Agustus, Tenggat Waktu Perekonomian AS
19 Juli 2011Washington menembus plafon utang pada tanggal 16 Mei lalu. Beragam penyesuaian dalam anggaran belanja negara serta penerimaan pajak telah dilakukan. Perekonomian Amerika hanya mampu beroperasi dengan normal hingga 2 Agustus mendatang, menurut perhitungan Kementerian Keuangan Amerika Serikat. Kalangan bisnis global telah memperingatkan kegagalan dalam menaikkan plafon utang Amerika dapat melumpuhkan perekonomian global yang masih merangkak sejak krisis finansial tahun 2008 lalu.
Jika Kongres tidak menyetujui peningkatan plafon utang, Washington tidak dapat lagi menggaji pegawai negeri. Presiden Barack Obama bahkan menyebut awal Agustus sebagai kiamatnya perekonomian Amerika. "Kami kehabisan waktu," tegas Obama.
Demokrat dan Republik adu argumen
Negosiasi alot di parlemen Amerika menjadi momok masalah. Bukan hanya mengenai plafon utang, namun juga anggaran belanja negara di masa mendatang. Kedua pihak bersikukuh memperjuangkan kepentingan politik masing-masing. Dua pekan menuju tenggat waktu, masih belum ada tanda-tanda kompromi.
Presiden Obama mendesak peningkatan pajak bagi warga kelas atas sebagai salah satu solusi, sementara Partai Republik berpendapat lain. Seperti diungkapkan Michele Bachmann, kandidat calon presiden Partai Republik pada pemilihan umum 2012, "Saya menentang naiknya plafon utang. Warga Amerika menilai anggaran belanja yang berlebihan dan harus dibatasi."
Menurut ekonom Bruce Stokes, Bachmann termasuk kalangan yang yakin jurang yang dihadapi Amerika tidak dalam, sehingga kalau terjun masih bisa mendarat dengan selamat di dasar jurang. "Lingkup ekonomi maupun politik berpikir semuanya baik-baik saja. Tentu ada kemungkinan mereka benar, tapi peluangnya hanya 1-2 persen," ujar Stokes.
AS harus pertahankan peringkat kredit
Jacob Kirkegaard dari Institut Perekonomian Internasional Peterson menilai negeri Paman Sam tengah berada di ambang krisis ekonomi yang jauh lebih parah dibanding tahun 2008 lalu. "Bahkan kalau utang dilunasi, jika jaring pengaman sosial tidak dibayarkan seperti disebutkan Presiden Obama sebagai konsekuensi yang mungkin terjadi per awal Agustus, atau kasarnya komitmen terhadap warga Amerika tidak dijalani, bukan berarti kiamat namun peringkat kredit Amerika akan diturunkan dari AAA."
Penurunan peringkat akan menyakitkan bagi Amerika Serikat yang saat ini membayar tingkat bunga rendah, setara dengan Jerman di zona Euro. "Masalahnya kalau status itu hilang begitu turun peringkat, sebuah negara harus membayar level bunga permanen yang lebih tinggi. Status itu tidak mudah didapatkan lagi, perlu berdekade lamanya atau bahkan abad," jelas Kirkegaard.
Debat yang tengah berlangsung di Washington saat ini sangat menentukan. Kenaikan tingkat bunga sebesar 1 persen saja, dengan utang Amerika yang begitu tinggi, berarti bunga yang harus dibayarkan pertahun meningkat sebesar 140 miliar Dolar. Jumlah yang kurang lebih sama dengan ongkos perang Irak. Dampak penurunan peringkat kredit juga akan terasa dalam jangka panjang, karena tingkat kepercayaan yang dipertaruhkan. Kirkegaard menegaskan, "Amerika Serikat tidak bangkrut. Kami bukan Yunani. Sistem politik di Amerika yang sayangnya tidak mampu atau tidak mau menggalang dana untuk jenis pemerintahan yang dipilih."
Tingkat kepercayaan asing masih tinggi
Bukan hanya menyangkut politik domestik, namun juga peran global Amerika Serikat. Lembaga pemeringkat kredit Standard & Poor's baru-baru ini mengungkapkan 50 persen kemungkinan menurunkan peringkat kredit Amerika dalam 3 bulan ke depan. Indikasi serupa juga datang dari Moody's.
Kenaikan plafon utang tidak cukup untuk mengembalikan kepercayaan, Washington juga harus membuktikan kemampuan mengurangi utang negara. Penghematan juga harus dilakukan sedikitnya sebesar 2 triliun Dolar dalam periode 10 tahun mendatang.
Resesi di Amerika tentu akan berkonsekuensi global. Meski begitu, direktur IMF Christine Lagarde masih memandang positif perdebatan politik di Washington. "Pada akhirnya warga Amerika yang bertanggung jawab dan bisa diandalkan akan mengambil keputusan yang tepat." Hingga sekarang kalangan investor dan Wall Street juga masih adem ayem. Pertanyaannya, sampai kapan?
Christina Bergmann/Carissa Paramita
Editor: Edith Koesoemawiria