AS Ringankan Sanksi Myanmar
5 April 2012Rabu (4/4), pemerintah Amerika Serikat mengumumkan akan meringankan beberapa dari sanksi terberatnya bagi Myanmar sebagai respon atas transisi negara itu menuju demokrasi setelah berpuluh-puluh tahun berada di bawah kekuasaan militer.
Menteri luar negeri Amerika Serikat Hillary Clinton mengatakan, AS akan melonggarkan pembatasan yang mencegah perusahaan Amerika untuk berinvestasi dan menyediakan layanan keuangan bagi Myanmar. Namun, Clinton menambahkan proses peringanan sanksi akan berjalan secara perlahan, mengingat jalan menuju reformasi "masih panjang". Selain itu, setelah absen selama dua dekade, AS juga akan menunjuk seorang duta besar bagi Myanmar. Beberapa pejabat tingi Myanmar juga akan diberikan visa perjalanan untuk memasuki Amerika Serikat.
Jalan panjang menuju reformasi
Clinton menyambut gelombang reformasi yang diterapkan mantan jenderal Presiden Thein Sein. Ia antara lain memerintahkan pembebasan tahanan politik dan menandatangani kesepakatan berdamai dengan kelompok pemberontak.
Pada pemilu hari Minggu lalu (1/4), aktivis Aung San Suu Kyi memenangkan kursi pertamanya di parlemen. Partainya, Liga Nasional bagi Demokrasi (NLD), meraih 43 dari 45 kursi yang diperebutkan.
"Ini langkah penting bagi transformasi negara tersebut," ujar Clinton. "Masih banyak yang harus dilakukan. Namun, kami memberi selamat kepada presiden dan koleganya atas kepemimpinan dan keberanian. Kami juga memberi selamat kepada Aung San Suu Kyi yang terpilih untuk duduk di parlemen."
Tidak ada batas waktu
Beberapa pembatasan tetap diterapkan bagi warga dan lembaga di Myanmar yang menentang kemajuan demokrasi. AS menjatuhkan sanksi bagi Myanmar sejak 1988. Hampir seluruh transaksi komersil Amerika dilarang di Myanmar. Larangan ini mulai diangkat. Namun, Clinton tidak menyebutkan batas waktu. Menurutnya, peringanan layanan keuangan dan larangan investasi adalah "bagian dari usaha untuk membantu menyesuaikan modernisasi perekonomian dan reformasi politik."
Pelonggaran batasan, bisa membuka pintu bagi kelompok bantuan swasta AS dan lembaga non profit untuk membantu penerapan demokrasi, masalah kesehatan dan proyek pendidikan di Myanmar.
Vidi Legowo-Zipperer (rtr, afp)