AS Ragukan Niat Suriah
13 September 2013Presiden Rusia Vladimir Putin, Jum'at (13/09/13), menyambut langkah Suriah, menandatangani kesepakatan global anti senjata kimia. Hal itu menandakan niat serius untuk menyelesaikan konflik, ungkapnya. Sambutan serupa dilontarkan banyak kepala pemerintah, termasuk dari Iran dan Cina, yang sejak awal mendukung inisiatif Rusia untuk menghindari serangan militer AS.
Bagai bersekutu dengan Suriah, kedua anggota tetap Dewan Keamanan, Cina dan Rusia berulangkali memblokir serangkaian resolusi PBB yang menekan rejim Assad untuk menghentikan kekerasan yang telah menewaskan lebih 100,000 ribu orang.
Suriah Masuk Konvensi Anti Senjata Kimia
Sehari sebelumnya, Kamis (12/09/13) Duta Besar Suriah di PBB, Bashar al-Ja'afari menyatakan kepada pers di New York, bahwa semua dokumen yang diperlukan untuk itu sudah diserahkan. "Dengan ini babak senjata kimia bisa disebut secara resmi telah berakhir, dan Suriah telah menjadi anggota penuh konvensi tersebut.”
Penandatanganan Konvensi Anti Senjata Kimia merupakan salah satu syarat dari solusi Rusia. Konvensi itu mewajibkan negara anggotanya untuk memusnahkan seluruh arsenal senjata kimianya dalam kurun waktu 30 hari.
Sementara itu di Jenewa, strategi pelaksanaannya dibahas oleh Menlu Rusia Sergei Lavrov, Menlu AS, John Kerry dan Lakhdar Brahimi, utusan khusus PBB dan Liga Arab untuk Suriah. Meski ada kesepakatan, negosiasi berjalan alot.
Tetap Ada Konsekuensi
Brahimi mendesak agar kembali digelar perundingan internasional untuk mengakhiri pertempuan. Sedangkan Kerry menepis janji Suriah untuk menjalani proses standar dan lambat laun menyerahkan informasi. Bukan senjatanya.
“Menurut hemat kami, ucapan rejim Suriah itu tidak cukup. Ini bukan permainan,” tukas Kerry. Sembari mendesak perlunya konsekuensi bilamana rejim Suriah menyelewengkan aturan, Kerry menegaskan bahwa seluruh arsenal harus diserahkan dalam kurun waktu yang ditetapkan dan bisa diverifikasi.
Di pihak lain, Rusia berkeras bahwa prosesnya harus berjalan sesuai peraturan yang ditetapkan Organisai untuk Pelarangan senjata Kimia. “Kami beranjak dari fakta bahwa penyelesaian persoalan ini akan menafikan alasan untuk menyerang Suriah dan saya meyakini bahwa rekan Amerika kami, seperti dikatakan Presiden Obama, mengutamakan jalan damai untuk menyelesaikan konflik Suriah," ungkap Lavrov.
Secara terpisah, para pakar tehnik membahas rincian jadwal untuk menginventarisasi, karantina kemudian memusnahkan arsenal senjata itu.
Namun membarengi diplomasi ini, terbersit berita bahwa dinas rahasia AS, CIA, telah mempersenjatai oposisi Suriah dengan senapan ringan dan kecil beberapa mingu terakhir ini. Jurubicara Gedung Putih, Bernadette Meehan mengaku tak bisa merinci bantuan yang diberikan, namun menyatakan bahwa bantuan diberikan baik kepada oposisi politik maupun militer.
Oposisi Tuntut Pengadilan
Ketua Majelis Militer Pasukan Pembebasan Suriah, FSA, Salim Idriss, mengecam inisiatif Rusia. Dikatakannya, kepercayaan pada masyarakat internasional bakal menguap, apabila konsekuensi dari kejahatan rejim Assad terbatas pada pengawasan internasional atas senjata kimianya. Idriss menuntut, pelaku serangan senjata kimia itu digiring ke Mahkamah Internasional.
Sementara itu harian AS "Wall Street Journal" yang mengutip sumber pemerintah AS dan Timur Tengah, memberitakan bahwa rejim Assad kini menyimpan arsenal senjata kimia itu di sedikitnya 50 lokasi, juga amunisi pasukan khusus sudah mulai dipindahkan ke lokasi lain.
ek/hp (ape, afp, dpa, rtre)