Kapalnya Disita Iran, Korsel Kirimkan Kapal Perang
5 Januari 2021Kapal tanker MT Hankuk Chemi yang membawa 7.200 ton "bahan kimia berbasis minyak” ditahan otoritas Iran atas dugaan pelanggaran batas wilayah dan pencemaran lingkungan, demikian klaim Garda Revolusi. Saat ini kapal tersebut berlabuh di pelabuhan Bandar Abbas.
MT Hankuk Chemi yang membawa 20 orang awak, beberapa diantaranya berasal dari Indonesia, sedang berlayar dari Jubail di Arab Saudi ke Fujairah di Uni Emirat Arab saat disergap militer Iran, Senin (4/1). Semua awak kapal diberitakan berada dalam tahanan aparat keamanan.
Menanggapi insiden tersebut, pemerintah di Seoul bereaksi cepat dengan mengirimkan unit anti bajak laut, Cheonghae, ke Selat Hormuz. Pasukan khusus ini tiba dengan menumpang kapal perusak Coi Young selasa (5/2). Belum jelas misi apa yang diemban pasukan elit anti perompak Korea Selatan tersebut.
Sejauh ini pemerintah di Seoul mengindikasikan akan menggunakan jalur diplomatik guna meluruskan situasi. Kemenlu Korea Selatan sudah menyatakan bakal mengirimkan delegasi ke Iran "sedini mungkin” untuk menegosiasikan pembebasan.
Perusahaan yang mengoperasikan MT Hankuk Chemi, DM Shipping, menolak tuduhan pemerintah Iran bahwa kapalnya melanggar protokol lingkungan. Kepada Reuters, manajemen perusahaan mengatakan awalnya Garda Revolusi mengklaim ingin melakukan pemeriksaan tak terjadwal, namun kemudian memerintahkan kapten kapal mengubah haluan dan melabuh ke pelabuhan Iran.
Setelah kehilangan kontak dengan kapten kapal, perusahaan mengaku menerima alarm anti bajak laut dari MT Hakuk Chemi. Adapun kamera pengawas yang dipasang di atas kapal dimatikan tidak lama setelah kejadian.
Unit Cheonghae sudah bermukim di Teluk Aden sejak tahun 2009 untuk menangkal ancaman bajak laut di kawasan itu. Pasukan berkekuatan 302 orang itu mengoperasikan kapal perusak berbobot 4.500 ton yang memiliki helikopter anti-kapal selam dan tiga kapal cepat, menurut buku putih pertahanan Korsel tahun 2018.
Eskalasi menyusul pembekuan aset?
Insiden di Selat Hormuz terjadi ketika kedua negara sedang bersitegang ihwal aset Iran senilai USD 7 miliar atau setara dengan hampir Rp 140 triliun. Dana hasil penjualan minyak itu diparkir di bank-bank Korsel dan dibekukan menyusul sanksi AS.
Televisi Iran sebelumnya sempat mengabarkan, Wakil Menteri Luar Negeri Korsel Choi Jong-kun dijadwalkan akan menyambangi Teheran pada awal pekan depan buat membahas tuntutan Iran perihal asetnya tersebut. Namun Selasa (5/1) Kemenlu di Seoul mengumumkan "saat ini belum ada kejelasan” terkait lawatan Choi.
Korea Selatan merupakan salah satu pelanggan terbesar pembei minyak dari Iran. Mei 2020 silam, pemerintah di Seoul menunda pembelian minyak Iran setelah ditekan Amerika Serikat.
Abdolnaser Hemmati, Gubernur Bank Sentral Iran, mengklaim dana tersebut dibutuhkan untuk pemulihan pasca pandemi. Hingga pertengahan tahun lalu, Teheran dan Seoul masih menegosiasikan pembelian obat-obatan dan perlengkapan medis bernilai jutaan Dollar.
Pada Desember silam Teheran mengeluhkan gagal mencairkan dana sebesar USD 180 juta di Korea Selatan untuk membeli vaksin Covid-19, lapor Financial Times.
Meski demikian pemerintah di Teheran bersikeras menuntut Seoul, untuk mencairan uangnya yang dibekukan tersebut. Kantor berita Iran, ILNA, menulis Minggu (3/1), kantor Kepresidenan dan Kamar Dagang Iran-Korsel sepakat akan membarter dana tersebut. Produk yang dibutuhkan Iran mencakup bantuan kemanusiaan, produk petrokimia, suku cadang kendaraan dan perlengkapan rumah tangga.
rzn/as (rtr, afp, ft,ilna)