Terbunuhnya Menteri Perindustrian Libanon
24 November 2006Harian Italia Il Messagero berkomentar:
"Ini akan jadi semikin jelas: Timur Tengah yang sudah terinfeksi tidak menuju ke arah penyembuhan, melainkan keadaannya semakin parah. Irak semakin tenggelam di lautan darah dan kekacauan, sementara Afganistan jelas bertambah sering memakai jalan yang sama, dan situasi di Libanon juga bertambah parah. Pembunuhan Menteri Gemayel dan pengunduran diri menteri Hisbullah tidak akan membawa stabilitas di negara tersebut (…) Seruan Iran kepada pemerintah Irak dan Suriah, untuk membangun poros kekuatan baru di wilayah tersebut, memperlihatkan situasi kawasan yang bertambah buruk.“
Sementara itu, harian Spanyol El Mundo berkomentar:
"Dalam pencarian pihak yang bertanggung jawab atas pembunuhan ini, semua pandangan tertuju kepada Suriah, walaupun Damaskus menegaskan, bahwa mereka tidak ada sangkut pautnya dengan tindak kriminal itu. Perdana Menteri Inggris Tony Blair dan Sekjen PBB Kofi Annan ingin melibatkan Suriah dalam usaha pemecahan konflik di Irak dan Timur Tengah. Tetapi seharusnya dunia Barat tidak berbelok dari prinsip-prinsipnya. Damaskus sudah melangkah terlalu jauh dengan permainan gandanya. Eropa dan Amerika Serikat harus berupaya keras agar PBB segera membentuk komisi penyelidikan independen untuk membongkar kasus pembunuhan ini.“
Tema yang sama juga disoroti oleh harian Inggris The Independent. Harian yang terbit di London ini menulis:
“Tidak ada keraguan, bahwa pembunuhan seseorang yang bukan hanya anggota pemerintah, melainkan juga pemimpin komunitas Kristen di negaranya, akan menimbulkan kerugian yang maksimal. Sekarang harus ditakutkan, bahwa dengan ini akan kembali dibuka babak berdarah dalam tragedi Libanon. (…) Blair telah mengatakan dalam reaksi pertamanya, bahwa perdana menteri Libanon sekarang harus lebih didukung – seakan-akan dukungan terbuka dari luar negeri dapat kembali menegakkan rezim yang lemah. Siapa pun yang memberikan perintah untuk membunuh Gemayel mengerti cara melukai Libanon dan menginginkan tatanan baru di wilayah tersebut. Kita cuma bisa berharap, bahwa kekuatan ini tidak dapat berhasil melaksanakan usahanya.“
Harian Tages Anzeiger yang terbit di Jenewa juga mengomentari pembunuhan Gemayel. Harian ini menulis:
"Siapa pun yang membunuh pria berumur 34 tahun ini, kemungkinan bertujuan meningkatkan ketegangan di negara itu. Pertanyaannya adalah, berapa lama lagi sampai tercapainya keretakan dan Libanon, sebuah kesatuan rapuh yang terdiri dari 18 komunitas agama, kembali tenggelam dalam perang saudara. Bagaimana pun perang dengan Israel Agustus lalu telah menggoncang ikatan kekuatan pelik di negeri itu secara berkesinambungan. Kelompok Syiah Hisbullah semakin kuat di konflik ini karena perlawanannya terhadap Israel. Jika pertarungan kekuatan ini dibawa ke jalan, tidak tertutup kemungkinan, bahwa kedua pihak yang keras kepala akan membiarkan senjata berbicara. Dan spiral kekerasan akan kembali mulai berputar, seperti di tahun 1975. Mungkin juga pembunuhan Pierre Gemayel ini adalah putaran pertamanya. Kecuali, akal pikiran masih dapat menang di Libanon – sebuah pengalaman bersejarah yang sia-sia.“