Darurat Sampah di Bali Lahirkan Pahlawan Plastik
23 Juli 2018Lima tahun lalu pemandu wisata Wayan Aksara mulai menyadari semakin banyak pelancong yang mengeluhkan tumpukan sampah di pantai Bali. Di rumahnya di kawasan kaum miskin dekat pantai Saba, Aksara pun belakangan ini juga mulai merasakan dampak tumpukan sampah yang dibawa oleh aliran sungai ke pesisir pantai.
"Setiap kali kami berkeliling, tamu-tamu saya mengeluh kenapa pantainya tidak bersih dan banyak sampah plastik," katanya. "Mereka lalu bilang pariwisata di sini tidak berkelanjutan dan bertanya apa yang bisa kita lakukan untuk menanggulanginya?"
Ia pun bergabung dengan komunitas Trash Hero Indonesia yang memiliki 20 cabang di seluruh Nusantara, 12 di antaranya di Bali. Mereka menggunakan media sosial untuk mengorganisir aksi gotong royong membersihkan sampah setiap pekan.
Sampah laut rugikan negara milyaran Dollar
Timbunan limbah plastik yang terseret arus dan mengotori pantai Bali belakangan mulai menyita perhatian masyarakat. Kawasan pesisir Indonesia yang padat penduduk ikut menciptakan "arus sempurna" bagi sampah untuk menyebar, kata Susan Ruffo pakar oseanografi, dari LSM Amerika Serikat, Ocean Conservacy.
Lembaga Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) mencatat pencemaran sampah di laut dan kawasan pantai di Indonesia menimbulkan kerugian senilai US$ 1,3 milyar per tahun untuk sektor pariwisata, perikanan dan perkapalan.
Pantai Saba yang dulunya dipenuhi pohon kelapa, kini nyaris tenggelam di antara tumpukan bungkus pasta gigi, sepatu, botol plastik, sedotan atau bekas bungkus rokok. "Ada masalah gawat sampah plastik di Bali. Kita butuh waktu tapi setidaknya sudah memulai," ujar Aksara. "Hal besar kan dimulai dari yang kecil," imbuhnya lagi.
Pemerintah Indonesia sendiri sudah mencanangkan program penanggulangan sampah plastik sebanyak 70% hingga 2025 senilai US$ 1 milyar. Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, mengaku telah mulai mengembangkan plastik sebagai bahan baku aspal. Proyek percontohan saat ini sedang dilakukan di Bekasi.
Penanganan sampah terpadu
Namun upaya pemerintah RI tersebut belum akan cukup cepat menuntaskan masalah sampah di Bali. "Jika anda menemukan sampah plastik di pantai, maka itu artinya sudah telat," kata Susan Ruffo dari Ocean Conservacy. "Sampah itu tidak seharusnya ada di sana. Bagaimana anda bisa menghentikannya di sumber asalnya? Tidak ada jurus pamungkas atau peluru perak dalam hal ini", tegasnya.
Melacak asal muasal sampah di pantai Bali bukan hal mudah. Namun pakar lingkungan meyakini hingga 80% berasal dari penduduk pulau dewata sendiri. Tidak jarang sampah dari hotel atau desa-desa yang dikumpulkan pemulung dibuang begitu saja ke sungai.
Pemerintah dan penduduk Bali bukan bergeming. Desa Padangtegal di Kecamatan Ubud misalnya telah memiliki sistem swakelola pengelolaan sampah melalui Rumah Kompos. Berbekal enam truk, pengelola menjemput sampah dari hotel-hotel untuk dipilah dan diolah. Kapasitas Rumah Kompos nantinya akan diperbesar dengan bantuan dana dari pemerintah.
Model pendekatan yang lebih modern dilakukan di desa Sanur Kaja di Denpasar, di mana sebuah perusahaan rintisan bernama Gringo mengembangkan aplikasi buat melacak kendaraan pengangkut sampah dan memetakan wilayah pengumpulan. Dengan proses yang lebih efektif, mereka bisa mengumpulkan lebih banyak sampah ketimbang sebelumnya.
"Jika mereka berhenti bekerja selama sepekan, kota ini akan tertimbun sampah dalam waktu kurang dari satu minggu," kata salah seorang pendiri Gringo, Olivier Pouillon. Aplikasi yang dikembangkan Gringo juga menyediakan tabel perkembangan harga limbah plastik di pasaran. "Cara paling cepat menghentikan polusi adalah dengan melacak ke mana sampah pergi dan itulah yang kami lakukan," imbuhnya.
rzn/as (rtr)