Tajuk: Pemerintah Mesir Harus Dialog Dengan Oposisi
28 Januari 2013Mesir kembali dilanda kerusuhan berdarah. Sejak hari Jumat, aksi protes di berbagai kota menewaskan puluhan orang. Ratusan orang lainnya luka-luka. Presiden Mohammed Morsi sekarang menyatakan situasi darurat di tiga daerah, yaitu Port Said, Suez dan Ismailia.
Setelah berdiam selama 3 hari, Mohammed Morsi akhirnya muncul di televisi. 'Jika negara dalam bahaya, saya harus mengambil kebijakan keras', kata Morsi. Sayangnya, ia tidak mengatakan apa-apa tentang penyebab ledakan kemarahan dan rasa frustasi masyarakat.
Dua tahun lalu, rangkaian aksi protes digelar untuk memaksa Hosni Mubarak mundur. Tidak sampai 20 hari aksi massal, Hosni Mubarak akhirnya menyerah. Rakyat Mesir ketika itu punya harapan besar. Semuanya akan menjadi lebih baik, lebih demokratis dan lebih adil. Dua tahun setelah itu, kenyataannya sekarang lain.
Sangat menyedihkan, bagaimana Mesir terjerumus dalam kekacauan. Ekonomi terpuruk, nilai mata uangnya jatuh, makin banyak warga Mesir yang jatuh miskin. Harapan yang dulu muncul, sekarang berganti dengan kepahitan dan kebencian.
Kelompok Ikhwanul Muslimin dan Presiden Mohammed Morsi memang berhasil memenangkan pemilihan umum. Namun gagal menerapkan demokrasi, karena bersikeras menjalankan politiknya tanpa berdialog dengan kalangan oposisi. Sedangkan kelompok oposisi terpecah belah dan gagal membentuk satu gerakan yang mampu menampung aspirasi sebagian besar masyarakat.
Minggu ini, Morsi akan berkunjung ke Jerman. Ia akan mencoba memberi gambaran positif tentang negaranya. Tapi Jerman dan Eropa harus bersikap tegas dan menuntut berakhirnya kekerasan. Demokrasi tidak hanya berarti memenangkan pemilu dan naik ke kursi kekuasaan. Pemerintah dan oposisi di Mesir harus bekerja keras memulihkan keamanan, menghindari kekerasan dan memenuhi harapan rakyat.