Bir Bisa Langka Akibat Perubahan Iklim
21 Oktober 2018Kabar buruk bagi pecinta bir: Perubahan iklim tidak hanya menyebabkan naiknya permukaan laut, angin topan yang lebih kuat, dan kebakaran hutan yang lebih hebat - ini juga bisa mengganggu pasokan bir global.
Ini terjadi karena kemarau dan cuaca panas yang semakin parah dan meluas sehinggaa memicu penurunan hasil panen barley di dunia, bahan utama bir. Hal ini dapat menyebabkan kenaikan harga bir dan penurunan konsumsi bir, demikian hasil studi internasional yang baru dirilis Universitas California, Irvine, dan Universitas East Anglia (UEA) di Inggris.
Membuat orang kaya peduli dengan perubahan iklim
Melalui penelitian ini, para peneliti dari Inggris, Cina, Meksiko dan Amerika Serikat mengidentifikasi peristiwa cuaca ekstrem dan membuat model dampak peristiwa iklim tersebut pada lahan gandum di 34 wilayah di dunia. Mereka ingin mengetahui, dampak pada pasokan dan harga bir di masing-masing wilayah dalam berbagai skenario iklim di masa depan.
"Ini adalah pertama kalinya ini dilakukan," kata koordinator studi dan penulis terkemuka Inggris Dabo Guan kepada DW.
Profesor perubahan iklim di UEA mengatakan mereka ingin penduduk di negara-negara barat dan maju menyadari perubahan iklim akan berdampak serius pada kehidupan pribadi mereka.
"Mereka mungkin tidak menderita kelaparan akibat perubahan iklim seperti penduduk di negara berkembang, tetapi kualitas hidup mereka akan menurun secara serius," tambahnya.
Konsekuensi global
Hasil dari studi terbaru ini mengungkapkan potensi merosotnya produksi rata-rata mulai dari 3 hingga 17 persen, tergantung tingkat keparahan wilayah tersebut.
Dalam kondisi cuaca terparah, hasilnya menunjukkan konsumsi bir global akan menurun 16 persen, atau 29 miliar liter (7,6 miliar galon), yang kira-kira sama dengan jumlah total bir yang dikonsumsi di Amerika Serikat setiap tahunnya.
Dalam skenario yang lebih ringan, studi itu menunjukkan konsumsi bir bisa turun 4 persen, sementara harga bir bisa naik 15 persen.
Di mana bir akan habis?
Negara-negara yang mengonsumsi bir per kapita dalam beberapa tahun terakhir juga akan terkena dampak konsumsi paling besar. Dengan jumlah penduduk 1,4 miliar orang, Cina adalah negara nomor satu yang berdasarkan jumlah volumenya paling banyak mengonsumsi bir. Bila cuaca ekstrem meningkat, maka konsumsi bir di negara tersebut bisa turun 4,34 miliar liter - atau sekitar 10 persen dari konsumsi saat ini.
Di AS, konsumsi bir bisa turun 20 persen, ini artinya beberapa orang Amerika mungkin harus meninggalkan kebiasaannya bermain permainan populer, seperti Beer Pong. Di Jerman, negara yang terkenal lewat bir Pilsner-nya, disebutkan konsumsi bir bisa berkurang sekitar 30 persen. Bila itu terjadi, maka festival bir, Oktoberfest akan sangat berbeda.
Harga naik di negara-negara pencinta bir
Perubahan pasokan barley akan mempengaruhi jumlah yang tersedia di pasaran. Distribusi gandum juga digunakan untuk pakan ternak, sehingga pembuatan bir tergantung pada harga spesifik di suatu daerah.
Negara-negara pecinta bir di Eropa tertentu akan menjadi yang paling terpukul dengan harga tinggi. Ketika cuaca ekstrem terjadi maka rata-rata penurunan pasokan bisa mencapai 27 hingga 38 persen.
"Perubahan yang terjadi relatif, yang terkena dampak paling parah adalah negara Eropa Timur, seperti Estonia, Polandia, dan Republik Ceko. Harga akan meningkat enam atau tujuh kali," kata Guan. "Jadi sebotol bir yang saat ini 70 sen akan berharga $ 3,50." Dalam konversi Rupiah harganya sekitar 61.000 Rupiah.
Meskipun negara Uni Eropa membuat banyak bir, dan banyak warga yang meminum bir, namun mereka tidak banyak menghasilkan gandum berkualitas. Sebagian besar jelai justru diimpor dari negara lain. Ini bisa mengakibatkan penurunan konsumsi bir dari sekitar satu botol per hari menjadi satu botol per minggu per orang.
Mengapa penting?
Perubahan iklim tidak hanya berdampak pada sektor minuman beralkohol, namun mempengaruhi produksi pangan dunia secara umum. Tapi barang mewah, seperti bir, mungkin yang pertama disingkirkan demi mengamankan persediaan makanan. Hal yang sama berlaku untuk barang "mewah" lainnya seperti anggur, teh, kopi, dan cokelat.
"Dengan meningkatnya fenomena cuaca ekstrem, barang-barang mewah akan menjadi sangat mahal atau tidak tersedia sama sekali," kata Guan. "Tentu saja itu tidak membunuhmu," tambahnya. "Tetapi kualitas hidup Anda akan dikompromikan secara serius dan stabilitas sosial akan terancam. Dan mungkin itu akan membuat orang-orang terbangun untuk melakukan sesuatu tentang perubahan iklim sekarang."
(Ed: ts/ml)