Wartawan Irak Demonstrasi untuk Kebebasan Pers
14 Agustus 2009"Ya" untuk kebebasan dan "tidak" bagi penekanan pers. Demikian bunyi slogan sekitar 200 wartawan, pengarang dan pedagang buku yang memenuhi jalan Mutanabi di Bagdad. Jalan itu adalah kawasan pusat budaya yang terkemuka di Bagdad. Dan aksi tersebut merupakan demonstrasi pertama yang digelar untuk membela kebebasan pers sejak dijatuhkannya Saddam Hussein.
Di Irak saat ini juga terdapat sensor terhadap buku-buku dan material-material pers yang dipasok dari luar negeri. Para demonstran mengatakan, sekarang harus dilakukan pencegahan bahwa kebebasan pers di negeri ini dibatasi. Achmed Rushdi, seorang wartawan mengemukakan: „Dalam pasal 42 konstitusi Irak tercantum bahwa pers adalah bebas. Kami tidak akan menerima pembatasan apa pun juga. Kami tidak mau dibungkam. Saya tidak akan berdiam diri bila seseorang mematahkan pena saya, apakah itu oleh pemerintah Maliki maupun orang lain."
Rancangan UU ancaman kebebasan pers
Sebuah rancangan undang-undang pengawasan situs internet menjadi pemicu aksi protes tersebut. Dokumen rancangan itu dengan sengaja dirumuskan secara umum dan dengan begitu memberikan ruang gerak untuk melakukan sensor dan larangan. Pengkritik mengatakan, UU itu mengancam kebebasan pers dan juga sama sekali tidak menjamin perlindungan bagi para jurnalis.
Tetapi pemerintah sebaliknya menunjuk bahwa dalam konstitusi juga terdapat larangan publikasi yang membahayakan ketertiban umum atau nilai. Selanjutnya dikatakan, dalam hal ini yang dilarang hanyalah situs internet yang memicu peningkatan pelacuran, pornografi dan terorisme. Jurnalis Achmed Rushdi membantah hal ini: „Tugas saya adalah menyampaikan kebenaran kepada rakyat Irak dan ke seluruh dunia. Apakah ini amoral? Semua orang di Irak mengharapkan kami, para jurnalis untuk memberitakan apa yang terjadi. Mengharapkan bahwa kami memberitakan korupsi, pembunuhan manusia dan mengenai tingkah laku partai-partai politik."
Organisasi "Jurnalis Lintas Batas" juga mengkritik rancangan UU tersebut. Organisasi itu juga mengutarakan kekhawatirannya karena belakangan ini semakin banyak wartawan yang menjadi korban kekerasan.
Negara demokratis seharusnya tidak takut kebebasan pers
Peta media di Irak berubah secara dramatis sejak tahun 2003. Saat ini terdapat sekitar 200 koran dan majalah, 60 stasiun pemancar radio dan 30 stasiun televisi. Namun partai-partai politik kerap menekan dan menggunakan koran atau pun sebuah stasiun pemancar bagi kepentingannya. Pada tahun-tahun terakhir, aparat keamanan Irak berulang kali memukuli wartawan atau menangkapnya dengan tujuan menghambat mereka dalam menjalankan tugasnya.
Tetapi para demonstran di Irak mendapat dukungan dari Sabah al-Saedi, seorang anggota parlemen. Sahedi berbicara tentang upaya menghalangi pembongkaran kasus korupsi yang tidak diinginkan terjadi. Pada saat aksi unjuk rasa di jalan Mutanabi di Bagdad, seorang wakil dari "Pusat Pengamatan Kebebasan Jurnalis" secara tepat mengungkapkan permasalahannya melalui kalimat: "Negara-negara demokratis sedianya tidak takut menghadapi kebebasan pers."
Carsten Kühntopp/Christa Saloh
Editor: Agus Setiawan