Tembakan Gencar Hujani Kamp Nahr al-Bared di Libanon
2 Juni 2007
Sejak pertempuran meletus pada 20 Mei yang lalu, sekitar delapan puluh orang tewas, termasuk 35 tentara.
Pasukan Libanon Jumat kemarin memberondong kamp yang dijadikan tempat persembunyian kelompok ekstrimis Fatah al-Islam dan menyatakan bahwa itu merupakan balasan atas serangan-serangan kaum ekstrimis sebelumnya. Serangan tersebut adalah aksi terbesar yang dilancarkan ke kamp pengungsi Palestina Nahr a--Bared. Sejak Jumat pagi, sekitar 50 panser tempur dikerahkan untuk mengepung Nahr al-Bared. Aksi militer Libanon itu diartikan sebagai pembersihan kamp tersebut dan mungkin juga untuk meningkatkan tekanan tehadap sekitara 100 sampai 250 pejuang militan Islam yang bersembunyi di kamp itu. Pada hari-hari yang terakhir, berbagai organisasi Palestina berupaya mengadakan perundingan dengan Fatah al-Islam, namun hingga kini tidak berhasil. Memang diketahui bahwa Palestina tidak punya pengaruh yang berarti atas kelompok ekstrimis di kamp tersebut.
Dikatakan bahwa Fatah al-Islam terutama beranggotakan orang Arab dari berbagai negara di Timur tengah yang pada musim gugur tahun lalu mulai menetap di Nahr al-Bared. Dibentuk tahun yang lalu, Fatah al-Islam dinyatakan punya kaitan erat dengan Suriah. Pemimpinnya pernah dipenjara tiga tahun di Suriah. Sedangkan ideologi dari kelompok ekstrimis Sunni ini dapat disamakan dengan kelompok Al Qaida dari Osama bin Laden.
Sheikh Dhaari al-Shalal, pemimpin spiritual kaum Sunni-Salafis Libanon yang radikal, awal pekan ini memperingatkan di Tripoli bahwa konflik itu harus diselesaikan. Jika tidak, maka akan memicu konflik selanjutnya. Menurut Dhaari al-Shalal:
„Jika pertempuran itu berkelanjutan dan pemerintah tidak membasmi kelompok Fatah al-Islam, konflik itu akan merebak ke kamp yang lain. Atau mungkin saja meluas lebih jauh.“
Sejak awal pertempuran diperkirakan sekitar 20. 000 hingga 30. 000 orang melarikan diri dari kamp pengungsi Nahr al-Bared dan mengungsi ke kamp lain. Menurut PBB, secara resmi tercatat sekitar 31. 500 pengungsi Palestina yang tinggal di kamp itu. Dikabarkan bahwa para pengungsi tetap bertahan karena takut rumahnya dijarah jika ditinggalkan. Banyak dari pengungsi tersebut bertahan meskipun tidak ada lagi aliran listrik dan air bersih. Dikhawatirkan, jika keadaan ini terus berlangsung, maka kesengsaraan dan rasa tidak puas pengungsi Palestina dapat disalahgunakan oleh para ekstrimis Fatah al-Islam. Seusai pembicaraannya dengan Perdana Menteri Libanon Fuad Siniora di Beirut, pemimpin organisasi Palestina PLO di Libanon mengatakan bahwa keadaan sekarang sangat rawan.
Di satu sisi pemerintah Libanon mendapat tekanan akibat situasi kemanusiaan yang mengenaskan di kamp Nahr al-Bared. Di sisi lainya, pengungsi yang masih bertahan di kamp itu membawa dilema bagi militer Lebanon, yakni: mereka mungkin saja akan dijadikan sandera oleh kelompok ekstrimis atau jika kamp itu diserbu, maka pertumpahan darah tidak terelakkan. Pemerintah Libanon sebelumnya menyerukan kaum ekstrimis agar menyerahkan diri, karena menurut perjanjian tahun 1969, militer dilarang memasuki kamp itu.