Adaptasi Sistem Pendidikan Vokasi Jerman di Indonesia
25 Desember 2017Berdasarkan perkiraan United Nations World Population (UNWP), jumlah penduduk usia produktif Indonesia (15-64 tahun) akan mencapai 200 juta pada tahun 2030. Hasil riset McKinsley Global Institute (MGI) yang diolah dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2016 menunjukkan bahwa pada tahun 2030 Indonesia memiliki kebutuhan tenaga kerja terampil sebanyak 113 juta orang, sementara tenaga terampil Indonesia saat ini baru berjumlah sekitar 57 juta orang.
Keunggulan sistem ganda pendidikan dan pelatihan vokasi Jerman telah sejak lama diakui banyak negara, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, berbagai kerja sama antara Indonesia dan Jerman di bidang pendidikan dan pelatihan vokasi telah berlangsung selama puluhan tahun, setidaknya melalui Indonesian German Institute (IGI) pada tahun 2002 dan juga melalui program Sustainable Economic Development through Technical and Vocational Education and Training (SED-TVET) pada tahun 2010.
Sebagaimana diketahui, salah satu kekuatan perekonomian Jerman selama ini terletak pada industri/usaha ukuran kecil dan menengah yang kuat dengan ditopang ketersediaan tenaga kerja terampil dalam jumlah dan kualitas yang cukup, merata dan terstandarisasi di seluruh Jerman.
Hal ini dapat dicapai secara berkesinambungan karena didukung sistem ganda vokasi (duales system) yang diimplementasikan secara nasional dan merupakan cerita sukses Jerman sekaligus landasan perekonomian Jerman yang solid. Sementara itu, walau banyak pihak di Indonesia telah menerima manfaat dari berbagai kerja sama TVET dengan pihak Jerman, harus diakui bahwa sistem ganda pendidikan/pelatihan vokasi seperti yang diberlakukan di Jerman belum menjadi sesuatu yang baku, apalagi berlaku nasional di Indonesia. Berbagai kerja sama masih merupakan upaya individu, sektoral dan regional tertentu yang berjalan sporadis.
Menyaksikan sendiri secara langsung dan semakin memahami keunggulan sistem ganda pendidikan dan pelatihan vokasi Jerman dalam Kunjungan Kerjanya ke Berlin pada 17-18 April 2016, Presiden Joko Widodo - setelah mengunjungi Siemens Profesional Education (SPE) milik perusahaan Siemens AG di Siemensdtadt Berlin - menegaskan perlunya mengkonsolidasi sekaligus mengintensifkan segala upaya mengadaptasi sistem ganda pendidikan dan pelatihan vokasi Jerman, tentu dengan berbagai penyesuaiannya, ke dalam sistem pendidikan dan pelatihan tenaga kerja terampil menjadi bagian yang terintegrasi dalam perekonomian Indonesia.
Kemitraan Indonesia – Jerman di bidang vokasi
Presiden Joko Widodo ingin membawa kemitraan Indonesia – Jerman di bidang pendidikan dan pelatihan vokasi ke jenjang yang lebih tinggi. Untuk itu, Presiden Joko Widodo bersama Kanselir Angela Merkel sepakat untuk memperkuat Jakarta Declaration Tahun 2012 - dokumen resmi kemitraan komprehensif Republik Indonesia dengan Republik Federal Jerman - dengan mengangkat khusus isu TVET (bersama dengan isu kemaritiman dan energi terbarukan) sebagai bidang utama peningkatan kerja sama dan kemitraan antara Indonesia dengan Jerman.
Adapun pertimbangan Presiden RI adalah kesadaran bahwa Indonesia memiliki tantangan dalam merespons bonus demografi yang akan mencapai puncaknya pada 2028-2030. Data BPS/Bappenas/UNFPA mengatakan 68,1% penduduk Indonesia adalah usia produktif (15-64 tahun) atau berdasarkan data United Nations World Population: 69,4% dari total penduduk Indonesia adalah usia produktif.
Dengan asumsi penduduk Indonesia pada tahun 2030 akan mencapai 300 juta orang, maka terdapat sekitar 200 juta penduduk usia produktif. Selain perlunya jumlah lapangan pekerjaan yang cukup, tidak kalah penting adalah upaya menyiapkan kualitas sumber daya manusia yang terampil, berdaya saing tinggi dan mampu memenuhi permintaan pasar tenaga kerja yang tersedia. Tanpa persiapan dini yang sistematis, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, tenaga kerja yang berlimpah tersebut dikuatirkan menyebabkan bonus demografi akan berbalik menjadi beban demografi yang potensial berakibat fatal bagi Indonesia.
Baca juga:
Jerman Siap Bantu Pendidikan Vokasi di Indonesia
Agar bisa mengurangi pengangguran
Pendidikan dan pelatihan vokasi yang dilakukan Indonesia selama ini sebagian besar dilakukanmelalui instansi dan lembaga yang didanai melalui APBN/APBD semata dengan kapasitas (jumlah kursi) yang terbatas. Sebagai akibatnya, sebagian besar angkatan kerja di Indonesia merupakan tenaga kerja yang kurang terampil yang pada akhirnya menemukan sektor informal sebagai katup penyelamat untuk tidak terjerumus pada pengangguran.
Tantangan yang dihadapi Indonesia tidak mudah. Diperlukan perubahan mindset banyak pihak (stakeholders) terkait, terutama yang berhubungan dengan sistem pendekatan dan pandangan atas pendidikan dan pelatihan vokasi yang selama ini telah berlangsung di Indonesia.
Tantangan utama tentunya adalah pada i) bagaimana mengundang pihak swasta untuk terlibat secara aktif; ii) pada umumnya swasta beranggapan bahwa pendidikan dan pelatihan keterampilan merupakan beban biaya perusahaan dan belum memahaminya sebagai investasi yang penting dan menguntungkan bagi perusahaan; iii) masih terdapatnya pandangan bahwa pendidikan dan pelatihan vokasi merupakan bagian dari pendidikan formal yang tanggungjawab tunggal dan mutlaknya ada pada Pemerintah/Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; serta iv) pendekatan sektoral Kementerian/Lembaga, baik di Pusat maupun Daerah, dan pihak swasta serta tumpuan penuh pada anggaran pemerintah (APBN/APBD) juga merupakan tantangan besar dalam mengadaptasi sistem ganda vokasi Jerman di Indonesia secara nasional.
Kondisi ideal mengadaptasi sistem ganda Jerman adalah tentu dengan memberikan landasan hukum yang kuat melalui sebuah Undang-Undang. Dengan mandat dan wewenang yang jelas, berbagai peraturan perundangan lainnya dapat disesuaikan, misalkan dengan memperkuat peran, kapasitas dan kemandirian Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia sebagai sebuah induk organisasi sektor swasta dalam mengundang berbagai industri turut memberikan kontribusi nyata dalam proses pendidikan dan pelatihan vokasi. Selain itu, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu juga melakukan konsolidasi menyeluruh atas segala upaya pendidikan dan pelatihan vokasi yang telah dilakukan, baik melalui politeknik/akademi, sekolah kejuruan, madrasah (MI, MT dan MA), balai kerja/latihan serta pusat pendidikan dan pelatihan yang dikelola tiap Kementerian/Lembaga dan instansi.
Memupuk rasa kepemilikan dan keterlibatan
Berkaitan dengan itu, KBRI Berlin terus mendukung upaya adaptasi sistem pendidikan dan pelatihan vokasi Jerman ke Indonesia dengan i) melakukan pemetaan/pemahaman komprehensif atas pengembangan kerja sama pendidikan dan pelatihan vokasi di Indonesia dengan pihak Jerman; ii) mengundang pihak-pihak terkait memiliki pemahaman yang sama tentang bentuk dan format pendidikan dan pelatihan vokasi yang tepat bagi Indonesia; serta iii) mendukung penguatan koordinasi lintas sektoral di Indonesia.
Secara khusus upaya adaptasi sistem ganda vokasi Jerman di Indonesia perlu menjadi sebuah gerakan nasional yang memberikan rasa kepemilikan dan keterlibatan yang kental kepada seluruh komponen masyarakat (pemangku kepentingan).
Untuk itu, melalui sebuah kegiatan national grand launching sejumlah perusahaan Jerman di Indonesia yang selama ini telah sukses melakukan adaptasi pendidikan dan pelatihan vokasi di Indonesia sebagaimana pada perusahaan induknya di Jerman, dapat dijadikan pilot project atau teladan dan perintis (lead by example) untuk direplikasi pihak-pihak lainnya ke sektor, kawasan serta bidang vokasi lainnya.
Penulis:
Duta Besar RI, Dr. Ing. H. Fauzi Bowo (ap/hp)
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWnesia menjadi tanggung jawab penulis.