Tiga Monyet Bijak ala Inggris
27 Agustus 2015
Adalah solusi unik yang ditawarkan Inggris terhadap krisis pengungsi di Eropa. London berniat menghukum pekerja gelap dan perusahaan yang memberi pekerjaan. Mereka yang gemar memelihara budak memang pantas mendarat di penjara.
Tapi pekerja gelap yang berusaha bertahan hidup dengan bekerja di bar, bengkel atau pertanian, pantaskah diperlakukan serupa? Kebijakan ini mengancam jejaring yang lama dibangun oleh pelarian Afghanistan, Suriah atau Irak.
Undang-undang Keimigrasian yang baru mengikuti logika perdana menteri Inggris yang menghalalkan segala cara buat mengusir pengungsi. Mengirimkan lebih banyak polisi, membangun pagar berduri di Calais seperti yang diputuskan pekan lalu, masuk dalam ruang logika yang sama.
Inggris Mengurung Diri
Kanal Inggris memang cuma selebar 34 kilometer - tapi mentalitas kekinian di negeri kepulauan itu lebih cocok untuk negara yang terpaut ribuan kilometer di tengah Samudera Atlantik. Buat banyak warga Inggris, jarak ke benua Eropa terlalu besar dan tidak dapat dijembatani.
Mereka membanggakan keunikannya sendiri dan rajin merawat jarak dengan Perancis, Jerman atau jiran yang lain. Adalah kepala negara di abad ke19 yang aktif membumikan istilah "splendid isolation" yang menempatkan Inggris jauh dari urusan Eropa daratan.
Sejak itu Inggris kehilangan sebuah kerajaan Bumi. Dan dengan David Cameron, kita cuma melihat siaran ulang.
Negeri Tanpa Pengungsi
Sikap Inggris semakin jelas selama krisis pengungsi. Sejauh ini tidak ada sumbangan yang konstruktif dari London. Inggris bersikap seakan-akan krisis tersebut bukan urusan mereka. London tahun lalu misalnya cuma menampung sepertujuh pengungsi dibandingkan jumlah yang ditampung Jerman.
Cameron berambisi menurunkan jumlah pengungsi lebih banyak lagi. Tidak ada solidaritas buat berbagi beban di Eropa. Sikap serupa bisa diamati ketika Italia dan Yunani berteriak meminta uluran tangan.
Timur Tengah bisa rata dengan tanah dan ekosdus massal terbesar sejak Perang Dunia II bisa membanjiri Eropa, tapi Inggris lebih memilih tidak mau berurusan dengan masalah tersebut.
Eropa selama ini bersikap hati-hati terhadap sikap menolak dan permintaan istimewa dari London. Ketika menteri keuangan Finnlandia mengatakan ia tidak bisa membayangkan Eropa tanpa Inggris, ia cuma tidak melihat dengan benar - karena Inggris tidak pernah benar-benar ada untuk Eropa.