UU Rantai Pasokan Uni Eropa Akan Perkuat Penegakan HAM?
15 Desember 2023Para negosiator di Parlemen Eropa dan negara-negara Uni Eropa (UE) baru saja sepakat tentang undang-undang rantai pasokan. Tujuannya adalah untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan-perusahaan besar jika mereka mendapat keuntungan dari mempekerjakan buruh anak atau pekerja paksa di luar UE, demikian menurut siaran Parlemen Eropa dan negara-negara UE, Kamis (14/12).
Perusahaan-perusahaan besar juga harus membuat rencana untuk memastikan bahwa model dan strategi bisnis mereka sesuai dengan Perjanjian Paris mengenai perubahan iklim.
Berdasarkan aturan yang ini, perusahaan bertanggung jawab atas rantai bisnisnya, termasuk mitra bisnis perusahaan dan, dalam beberapa kasus, atas aktivitas hilir seperti penjualan maupun proses daur ulang.
Aturan tersebut berlaku bagi perusahaan dengan lebih dari 500 karyawan dan penjualan minimum senilai 150 juta euro. Perusahaan yang tidak berbasis di UE akan juga akan dikenai peraturan ini jika mereka memiliki omset lebih dari 300 juta euro di UE. Komisi UE juga diwajibkan menerbitkan daftar perusahaan non-UE yang terkena dampak.
Direncanakan juga bahwa perusahaan dapat dimintai pertanggungjawaban di pengadilan Eropa jika terjadi pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai pasokan mereka. Namun kesepakatan tersebut masih harus dikonfirmasi oleh Parlemen dan negara-negara UE, dan biasanya hanya tinggal bersifat formalitas.
Jerman perlu pertajam aturan rantai pasukan
Ketua Komite Pasar Internal di Parlemen Uni Eropa, Anna Cavazzini, mengatakan bahwa keputusan ini adalah hari baik bagi hak asasi manusia. Namun ia juga menginginkan aturan yang lebih ketat lagi untuk perlindungan iklim dan lingkungan hidup. Politisi dari Partai Hijau Jerman ini juga menekankan bahwa undang-undang rantai pasokan UE telah melampaui undang-undang Jerman.
Jadi nantinya akan semakin banyak perusahaan yang harus mencatatkan risiko di seluruh rantai pasokan mereka. Undang-Undang Rantai Pasokan UE adalah arahan yang masih harus diterapkan oleh pemerintah federal ke dalam undang-undang nasional. Jerman sendiri telah memberlakukan undang-undang rantai pasokan sejak awal tahun ini.
Profesor hukum Eropa dan perwakilan partai SPD di Uni Eropa, René Repasi, mengatakan bahwa undang-undang tersebut membuat perusahaan Jerman bertanggung jawab atas pelanggaran kewajiban akan prinsip kehati-hatian, yang sejauh ini dikecualikan dalam Undang-Undang Rantai Pasokan Jerman. Karena itu, perusahaan juga dapat dimintai pertanggungjawaban berdasarkan hukum perdata dan tuntutan ganti rugi dapat diajukan.
Para pembuat kebijakan yang juga tergabung dengan serikat pekerja dan perwakilan bisnis telah berulang kali menyatakan kritik terhadap undang-undang tersebut. Mereka khawatir akan ada terlalu banyak birokrasi bagi perusahaan dan kurang menguntungkan mereka bila dibandingkan dengan perusahaan dari negara ketiga yang tidak terpengaruh oleh peraturan itu.
"Hasilnya adalah kompromi yang terburu-buru dan dirancang dengan buruk," kata Rainer Dulger, Presiden Asosiasi Pengusaha (BGA). Dia juga meminta Jerman untuk menolak peraturan ini dan mengatakan potensi terbentuknya monster birokrasi Eropa di masa mendatang.
Bagaimana aturan rantai pasokan di Jerman?
Undang-undang rantai pasokan Jerman saat ini berlaku untuk perusahaan dengan lebih dari 3.000 karyawan. Menurut Kementerian Federal untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (BMZ), sekitar 900 perusahaan terkena dampaknya. Mulai tahun 2024, peraturan ini akan berlaku bagi perusahaan dengan lebih dari 1.000 karyawan.
Perusahaan yang terkena dampak juga harus menganalisis berdasarkan persyaratan Jerman, hal-hal seperti risiko mereka mendapat manfaat dari pelanggaran hak asasi manusia seperti kerja paksa. Jika ada bukti pelanggaran, mereka harus mengambil tindakan "untuk mencegah, menghentikan, atau meminimalkan tingkat pelanggaran tersebut,” menurut undang-undang tersebut.
Semua ini akan dipantau oleh Kantor Federal Ekonomi dan Kontrol Ekspor, yang juga akan menyelidiki pengaduan yang diajukan. Jika Kantor Federal menemukan kelalaian atau pelanggaran, Kantor Federal dapat menjatuhkan denda. Perusahaan yang tidak menaati aturan juga bisa diblokir keikutsertaannya untuk mengikuti kontrak publik.
Menurut angka Kementerian Kerja Sama Ekonomi Jerman (BMZ), hampir 80 juta anak di seluruh dunia terpaksa bekerja dalam kondisi eksploitatif di pabrik tekstil, pertambangan atau perkebunan kopi. "Termasuk untuk produk kami," kata kementerian.
Menurut organisasi nonpemerintah Terre des Hommes, banyak produk yang selama ini mempekerjakan buruh anak, termasuk sektor penjualan bunga, pakaian, komputer, tembakau, kembang api, bola, kosmetik, dan makanan. ae/yf
Jangan lewatkan konten-konten eksklusif yang kami pilih setiap Rabu untuk kamu. Daftarkan e-mail kamu untuk berlangganan Newsletter mingguan Wednesday Bite.