Ernest Zacharevic Seniman Pembuat Tanda SOS
16 Maret 2018Seniman jalanan asal Lithuania yang berbasis di Malaysia tersebut memiliki karya jalanan yang mendunia. Ia mengaku proyek "SOS"-nya di Sumatera adalah karya seni terbaik yang pernah ia buat. Dengan skalanya yang besar ia bercerita proses pembuatan tanda "SOS" tersebut. Setelah karyanya tersebut mencuat di media dukungan pun mengalir. Proyek Splash and Burn merupakan kampanye seni untuk menunjukkan keprihatinan atas dampak perkebunan kelapa sawit terhadap komunitas dan spesies langka di nusantara. DW Indonesia berkesempatan melakukan wawancara eksklusif dengan Ernest Zacharevic.
Deutsche Welle (DW): Apa yang melatar belakangi Anda membuat kampanye Splash and Burn? Mengapa melalui media karya seni jalanan?
Ernest Zacharevic: Saya telah membuat karya seni jalanan dalam waktu yang lama. Saya telah menjadi seniman sejak saya kecil. Dan membuat karya jalanan adalah gairah saya dan menjadi karir saya sekarang. Karya seni saya selalu spesifik tentang lingkungan. Tentang orang-orang dan komunitas di sekitar saya. Saya menetap di Malaysia sejak 2010. Dan bila anda tinggal di sini, anda tidak bisa menghindari tema tentang kelapa sawit, karena hal tersebut sangat mengganggu. Khususnya saat krisis pada tahun 2015, saat saya berkunjung ke tiap daerah, permasalahan kelapa sawit menjadi perhatian tiap orang di sini. Dan tiap orang mencari berbagai alasan dan solusi. Semua menyalahkan industri kelapa sawit di Indonesia, Singapura, Malaysia. Mereka saling menyalahkan. Hal tersebut mendorong saya melakukan riset dan sungguh sangat sedikit pengetahuan masyarakat tentang industri kelapa sawit dan politisasinya. Padahal mereka bilang melakukan penelitian. Saya sadar ini bukan kali pertama terjadi. Ini terjadi pada tahun 1997, 2008 dan ini terus terjadi tiap lima sampai 10 tahun.
Dari pengamatan saya lewat penelitian reaksinya selalu sama. Semua orang selalu terkejut dan saling menyalahkan. Setelah masa krisis terlewati mereka seketika melupakannya. Tak ada solusi dan resolusi yang ditawarkan. Saya anggap bahwa hal ini menyedihkan dan aneh. Jadi ide saya adalah untuk membawa permasalahan tersebut menjadi diskusi luas. Tidak menunggu sampai bencana terjadi. Karena saat bencana terjadi semua sudah terlambat untuk didiskusikan. Jadi tema ini muncul saat saya berada di Asia dan saya tidak bisa menghindari problem tersebut. Dan mulai muncul karya seni saya yang bersinggungan dengan hal tersebut. Hal itu juga mendorong saya untuk kembali ke Sumatera saat kedatangan saya pertama kali tahun 2008. Saya tidak bisa melupakan daerah itu dan semua hal yang saya alami setelah penelitian membuat semuanya masuk akal. Karena awalnya saya tidak tahu banyak soal Sumatera. Setelah semuanya saya pelajari membuat saya ingin kembali dan berbuat sesuatu di sana. Saya mulai berkomunikasi dengan masyarakat, LSM, seniman dan komunitas di Sumatera. Semua pihak sangat senang dengan ide saya, membuat kesenian publik di pulau itu, karena belum banyak hal serupa di sana dan seniman cukup dikekang. Tidak banyak kesempatan buat publik mengekspresikan dirinya di ruang publik. Semua elemen mendukung dan kita mulai berhubungan dengan banyak pihak dan akhirnya proyek Splash and Burn dimulai.
DW: Bisa ceritakan proses pembuatan karya seni "SOS" di atas lahan perkebunan sawit tersebut?
Ernest Zacharevic: Inisiatif idenya muncul dua tahun lalu, waktu saya terbang dengan pesawat ke Sumatera dan saya lihat perkebunan sawit yang begitu luas. Mereka tampak seperti titik-titik dan berbaris rapih. Saya ingin mengubah lahan tersebut menjadi kanvas untuk dilukis. Lalu saya mulai berbicang dengan orang-orang. Pada awalnya mereka anggap ide ini terlalu ambisius dan cukup bodoh. Saya tidak tahu apakah proyek tersebut bisa menguntungkan. Karena proyek tersebut membutuhkan banyak tenaga dan pikiran. Saya pikir ide ini akan sia-sia dan bingung akan memulainya dari mana. Namun, saya berkomunikasi dengan Orangutan Information Center (OIC) dan mereka mempelajari protes tentang penggundulan hutan, deforestasi. Mereka pelajari dengan menebang kelapa sawit justru menguntungkan proses forestasi dan ini adalah bagian dari prosesnya. Setelah kami berbincang, ide ini ternyata tidak begitu sulit dan buruk seperti pandangan awal. Setelah perencanaan kami survei tempat mencari lahan mana yang paling cocok dibuat karya seni. Karena biasanya lahan illegal sulit dicari dan dicapai. Mereka tak tertanam dengan rapih dan susah untuk dibuat gambar. Akhirnya desember tahun lalu kami menemukan lahan di daerah Bukit Mas. Pihak OIC menghubungi saya "Hei kami mendapatkannya!". Dalam sebulan kami mematangkan rencana. Kemudian dalam 10 hari kita melakukan pemetaan dan penebangan tanaman. Begitulah kira-kira prosesnya.
DW: Ada respon dari pemerintah atau pihak industri kelapa sawit?
Ernest Zacharevic: Sejauh ini kami belum menerima respon langsung dari pihak industri atau pemerintah. Tapi kami dapat respon dari organisasi lingkungan hidup yang berafiliasi dengan perusahaan kosmetik dan perusahaan kopi. Mereka bersedia untuk memperbaiki kebijakan dan produknya untuk membuat lebih ramah lingkungan. Kami terus dapat berkomunikasi dengan beberapa perusahaan dan institusi. Jadi hal tersebut adalah respon yang sangat baik. Tidak banyak kritik atas hasil karya tersebut. Seperti yang saya sebutkan tadi. Tema insudtri kelapa sawit sudah menjadi permasalahan umum. Pihak industri dan pemerintah sepertinya sepakat akan problema ini dan harus mengambil langkah positif. Semakin tiap orang peduli dan terbuka mereka akan mendapatkan keuntungan. Saya pikir kalangan industri dan pemerintah tidak seharusnya menjadi oposisi proyek ini. Semua orang memiliki kepentingan untuk memperbaiki situasi. Bila anda melihat kebijakan mengenai industri kelapa sawit sekarang sudah banyak perubahan baik. Ini disebabkan banyaknya dukungan.
DW: Namun salah satu karya buatan anda di Medan, Indonesia, yang melukiskan anak-anak dan orang utan di atas becak dirusak orang. Apakah itu bentuk ketidaksukaan beberapa pihak terhadap karya anda?
Ernest Zacharevic: Itu banyak terjadi. Karena karya seni saya di jalanan, di ruang publik. Karya seni jalanan saya sering dirusak, jadi saya tidak terlalu terkejut. Dan Medan adalah tempat yang cukup luar biasa. Tempat yang cukup gila karena banyak hal terjadi, dengan banyaknya warga dan sedikitnya kehadiran polisi dan kamera pengawas. Jadi hal itu sangat lumrah terjadi. Tapi saya sangat senang dengan reaksi warga lokal karena sejak awal kami menyelesaikan karya itu banyak interaksi di media sosial Instagram. Dan juga setelah insiden pengrusakan tersebut mereka bereaksi dan menunjukkan betapa perhatiannya mereka terhadap karya tersebut. Hal itu sangat menyentuh saya, dan saya juga mendapatkan banyak surat, panggilan telepon yang menawarkan bantuan dan menawarkan perbaikan karya saya. Dukungan dari masyarakat Medan sangat menginspirasi dan memberikan harapan untuk kembali lagi ke sana dan membuat karya lagi.
Saya pikir pengrusakan itu bukan hal politis. Sepertinya ini hanya keusilan seseorang. Sejauh ini kami tidak pernah dapat tekanan dari dunia industri atau pemerintah. Karena pendekatan proyek ini adalah untuk menemukan bagaimana kita bisa memiliki industri kelapa sawit yang ramah lingkungan. Saya pikir semua pihak memiliki kepentingan saat ini. Karena banyak orang menginginkan industri kelapa sawit untuk bertahan untuk tetap menguntungkan Indonesia secara ekonomi. Tapi harus ada perkembangan dan juga harus ada perhatian khusus untuk membuat sebuah pendekatan yang menguntungkan semua pihak. Sejauh ini semua pihak mendukung.
DW: Ada rencana lagi untuk membuat karya seni jalanan serupa?
Ernest Zacharevic: Ya tentu saja. Splash and Burn proyek yang sedang berjalan. Kita membangunnya sebagai panggung untuk seniman dan organisasi untuk berkomunikasi dan berkerjasama untuk membuat karya kreatif dari bidang berbeda. Kami merencanakan proyek lagi di tahun ini, persisnya bulan ini di Medan. Kami merencanakan banyak aktifitas beberapa tahun ke depan. Kami berharap proyek ini bertambah besar untuk mengubah sedikit pandangan masyarakat umum. Kita terus berkembang.
Mengapa saya memilih Sumatera karena tidak banyak pilihan dan saya memiliki perasaan yang kuat di sana. Saya sangat mencintai Sumatera sejak pertama datang ke sana. Tapi saya ingin meluaskann hal ini ke Malaysia kita juga belum mencapai pulau Kalimantan karena kesulitan akses secara logistik. Masyarakat Indonesia dan Malaysia sangat mendukung proyek ini. Mereka mengetahui apa yang terjadi. Mereka anggap ini penting untuk masa depan. Tapi saat hal ini dibawa ke daerah lain seperti Cina, Eropa, atau negara-negara yang menjadi konsumen produk kelapa sawit dan memiliki kepentingan besar di industri ini, masyarakatnya sama sekali tidak mengerti permasalahan ini. Jadi kami ingin mendekati organisasi internasional, mungkin di masa yang akan datang kami ingin berkarya dan berkampanye di Eropa dan negara lainnya.
DW: Apa harapan anda dengan adanya proyek Splash and Burn ini?
Ernest Zacharevic: Untuk saya misi kampanye ini untuk mengekspresikan diri. Untuk mengekspresikan ide dan tetap kreatif. Menginspirasi orang lain untuk melakukan hal-hal kreatif. Saya ingin menginspirasi banyak orang apa pun bidang pekerjaannya. Kita harus tetap memiliki perhatian terhadap lingkungan dan alam. Saya harap ini bisa menginspirasi orang untuk berpikir dan melakukan lebih untuk lingkungan. Agar mereka bisa melakukan sedikit riset atas produk yang mereka gunakan dan kebijakan yang mereka jalani. Saya juga ingin mengajak pembuat kebijakan, yaitu pemerintah, khususnya di seluruh dunia tidak hanya di Asia Tenggara karena kebijakan internasional sekarang memiliki dampak besar yang dapat menekan pelaku industri. Saya berharap para pemuda, semua orang kreatif, bisa membuat kebijakan yang baik di masa depan. Agar lebih waspada dan sadar untuk membuat keputusan demi keberlanjutan kehidupan.
yp/hp