Tinta Digital Hambat Daur Ulang Kertas
1 Maret 2012Cetak digital modern semakin populer, karena cepat, murah dan warnanya lebih cemerlang. Konsumen bahagia, karena mereka dapat misalnya saja membuat album foto individual. Para pembuat iklan juga senang, karena dapat membuat poster, prospek, katalog dan material iklan lainnya dalam jumlah relatif kecil dengan harga lebih murah. Juga para pelindung lingkungan menyambut baik penggunaan bahan pewarna yang bisa terurai dalam air.
Tapi perusahaan pembuat dan daur ulang kertas mencemaskan teknologi cetak modern itu. Penyebabnya justru tinta berwarna yang larut dalam air. Keunggulan cetak digital yang mula-mula dipandang ramah lingkungan, ternyata jika dipandang lebih jauh, justru tidak mendukung proses daur ulang kertas bekas.
Bagian kecil saja dari produk cetak digital itu, jika tercampur dalam kertas bekas yang akan didaur ulang, dapat menjadi ancaman serius. Demikian laporan perhimpunan riset internasional untuk teknik pemisahan warna-INGEDE. Saat ini sekitar 40 pabrik kertas berhimpun dalam INGEDE, untuk mencari solusi masalah yang ditimbulkan tinta warna digital terhadap daur ulang kertas.
Penyebabnya, kini hasil cetak digital modern itu semakin banyak mendarat di tempat sampah khusus kertas. Keunggulan pewarna berbasis pelarut air, sekaligus juga kelemahannya dalam proses daur ulang kertas bekas.
Setitik warna rusak daur ulang
Prosedur baku dalam daur ulang kertas bekas, adalah memisahkan kertas dari unsur-unsur pewarnanya. Langkah ini disebut “de-inking“. Prosesnya dengan cara mencincang kertasnya menjadi serpihan halus dan merendamnya dalam air yang dibubuhi sabun. Setelah tinta terpisah dari kertas akibat reaksi dengan air sabun, dihembuskan udara dari bawah campuran bubur kertas. Partikel unsur pewarnanya akan naik ke atas permukaan, berupa buih berwarna hitam yang kemudian dipisahkan.
Proses deinking atau pemisahan kertas dengan zat pewarna, berfungsi sempurna pada tinta cetak offset yang tidak larut dalam air. Sebaliknya, zat pewarna printer digital yang larut dalam air, tetap bercampur dengan airnya, dan tidak naik ke permukaan jika dihembus udara dari bawah. Terutama warna kuning dan biru dari tinta printer digital nyaris tidak dapat dipisahkan dari kertas.
Karena air dalam proses itu terus diputar, partikel warna juga tercampur secara merata dalam air. Semakin lama prosesnya dilakukan, semakin besar kemungkinan partikel warna melekat pada serat-serat kertas.
“Akibatnya kertas daur ulang seolah diwarnai menjadi lebih gelap“, kata Axel Fischer, pakar daur ulang hasil cetakan digital dari INGEDE. Kertas daur ulangnya pada suatu waktu akan terlalu kotor, dan tidak dapat diprint lagi, dan akhirnya mendarat di tempat sampah.
Yang paling sulit adalah memisahkan zat warna dari album foto digital. Karena prosesnya juga melibatkan polymer tipis pada kertas. Lapisan warna akan terpisah menjadi gumpalan kenyal berdiameter milimeter. Gumpalan ini tidak bisa disaring, tapi terlalu berat untuk dihembus ke atas oleh udara.
Teknologi pemisahan warna
Sejauh ini dalam daur ulang kertas bekas, hanya ada dua metode yang berbeda untuk memisahkan zat warna dari kertas. Di Eropa kebanyakan digunakan teknik flotasi, dengan cara mendesak naik zat warna ke permukaan bubur kertas. Sementara di Amerika lebih banyak digunakan teknik pencucian bubur kertas.
Kedua teknik itu akan macet, jika bahan baku kertas bekasnya mengandung tinta cetak dari printer digital modern. Karena partikel warna akan berfungsi seperti partikel pencemar yang tersebar di seluruh serat kertasnya.
Industri kertas daur ulang pening karena kertas daur ulang merupakan material penting bagi industri koran dan majalah. Di Jerman, kertas koran saat ini hampir 100 persen berasal dari kertas daur ulang.
Inovasi baru
Produsen tinta cetak digital kini sudah menyadari permasalahan yang muncul. Sejumlah produsen bahkan mempromosikan, sedang berusaha mengatasinya. Gagasan yang dilontarkan adalah, perusahaan daur ulang harus mengubah metode deinking, sesuai dengan perkembangan teknik tinta cetak. Berulang kali ditawarkan solusi yang dikembangkan di laboratorium masing-masing produsen pewarna tinta cetak digital.
Menanggapi berbagai usulan solusi itu, Axel Fischer dari INGEDE mengatakan, metode pemisahan warna di industri daur ulang kertas amat sulit diubah dengan cepat. Karena memerlukan biaya dan usaha amat besar. Kegagalan proses satu persen saja, akan memicu kehilangan bahan mentah dalam jumlah besar, dan tambahan beban sampah.
Karena itu solusinya harus dibalik, yakni perusahaan pembuat bahan pewarna printer digital yang harus mencari tinta baru, yang dapat dipisahkan lebih mudah pada proses deinking. Fischer mengatakan, sejauh ini usulan solusinya sudah diterima oleh sejumlah produsen. Mereka mengembangkan mesin-mesin printer terbaru, yang hasil cetakannya dapat didaur ulang lebih baik.
Brigitte Osterath/Agus Setiawan
Editor : Carissa Paramita