Harapan Melalui Sepakbola
10 September 2012Apakah anak-anak miskin punya hak bermain dan menikmati hidup seperti anak-anak kaya? Pertanyaan ini kerap menghantui Vijay Barse, seorang instruktur olahraga Universitas Nagpur. Tahun 2001, ia secara tidak sengaja melihat sekelompok anak-anak dari perkampungan miskin yang bermain sepakbola di lumpur. Mereka menggunakan keranjang sebagai bola.
"Kenapa tidak memberikan anak-anak miskin ini kesempatan untuk berkembang dan membentuk klub sepakbola bagi mereka?", pikir Barse. Di hari itu juga, ia mendatangi 16 perkampungan kumuh dan mengundang anak-anak disana untuk bermain sepakbola. Sejak itu, organisasi "Slum Soccer" atau "sepakbola perkampungan miskin" dilahirkan.
Sebagian anak-anak lahir di rumah bordil
Slum Soccer terbuka bagi anak-anak berusia mulai dari delapan tahun dan juga dewasa, "Kami mulai dengan mengajarkan bahasa sepakbola. Nilai-nilai seperti semangat tim, kejujuran, persahabatan menjadi prioritas", jelas Abhijeer Barse, anak laki-laki sang pendiri organisasi yang kini menjadi pemimpin LSM tersebut.
"Bagi dewasa, kami punya sekolah tambahan. Mereka diberi pendidikan dasar dan dibantu menemukan pekerjaan ringan. Ide utamanya adalah memberi kesibukan dengan pekerjaan dan pengetahuan agar kejahatan sosial berkurang dan masyarakat lebih baik tercipta."
Ada juga latihan rutin untuk meningkatkan kualitas para pemain. Tim telah berpartisipasi dalam berbagai pertandingan nasional dan internasional. Mereka direncanakan untuk mewakili India dalam Homeless World Cup 2012 di Meksiko Oktober tahun ini.
Berbagai rintangan menghambat pekerjaan
Tetapi melatih anak-anak dan membantu mereka mendapat kehidupan yang lebih baik tidaklah semudah bayangan Barse. "Banyak masalahnya. Kadang dengan ketua perkampungan kumuh. Kadang masalah dana."
"Banyak yang bertanya, kenapa anak-anak miskin yang boleh bermain di pertandingan internasional. Sayang memang, di India olahraga dianggap sebagai acara besar dan banyak yang berpendapat olahraga bagi orang miskin adalah buang-buang waktu saja."
Barse bercerita, banyak orangtua anak-anak yang melarang mereka bermain bola. Anak-anak dari keluarga miskin biasanya disuruh bekerja sebagai buruh.
Tapi bagi sebagian anak-anak, kecintaan akan sepakbola lebih besar. Tahun 2008, Homekant Surandase, bergabung dengan Slum Soccer. Kini, ia bekerja sebagai pelatih di organisasi tersebut dan bermain di pertandingan liga negara bagian.