1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

130809 Gaza Fatah

13 Agustus 2009

Dari Kongres Fatah di Bethlehem, diharapkan sebuah generasi baru akan menentukan haluan organisasi Palestina itu. Namun politisi Israel tetap memandang keputusan hasil Kongres itu dengan skeptis.

https://p.dw.com/p/J8uX
Gambar simbol pertikaian antara Fatah dan HamasFoto: AP Graphics/DW

Aiman Al-Mossaddar tinggal di dekat Deir Al-Balah, di jalur Gaza. Ia anggota Fatah, berambut pendek, kemeja putih, celana abu-abu. Ia tidak puas dengan hasil Kongres Fatah di Bethlehem.

"Para wakil dari Gaza seharusnya lebih jelas menyampaikan posisi mereka dan kami seharusnya memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pemilihan itu. Karena dalam komisi pusat saat ini, yang betul-betul berasal dari Gaza itu hanya Mohammad Dahlan. Wakil jalur Gaza lainnya dari luar negeri," demikian disampaikan Al-Mossaddar.

Namun Al-Mossaddar yang berusia 45 tahun itu, seperti banyak delegasi Gaza lainnya, tidak bisa menghadiri Kongres di Bethlehem itu. Tak lama sebelum keberangkatannya, organisasi Hamas yang memerintah di Gaza, mengumpulkan semua paspor anggota Fatah. Tindakan itu membunyikan lonceng ancaman dan dianggap provokasi. Meski begitu, sampai kongres usai, para pemimpin Fatah tidak menemukan jawaban untuk mengatasi perpecahan politik yang terjadi.

Wakil Menteri Luar Negeri Hamas Ahmed Yussuf menyebutkan, permasalahan yang menjadi sengketa antara Hamas dan Fatah adalah soal pembagian kerja dalam pemerintahan, militer dan pasukan keamanan dan pemilu. "Bila kedua pihak betul-betul ingin rujuk, maka masalahnya bisa deiselesaikan," tambah Yussuf.

Namun menurut Yusuf, perundingan tetap yang berlangsung di Kairo tidak membawa hasil, karena Fatah dan Hamas lebih sibuk menunjukan berapa banyak pendukung mereka. Selain itu, Hamas kerap membenarkan tindakan mereka terhadap lawan politiknya, dengan alasan brutalitas pemerintahan otonomi di Tepi Barat Yordania.

Yang tampaknya tidak disadari oleh kedua organisasi itu adalah bahwa rakya Gaza sudah berada di ujung batas ketahanannya. Israel masih menutup kawasan itu. Pasar gelap yang berkembang pesat, mempercepat kehancuran masyarakat di Jalur Gaza. Serangan militer Israel Januari lalu, yang menewaskan lebih dari 1400 orang, menambah tegang situasi.

Menurut konsultan Sami Abdel Shafi, konferensi Fatah di Bethlehem tidak memiliki arti bagi penduduk di jalur Gaza. "Tak adanya isyarat jelas dari Kongres itu menimbulkan kekuatiran di Gaza, bahwa tidak ada rencana jelas untuk mendamaikan kedua pihak".

Torsten Teichmann /Edith Koesoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk