Kritik Tajam terhadap Kuwait Air dari Jerman
28 Maret 2018Kasus bermula tahun 2016, ketika itu seorang penumpang Israel dijadwalkan terbang dengan pesawat Kuwait Airways dari lapangan udara Frankfurt ke Thailand dengan persinggahan di Kuwait. Namun booking dibatalkan oleh Kuwait Airways, ketika perusahaan itu mengetahui kewarganegaraan calon penumpangnya.
Keputusan diambil berdasarkan hukum Kuwait yang berlaku sejak 1964, yang melarang bentuk kesepakatan apapun antara perusahaan-perusahaan Kuwait dan semua warga negara Israel. Sebuah pengadilan di Frankfurt membenarkan langkah yang diambil Kuwait Airways, dan tuntutan yang diajukan warga Israel ditolak November 2017.
Kini Menteri Transportasi Jerman Andreas Scheuer menyerukan pemerintah Jerman untuk menekan Kuwait Airways sebagai reaksi atas langkah perusahaan itu, yang menolak seorang warga negara Israel. Itu disampaikan Scheuer dalam wawancara dengan harian Jerman BILD, Senin, 26 Maret 2018.
Langkah yang "tidak bisa diterima" di Jerman
Oliver Luksic, anggota parlemen dari Partai Liberal Jerman, FDP mengusulkan, jika Kuwait Airways menolak penumpang Israel naik pesawatnya di wilayah Jerman, lapangan udara Frankfurt harus diijinkan untuk menolak pendaratan pesawat Kuwait Airways.
"Tidak bisa diterima sama sekali dan memalukan, bahwa pemerintah Jerman mentolerir diskriminasi yang jelas-jelasan, sementara anggota pemerintah menyerukan pemberantasan anti semitisme dalam pidatonya," demikian Luksic dalam sebuah pernyataan.
Jika pelabuhan udara Frankfurt membatalkan hak mendarat bagi Kuwait Airways, perusahaan pasti akan rugi besar, karena pelabuhan udara besar di Jerman itu jadi gerbang bagi banyak bisnis, dan bukan hanya untuk Jerman, melainkan seluruh Uni Eropa", ujar politisi FDP itu. Luksic menambahkan, Jerman bisa melancarkan tekanan terhadap Kuwait dengan negosiasi ulang kesepakatan perdagangannya dengan negara itu.
Walaupun Kuwait ikut menandatangani Arab Peace Initiative tahun 2002, yang bertujuan untuk menghentikan konflik Arab-Israel, Kuwait tidak punya hubungan diplomatis dengan Israel.
Penulis: Wesley Dockery (ml/as)