Tim SAR Berjibaku Evakuasi Korban Tsunami Palu
30 September 2018Tim penyelamat bergegas mencari korban yang terjebak di antara reruntuhan di Palu, Sulawesi Tengah. Sejumlah titik yang menjadi fokus pencarian di antaranya Hotel Roa-Roa, Mal Ramayana, Restoran Dunia Baru, Pantai Talise dan Perumahan Balaroa. Tim SAR gabungan berharap masih bisa menemukan korban selamat akibat bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi Jumat lalu (28/09).
Di antara reruntuhan hotel bertingkat delapan, Roa-Roa Hotel sempat terdengar suara meminta bantuan hingga Sabtu (29/09). Diperkirakan ada 50 orang terjebak reruntuhan bangunan.
"Kami berupaya sebaik mungkin. Waktu menjadi sangat penting di sini untuk menyelamatkan orang," ungkap Muhammad Syaugi, Kepala Basarnas. "Alat berat masih dalam perjalanan," ungkapnya seperti dikutip dari Associated Press.
Dilaporkan ada 61 warga asing di Palu ketika gempa dan tsunami terjadi, dan sebagian besar dalam kondisi baik. Hanya satu warga Korea Selatan yang diduga masih terjebak di dalam Roa-Roa Hotel, sementara tiga warga Perancis dan Malaysia masih hilang.
Rahmansyah, kepala desa di salah satu desa di Palu menyebutkan 100 hingga 200 orang warganya masih tertimbun reruntuhan. Sebagian besar dapat dievakuasi dari reruntuhan namun 90 orang lainnya dilaporkan masih hilang.
Jumlah korban terus bertambah
Menurut data yang dirilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hari Minggu (30/09) korban meninggal dunia di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengahmencapai 832 orang. Angka ini meningkat drastis dibandingkan sehari pasca terjadinya bencana.
"Jumlah korban jiwa kemungkinan bertambah sebab banyak korban masih tertimbun reruntuhan bangunan dan masih banyak juga daerah belum terjangkau," ungkap Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB seperti dikutip dari Associated Press sambil menambahkan, "Korban banyak dimakamkan secara massal setelah diidentifikasi."
Sutopo mengaku informasi yang terhimpun sejauh ini masih didapat dari Palu sedangkan tiga wilayah lain yang terdampak cukup parah seperti Donggala, Sigi, dan Parigi masih terkendala jalur komunikasi yang putus.
Pemakaman massal
Banyaknya jumlah korban menyebabkan pemakaman massal harus segera disiapkan. Meski demikian jika masih ada warga yang menemukan jenazah anggota keluarganya maka bisa memakamkan sendiri. Pemakaman massal dilakukan karena alasan agama dan kesehatan.
"Ini harus dilakukan pemakaman secepatnya untuk alasan kesehatan, juga alasan agama," ujar Kepala BNPB, Willem Rampangilei. "Ada juga usul dari tokoh agama saat pemakaman harus dipisahkan antara laki-laki dengan perempuan itu secara teknis," katanya menambahkan seperti dikutip dari Detik News.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto pun sudah memastikan lahan pemakaman massal disiapkan di Jl. Garuda, Palu.
"Saya sudah memerintahkan untuk membuat 10x100 meter untuk pemakaman massal. Malam ini (30/09) dikerjakan dengan dibantu oleh basarnas. Mudah-mudahan Senin pagi sudah selesai dan segera kita makamkan," ungkap Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto kepada DW Indonesia.
Tak jauh berbeda dengan proses evakuasi, keterbatasan alat juga menjadi hambatan melakukan penggalian pemakaman massal.
"Kesulitan terbesar saat ini adalah alat berat yang hanya satu. Untuk menggali makam-makam jenazah tersebut. Kita berjuang alot juga untuk proses evakuasi warga... Kami sangat butuh alat berat tersebut," ungkap Muhammad Syaugi, Kabasarnas kepada DW Indonesia.
Presiden Joko Widodo saat mengunjungi Palu menekankan akan segera mengirimkan alat berat dan bantuannya lainnya dari Mamuju dan Gorontalo untuk membantu proses evakuasi terlebih lagi di daerah yang akses jalan dan telekomunikasinya masih terputus.
ts/vlz (ap, detik news, kompas.com)