Tajuk: Presiden dan Isu Kudeta
25 Maret 2013Setelah lama absen, kata kudeta belakangan kembali muncul.
Adalah presiden Yudhoyono sendiri yang mengungkapkan adanya rencana makar. Isu itu kemudian mengerucut pada gerakan 25 Maret.
Para pejabat memberikan reaksi berbeda. Kepala BIN menyebut akan adanya demonstrasi yang meminta presiden turun dari jabatannya. Sementara kepolisian meyakini tidak ada kudeta.
Pada akhirnya kita tahu, hari itu tak ada presiden yang terguling atau pemberontak yang ditangkap.Yang ada hanya demonstrasi kecil dan pembagian sembako.
Entah dari mana informasi soal makar diperoleh. Tapi yang jelas, kepala negara seharusnya bisa menyeleksi laporan yang masuk.
Presiden adalah orang yang seharusnya memiliki informasi paling lengkap tentang apa yang terjadi di seluruh negeri. Dia punya deretan aparatus yang setiap saat bisa memberikan informasi detail tentang segala hal.
Tentu saja, akan selalu ada orang-orang yang dengan sengaja membisikkan disinformasi. Tapi di situlah kemampuan seorang pemimpin diuji. Informasi yang salah, dengan gampang bisa dieliminir, karena toh presiden bisa membandingkannya dengan sumber informasi lain.
Sebuah keputusan tergantung dari kualitas informasi yang masuk. Ada istilah GIGO: garbage in garbage out: jika informasi yang masuk sampah maka hasilnya pun akan sampah. Informasi yang salah, tidak lengkap atau tidak akurat, tidak boleh dipakai dalam pengambilan keputusan.
Isu kudeta 25 Maret memperlihatkan kualitas informasi yang masuk dan dipakai sebagai referensi oleh kepala negara.
Kudeta yang tak jelas, menjadi isu penting. Sebaliknya kekerasan sektarian dan intoleransi yang mencederai hak konstitusional warganegara, justru sering luput dari perhatian presiden.