Taman Nasional Jadi Tempat Bernaung Gorila
25 September 2021Gorila bernama Monsieur Bonne Année hidup bersama enam anggota keluarganya di Kahuzi-Biega National Park, di Republik Demokrasi Kongo. Mereka tidak takut, jika didekati manusia.
Gorila dataran rendah di kawasan timur ini jadi atraksi turisme sejak puluhan taun lalu. Sumber pemasukan utama taman suaka ini adalah donasi, kemudian dari tiket masuk. Satu orang turis asing harus membayar 400 US Dolar. Akibat pandemi corona, saat ini tidak ada satupun pengunjung datang. Tapi para “rangers” tetap melakukan patroli.
Mereka tetap ingin melacak jejak gorilla, dan biasanya mereka tahu, di mana primataitu berada, walaupun taman nasional Kahuzi-Biega amat luas, yaitu sekitar enam ribu kilometer persegi.
Kumpulkan data untuk riset ilmiah
Lambert Mongane, yang bekerja sebagai kepala pemandu turis menjelaskan, untuk setiap keluarga gorilla ada perangkat GPS. ”Jika kami masuk hutan, dan mengecek hewan ini, kami juga mengumpulkan data,” kata Lambert Mongane, dan menambahkan, jika menemukan simpanse, mereka mencatatnya. Jika menemukan bukti aktivitas ilegal, seperti perangkap, mereka bongkar dan catat koordinatnya.
Data digunakan untuk riset ilmiah. Jumlah gorila dataran rendah di kawasan ini berkurang hampir separuhnya dalam tiga dekade terakhir. Taksiran peneliti, sekarang jumlahnya tinggal beberapa ribu.
Pemburu ilegal jadi ancaman konstan
Penjaga keamanan hutan bekerjasama dengan pakar primatologi Augustin Basabose. Ia memimpin Primate Expertise, sebuah organsasi nir laba yang mendedikasikan diri pada riset dan konservasi primata. Ia mengatakan, pemburu ilegal dan perangkap yang mereka pasang merupakan ancaman terus-menerus.
Gorila punggung perak Mugaruka adalah salah satu korban perangkap. Ia kehilangan tangan kanannya karena terkena perangkap ketika ia baru berusia empat tahun. “Tapi setelah insiden itu, kita lihat hewan itu di sini, bersama keluarganya,” tutur Basabose.
Para rangers tidak hanya berpatroli di taman suaka untuk mengumpulkan data. Mereka juga melacak pemburu ilegal. Itu sebabnya mereka dipersenjatai.
"Kami punya masalah keamanan di beberapa bagian taman. Pemburu ilegal datang tiap hari, dan penjaga hutan berusaha melacaknya,” tutur De-Dieu Bya'ombe, direktur Congolese Institute for Nature Conservation Site. Ia meambahkan, warga dari komunitas sekitar taman juga kadang-kadang merusak, dengan menebang kayu atau bambu.
Ikut tingkatkan kualitas hidup warga
Taman suaka Kahuzi-Biega adalah situs warisan dunia UNESCO. Tapi wilayah timur Kongo populasinya padat, dan tidak ada kawasan penyangga antara taman dengan desa-desa terdekat. Puluhan ribu warga bermukim dekat hutan. Sebagian bekerja di perkebunan teh atau di taman suaka, tapi kebanyakan adalah petani kecil.
Organisasi nir laba Primate Expertise bekerja bukan hanya untuk menjaga kelestarian gorila, tapi juga meningkatkan kualitas hidup komunitas lokal. Organisasi ini meluncurkan proyek reboisasi kawasan seputar hutan, yang sebelumnya dibabat secara ilegal.
Warga aktif dalam reboisasi
Nsimire M'zakaria, istri kepala desa Pygmy Village, menjelaskan apa yang merek kerjakan, "Kami datang untuk menanam pohon, karena kami tidak ingin ada masalah lagi. Kami harus menanam kembali pohon yang sebelumnya ditebang, karena kami tidak mau lebih lama lagi merusak lingkungan.
Direktur Primate Expertise, Augustin Basabose juga menekankan bahwa bekerjasama erat dengan warga lokal sangat penting. Ia mengharapkan warga akan menjaga lingkungannya seperti halnya mereka menaruh respek pada Mugaruka.
Mugaruka sekarang ini lebih sering terlihat di sekitar perbatasan taman. “Yang membuat kami para ilmuwan dan aktivis pelestarian senang adalah, warga menghargai Mugaruka. Tidak ada yang melempari dengan batu atau mengancamnya, walaupun kami sering melihat gorila ini melintasi ladang warga desa," tutur Basabose.
Sekitar seratus warga desa berpatisiasi dalam proyek penghutanan kembali. Sebuah proyek yang membantu menjaga kelestarian hutan untuk tujuan baik, bagi gorila maupun populasi lokal. (ml/yp)