Biden dan Xi Bertemu di AS, Bahas Ekonomi-Konflik Gaza
16 November 2023Presiden Cina Xi Jinping bertemu dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada hari Rabu (15/11), sebuah pertemuan tatap muka yang jarang terjadi.
Pertemuan pertama kedua pemimpin sejak November 2022 itu diadakan jauh dari lokasi penyelenggaraan KTT APEC di kawasan Filoli, beberapa mil di luar San Francisco, yang dipilih karena keamanan, ketenangan, dan keterpencilannya.
Biden mengatakan tujuan pertemuan itu adalah "untuk memahami satu sama lain.”
"Seperti biasa, diskusi tatap muka tidak tergantikan,” katanya, seraya menambahkan bahwa dia dan Xi "tidak selalu sepakat” (dalam beberapa hal) di masa lalu.
Setelah pertemuan selama empat jam tersebut, Biden mengatakan pembicaraan dengan Xi telah mencapai "kemajuan yang nyata.”
"Saya menghargai pembicaraan saya hari ini dengan Presiden Xi,” kata Biden di media sosial X. "Dan hari ini, kami membuat kemajuan nyata.”
Saat ditanya pada konferensi pers apakah Biden yakin Xi adalah seorang diktator, dia menjawab: "Ya, maksud saya, dia adalah seorang diktator dalam artian dia adalah orang yang menjalankan sebuah negara, negara komunis, yang berbasis pada bentuk pemerintahan yang sama sekali berbeda dari kita."
Sebelumnya pada awal tahun ini, Biden pernah melontarkan komentar serupa hingga memicu reaksi keras dari Beijing.
Perang Israel-Hamas turut jadi pembahasan
Salah satu topik yang menjadi pembahasan Biden dan Xi adalah krisis yang sedang terjadi di Timur Tengah.
Menurut keterangan seorang pejabat senior AS kepada wartawan, Biden telah meminta Cina untuk "membujuk" Iran agar tidak mengambil tindakan yang dianggap provokatif.
Terkait hal ini, para pejabat Cina dilaporkan mengatakan kepada pejabat AS bahwa mereka telah terlibat dalam diskusi dengan Iran mengenai risiko terkait dampak regional dari perang Israel-Hamas di Jalur Gaza.
Selain konflik Israel-Hamas, Biden juga menekan Xi untuk terus menahan dukungan militer terhadap invasi Rusia ke Ukraina.
Biden dan Xi sepakat pulihkan beberapa komunikasi militer
Setelah pertemuan tersebut, Xi dan Biden setuju untuk melanjutkan dialog militer tingkat tinggi atas dasar kesetaraan dan rasa hormat, demikian menurut sebuah pernyataan yang dirilis oleh kantor berita negara Xinhua.
Para pemimpin juga sepakat untuk mengadakan pembicaraan bersama mengenai penggunaan artificial intellegence (AI) atau kecerdasan buatan, serta kelompok kerja sama terkait pemberantasan narkotika, lapor Xinhua.
Saat membuka pertemuan, Biden mengatakan kedua pemimpin harus memastikan bahwa "persaingan tidak mengarah pada konflik.”
Xi kemudian mengatakan kepada Biden bahwa "planet Bumi cukup besar bagi kedua negara untuk mencapai kesuksesan.” Dia mengatakan proteksionisme telah membebani perekonomian global.
Xi juga menyebut bahwa Cina tidak berusaha untuk "melampaui atau menggeser Amerika Serikat” dan menekankan bahwa "Amerika Serikat juga tidak boleh membuat rencana untuk menekan dan membendung Cina.”
Taiwan jadi masalah terbesar AS-Cina
Menurut keterangan seorang pejabat senior AS setelah pertemuan, Xi mengatakan kepada Biden bahwa Taiwan adalah masalah terbesar dalam hubungan AS dan Cina.
Pejabat tersebut mengutip perkataan Xi yang mengatakan bahwa Cina lebih memilih untuk melakukan reunifikasi secara damai dengan Taiwan, tetapi kemudian berbicara tentang kondisi di mana kekerasan dapat digunakan.
"Pihak AS harus... berhenti mempersenjatai Taiwan dan mendukung reunifikasi damai Cina,” kata Xi kepada Biden, menurut rilis Kementerian Luar Negeri Cina.
Xi mengisyaratkan bahwa Cina tidak mempersiapkan invasi besar-besaran ke Taiwan, tetapi langkah itu juga tidak mengubah sikap AS, kata pejabat itu.
"Saya tidak akan mengubahnya,” kata Biden. "Itu tidak akan berubah.” Menurut Gedung Putih, Biden menegaskan kembali komitmen kuat AS untuk membela sekutunya di Indo-Pasifik.
Masalah ekonomi
Menurut rilis Beijing tentang pertemuan tersebut, Xi mendesak Biden untuk mencabut sanksi dan mengubah kebijakan mengenai kontrol ekspor untuk peralatan sensitif.
Menghambat kemajuan teknologi Cina tidak lain hanyalah "sebuah langkah untuk membendung pembangunan berkualitas tinggi dan merampas hak rakyat Cina atas pembangunan,” demikian bunyi pernyataan tersebut.
ha/gtp (AP, Reuters, AFP)