Tajuk: Titik Balik Kelompok Hamas?
3 April 2008Dengan begitu, Khaled secara tidak langsung menyetujui penyelesaian dua negara. Pernyataan ini dapat membawa titik balik yang sudah lama diharapkan.
Wawancara kepala biro politik kelompok radikal Palestina Hamas, Khaled Mashal, yang diterbitkan harian Palestina 'Al Ayam' hari Rabu (02/04) pekan ini, tidak mendapat sorotan khusus secara meluas. Padahal dalam wawancara tersebut, pemimpin Hamas yang tinggal di Damaskus itu menyatakan hal-hal yang merupakan titik balik radikal dari Hamas dan dapat merupakan sinyal situasi yang sama sekali baru dalam konflik Israel-Palestina. Misalnya bahwa Hamas mendukung tuntutan pembentukan negara Palestina dan mengikuti strategi politik penyelesaian konflik Timur Tengah.
Mashal yang pernah hampir terbunuh dalam sebuah serangan Israel di ibukota Yordania, Amman, melalui pernyataannya itu, pada dasarnya menyetujui penyelesaian dua negara yang dilihat oleh masyarakat internasional sebagai dasar bagi penyelesaian perdamaian. Sebuah negara Palestina dalam "wilayah perbatasan tahun 1967" berarti: berdampingan dengan Israel.
Dengan demikian, Mashal di sini tidak memberlakukan lagi bagian dari Piagam Hamas tahun 1988 yang mencantumkan seruan untuk menghancurkan Israel dan pembentukan sebuah negara Islam.
Justru karena bagian dari naskah itu lah Hamas selama ini dikucilkan dalam kancah politik internasional. Akibatnya, organisasi Islam radikal itu dilihat Eropa dan Amerika Utara sebagai organisasi teroris. Di benua itu maupun di Israel, Hamas nyaris tidak dilibatkan sebagai mitra bicara. Terutama setelah kemenangan Hamas dalam pemilu bulan Januari 2006, kelompok itu berulang kali diminta untuk mengakui hak keberadaan Israel dan menyetujui perundingan perdamaian dengan Israel. Namun Hamas selalu menolak.
Bulan Maret yang baru saja berlalu, Hamas bahkan menuntut Liga Arab untuk membatalkan inisiatif perdamaiannya dengan Israel. Liga Arab kembali mengajukan tawarannya dari tahun 2002 untuk mengakui Israel, bila wilayah yang diduduki sejak tahun 1967 dikembalikan dan Israel menyetujui pembentukan negara Palestina.
Wawancara dengan Khaled Mashal itu bisa berarti titik balik yang sejak lama didambakan. Jika Hamas benar-benar dapat menerima hak keberadaan Israel, maka kelompok ini dapat dan harus dilibatkan dalam perundingan perdamaian. Sudah tentu ada beberapa masalah yang harus diselesaikan. Kekerasan harus diakhiri dan dua masalah yang tampaknya tak terpecahkan juga harus dibereskan, yakni menyangkut hak pemulangan kembali semua pengungsi Palestina, termasuk ke wilayah negara Israel dan soal status masa depan Yerusalem.
Dalam kedua butir permasalahan itu, Israel dan bahkan Presiden Palestina Mahmoud Abbas dari kelompok Fatah, tidak juga dapat menemukan kesepakatan. Namun, walaupun demikian, perundingan terus dilangsungkan, padahal hingga kini kemajuan besar belum tercapai.
Yang penting saat ini adalah bahwa Hamas menunjukkan kesediaan untuk berdamai dengan Israel. Khaled Mashal mungkin telah mengawali langkah ini dalam wawancaranya di sebuah harian penting Palestina itu. Jika kata-kata Mashal tersebut sungguh-sungguh, dunia, terutama Israel juga harus mengubah langkahnya. (cs)