Teror Yang Terlupakan di Nigeria
15 Januari 2015Berita menjadi menarik jika itu baru dan relevan. Serangan teror terhadap majalah satir Charlie Hebdo menjadi begitu heboh, karena belum pernah terjadi serangan serupa sebelumnya. Juga jadi relevan bagi Barat, karena terjadi di depan hidung dan sekaligus menjadi serangan terhadap kebebasan berekspresi.
Itu sebabnya, serangan pembunuhan di redaksi Charlie Hebdo dan pengejaran teroris sesudahnya, yang menelan 20 korban jiwa, menjadi berita utama yang menggeser berita lainnya. Itu juga alasan mengapa berita serangan radikal Islamis Boko Haram yang lebih brutal dengan korban lebih banyak di Nigeria menjadi tersisihkan.
Ratusan bahkan diduga hingga 2.000 orang tewas, dua kota hancur dan puluh ribu mengungsi. Naasnya lagi, militer Nigeria merekayasa berita, dengan menyatakan jumlah korban hanya 150 orang. Tidak ada yang tahu persis, berapa jumlah korban tewas.
Kini Amnesty International melansir citra satelit yang membandingkan keadaan sebelum dan sesudah serangan Boko Haram ke kota Baga dan Doron Baga. Skala kerusakan amat mengerikan. Lebih 3.700 bangunan hancur, sebagian besar dibakar. Hampir 60 persen kota Doron Baga rata dengan tanah. Saksi mata melaporkan, mayat yang mulai membusuk bertebaran di berbagai penjuru kota.
Media Barat gencar memberitakan aksi teror milisi Islamis Boko Haram, yang ingin mendirikan negara kekalifatan di Nigeria, saat terjadinya penculikan lebih 200 siswa perempuan tahun 2014. Mereka diancam untuk dipaksa dikawinkan dengan pada jihadis Boko Haram, dijual atau dijadikan budak. Di seluruh dunia digelar kampamye #BringBackOurGirls.
Tapi, sejauh ini negara-negara barat menolak melibatkan diri. Pemerintah Nigeria sejauh ini terlihat tidak terlalu banyak melakukan aksi melawan serangan-serangan bom dan aksi pembunuhan Boko Haram. Kritik bermunculan, yang menuding pemerintah di Abuja korup, tak becus dan tidak mampu.
Pemerintah Nigeria, yang kini tidak bisa lagi menjalankan kebijakan, berharap, Boko Haram, yang aksinya kini meluas ke negara-negara tetangga, suatu saat akan menghentikan serangan. Hal itu tidak akan terjadi. Kita berhadapan dengan kelompok fanatik yang mengobarkan perang terhadap pemerintah Nigeria dan tidak ragu melakukan kejahatan perang.
Di sisi lain, kita di Barat juga jangan lupa, bahwa kita menggunakan alasan kemanusiaan disamping argumen anti terorisme sebagai pembenaran, ketika ikut campur urusan dalam negeri di Afhanistan, Irak dan Libya beberapa tahun silam.
Sebagai jurnalis Barat, setelah berita kejadian di Paris, kita juga harus mengangkat tema Boko Haram dan aksi terornya di Nigeria sebagai agenda utama. Kita juga harus mendiskusikan opsi apa untuk membantu Nigeria dan penentu kebijakan di negara itu, dalam mengatasi kelompok fanatik Islamis yang siap membunuh siapa saja, yang tidak sepaham dalam penafsiran melenceng mereka tentang Islam.
Kita juga harus ingat, respons terhadap pembunuhan teror di Paris mendemonstrasikan, bahwa mayoritas warga Muslim menentang dan mengutuk aksi kekerasan dengan alasan apapun. Ini bukanlah perang sabil antara Barat dengan Islam, seperti yang diharapkan kelompok fanatik yang radikal. Kita memerlukan aksi internasional atas nama kemanusiaan.