Wakil Presiden AS Kunjungi Israel
8 Maret 2010Wakil Presiden Amerika Serikat Joe Biden adalah pejabat tertinggi negara itu yang berkunjung ke Israel dan Tepi Barat Yordan semenjak Barack Obama terpilih sebagai presiden. Biden akan membicarakan dihidupkannya kembali perundingan perdamaian antara Palestina dan Israel. Selama 14 bulan tidak ada kontak sama sekali antara kedua negara itu. Semenjak Perang Gaza, pemerintah Palestina menolak bernegosiasi dengan Israel. Alasannya, Israel harus terlebih dahulu menghentikan pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat. Tetapi pemerintah Israel tetap tidak bersedia melakukannya.
Kepala juru runding Palestina, Saeb Erekat, mengharapkan pernyataan tegas dari pemerintah Israel. "Pemerintahan Israel seharusnya jangan sampai melewatkan peluang bersejarah ini. Saya khawatir, jika peluang gagal dimanfaatkan karena kegiatan pembangunan Israel, sikap diktator pemerintah Israel dan politiknya, maka seluruh wilayah ini akan jatuh ke tangan kaum ekstrimis, ke lingkaran kekerasan dan kontra-kekerasan." Proses perdamaian tidak bisa berlangsung selamanya. Kini waktunya untuk mengambil keputusan. Demikian tambah Erekat.
Melalui tekanan yang diberikan Amerika Serikat, Palestina bersedia melanjutkan perundingan. Namun dalam bentuk perundingan tidak langsung, dengan Amerika Serikat sebagai perantara, hingga agenda untuk pertemuan langsung selesai disusun. Biden mengatakan, amatlah penting sekali bagi kedua pihak untuk bersikap positif memasuki babak baru perundingan ini. "Jika perundingan mengalami kemajuan, kami percaya, kami akan bisa menjembantani jurang pemisah yang ada dan konflik ini akan terselesaikan." Demikian ujar Biden.
Selasa (09/03) ini, Biden rencananya akan bertemu Presiden Israel Shimon Peres, Perdana Menteri Benyamin Netanyahu dan pemimpin oposisi Tzipi Livni. Netanyahu menyambut kedatangan wakil presiden tersebut. "Joe Biden adalah teman dekat Israel sejak dulu. Ia telah menjadi teman saya selama hampir 30 tahun. Saya yakin, kunjungannya berarti penting bagi kemajuan proses diplomatik. Sekarang pun kemajuannya telah tampak."
Walau pun sebenarnya, Netanyahu lebih memilih perundingan langsung dengan Presiden Otonomi Palestina Mahmud Abbas. Tetapi jika perundingan tidak langsung adalah satu-satunya jalan untuk memulai perundingan, ia pun bersedia. "Kami selalu mengatakan, bahwa kami tidak pernah bertahan dengan satu bentuk tertentu. Jika ini yang harus dilakukan, maka Israel siap. Dunia internasional tahu bahwa negara kami ingin memulai proses perdamaian dan menjalankannya." Tetapi Netanyahu juga menegaskan, ada beberapa syarat yang diajukan Israel. Yerusalem seluruhnya akan tetap menjadi ibukota Israel dan negara Palestina tidak boleh memiliki militer sendiri. Pernyataan keras ini telah dikritik oleh juru penengah Amerika Serikat.
Usai bertemu dengan pihak Israel, hari Rabu (10/03), Wakil Presiden Amerika Serikat Joe Biden akan bertemu dengan Tony Blair, utusan khusus Kuartet Perdamaian Timur Tengah, presiden otonomi Palestina Mahmud Abbas dan Perdana Menetri Salam Fayyad. Media-media di Israel melaporkan, selain membahas masalah perdamaian Palestina - Israel, misi Biden juga untuk meyakinkan Israel untuk tidak menyerang fasilitas nuklir Iran dan memberikan kesempatan kepada Amerika Serikat untuk mengusahakan dijatuhkannya sanksi yang lebih berat terhadap Iran.
Sebastian Engelbrecht/Vidi Legowo-Zipperer
Editor : Agus Setiawan