penegak hukum yang lalai dan korup, harus dicopot dan diberi sanksi.
Di tengah situasi ancaman percepatan pemanasan global dan krisis ekologi, Indonesia butuh sosok pemimpin maupun anggota DPR, yang memiliki visi untuk menciptakan perbaikan lingkungan. Peran mereka, juga harus didukung oleh partisipasi kita sebagai masyarakat. Bersama, kita memelihara bumi.