Ulama Perempuan Larang Pernikahan Anak
28 April 2017Fatwa yang dikeluarkan para ulama perempuan hari Kamis (27/04) menyebutkan pernikahan anak di bawah umur itu "berbahaya" dan wajib dicegah. "Angka kematian ibu sangat tinggi di Indonesia. Kami sebagai ulama perempuan – dapat mengambil peran dalam mengatasi masalah pernikahan anak," ujar penyelenggara konferensi Ninik Rahayu.
"Ulama perempuan mengetahui isu dan hambatan yang dihadapi kaum perempuan. Kita bisa mengambil tindakan dan tidak hanya menunggu pemerintah untuk melindungi anak-anak ini," ujarnya kepada kantor berita Reuters lewat sambungan telepon dari Cirebon, dimana berlangsungnya kongres ulama perempuan.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan catatan terburuk dalam hal pernikahan anak di bawah umur. Satu dari enam anak perempuan di Indonesia menikah sebelum mereka berusia 18 tahun. Jumlahnya mencapai sekitar 340.000 anak perempuan per tahun. Sementara sekitar 50.000 anak perempun menikah sebelum mereka berusia 15 tahun, demikian menurut badan PBB urusan anak-anak, UNICEF.
Di bawah hukum Indonesia, batas usia minimum pernikahan untuk perempuan adalah 16 tahun, dan 19 tahun bagi pria.
Fatwa berdasar studi
Dalam mengeluarkan fatwa tersebut, para ulama perempuan mengutip beberapa penelitian yang meneliti banyak pengantin anak Indonesia tidak dapat melanjutkan studinya setelah menikah dan setengah dari perkawinan itu berakhir dengan perceraian.
Mereka mendesak pemerintah menaikkan batas usia pernikahan minimum untuk perempuan menjadi 18 tahun. Telah sekian lama para pegiat isu perempuan mengupayakan tuntutan serupa.
Pernikahan dini tidak hanya membuat perempuan berhenti sekolah, namun juga meningkatkan risiko eksploitasi, kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga dan kematian saat persalinan, demikian diungkap para aktivis perempuan.
Diikuti ulama dan tokoh perempuan mancanegara
Sekitar 300 peserta ambil bagian dalam kongres ulama perempuan tersebut, termasuk para ulama dan tokoh perempuan dari Afghanistan, Pakistan dan Malaysia. Konferensi yang berlangsung selama tiga hari ini sebagai pertemuan pertama di dunia.
Kongres tersebut juga mengeluarkan dua fatwa lainnya, di antaranya soal bagaimana mengatasi kerusakan lingkungan dan kekerasan seksual, dan hak asasi manusia.
ap/vlz(rtr)