Vaksin Corona Dosis Kedua Diperlambat Bisa Picu Mutasi Virus
13 Januari 2021Kebijakan Inggris memperlambat pemberian dosis kedua vaksin corona, agar makin banyak warga yang mendapat vaksinasi pertama, memicu kecemasan banyak pakar kesehatan. Langkah ini diambil pemerintah di London, karena terbatasnya pasokan vaksin corona dan munculnya varian virus mutasi yang lebih cepat menular.
Skema pemberian vaksin dosis kedua ala Inggris itu dikhawatirkan bisa memicu laju kecepatan mutasi virus corona. "Terdapat kemungkinan, perubahan skema pemberian vaksin dosis kedua semacam itu akan mempertinggi laju mutasi virus. Setelah vaksinasi pertama, jumlah antibodi yang menetralkan virus masih rendah, dan ini bisa memicu infeksi tanpa gejala atau asimptomatik," demikian peringatan Florian Krammer, peneliti vaksin dari Icahn School of Medicine di New York dalam sebuah konferensi pers Science Media Center (SMC).
Dalam kasus semacam itu, ada kemungkinan munculnya varian virus yang mengalami mutasi yang lebih resisten terhadap antibodi yang baru terbentuk. "Sebesar apa risikonya, sangat sulit diprediksi, tapi kemungkinannya relatif tinggi. Terutama jika pada kasus tingginya infeksi pada masyarakat, seperti yang terjadi di Inggris saat ini," kata pakar vaksin Kramer lebih lanjut.
Bisa picu masalah global baru
"Varian virus baru ini akan jadi masalah global. Juga akan jadi masalah pada banyak kandidat vaksin yang saat ini sedang diteliti," demikian peringatan Krammer. Peneliti vaksin dari New York itu menekankan, langkah berisiko tinggi semacam itu seharusnya tidak dilakukan.
Dukungan untuk peringatan risiko mutasi virus semacam itu dilontarkan Hartmut Hengel, pakar virologi di rumah sakit Universitas Freiburg, Jerman. "Kita baru saja mengenal laju kecepatan mutasi virusnya. Jadi tenggat waktu antara pemberian dosis vaksin pertama dan dosis kedua, harus diikuti dengan tegas," ujar Hengel.
Juga komite tetap vaksinasi Jerman (STIKO) menentang praktek penundaan pemberian dosis kedua vaksin corona seperti yang dilakukan pemerintah Inggris. "Dosis kedua vaksin hendaknya diberikan dalam tenggat waktu yang sudah disepakati dalam pertimbangan pemberian izin, saat ini 42 hari," kata komisi vaksinasi itu dalam saran vaksinasi paling anyar.
Lembaga pengawas obat-obatan Eropa (EMA) dan Lembaga pengawas makanan dan obat-obatan AS (FDA) juga merekomendasikan pemberian dua dosis vaksin corona sesuai regulasi yang disepakati saat memberikan izinnya. Disebutkan, penundaan beberapa minggu pemberian dosis kedua vaksin, tidak sesuai dengan riset klinis maupun pertimbangan pemberian izin. Namun ketua grup pakar imunisasi WHO (SAGE), Alejandro Cravioto awal Januari lalu mengatakan kepada para wartawan, dalam kasus tertentu, pemberian dosis kedua vaksin BioNTech/Pfizer bisa ditunda selama beberapa minggu.
Jawatan kesehatan Inggris melontarkan argumen, penundaan pemberian dosis kedua vaksin hingga 12 minggu tidak akan mengurangi keampuhannya. Terlepas dari pro dan kontra, para pakar sepakat, pemberian dosis kedua vaksin mutlak diperlukan, karena vaksinasi kedua akan bertindak seperti "booster" atau pemicu yang merangsang jawaban lebih kuat sistem kekebalan tubuh yang diperlukan melawan virus pemicu Covid-19.
Keampuhan bisa berkurang pada manula?
Penundaan pemberian dosis kedua vaksin corona, menurut para pakar di STIKO pada kondisi tertentu, bisa mengurangi keampuhannya pada warga lanjut usia. "Karena itu komite tetap vaksinasi Jerman memutuskan menentang perubahan skema pemberian vaksin," tegas ketua STIKO Thomas Mertens kepada Science Media Center (SMC).
Mertens mengatakan, jangka waktu untuk memberi keterangan yang bisa dipercaya amat singkat. "Karena itu kita tidak bisa memberikan penjelasan mengenai berapa lama imunitas bertahan, terutama pada manula," papar ketua STIKO itu.
Berdasar pengalaman dengan vaksin-vaksin untuk jenis penyakit lainnya, ada kekahawatiran, setelah vaksinasi dosis pertama, antibodi pada warga lanjut usia bisa dengan cepat menurun kembali.
Wolf Gebhardt (as/yf )