Kemesraan Israel-UEA-Bahrain, Apa Pengaruhnya ke Indonesia?
19 September 2020Awal pekan ini, bertempat di teras Gedung Putih, AS, tiga negara membuka harapan baru dengan meneken kesepakatan normalisai hubungan. Ketiga negara tersebut adalah Israel, Uni Emirat Arab (UEA), dan Bahrain.
Normalisasi hubungan tersebut menjadi momen bersejarah di mana UEA dan Bahrain menjadi negara ketiga dan keempat yang membuka hubungan diplomatik dengan negara yang dipimpin Benjamin Netanyahu ini setelah Mesir dan Jordania.
Indonesia sendiri hingga detik ini enggan membuka hubungan diplomatiknya dengan Israel. Hal ini tidak terlepas dari perjuangan panjang Indonesia dalam membela kemerdekaan Palestina, negara yang diokupasi Israel secara sepihak.
Meski begitu, Indonesia bisa dibilang mempunyai hubungan diplomatik yang baik dengan negara-negara Teluk antara lain dengan UEA dan Bahrain. Namun, apakah kesepakatan normalisasi hubungan ketiga negara akan mempegaruhi hubungan diplomatik Indonesia?
Pakar hubungan internasional dari Universitas Bina Nusantra, Tia Mariatul Kibtiah, menilai normaliasi hubungan tersebut tidak akan mempengaruhi hubungan Indonesia dengan UEA maupun Bahrain, apalagi hingga harus memutuskan hubungan diplomatik. Musababnya, Indonesia dinilai tidak mempunyai kerja sama yang siginifikan dengan negara-negara Teluk, khususnya di sektor ekonomi.
“Kita tidak punya kerja sama baik di bidang investasi, sektor pariwisata, perdagangan dalam hal ini ekspor impor, ataupun pekerja migran yang siginifkan dengan negara-negara Teluk,“ ujar Tia saat dihubungi DW Indonesia, Jumat (18/09) siang.
Tia mengatakan bahwa negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura dinilai lebih memiliki kerja sama eknomi lebih dengan negara-negara Teluk dibandingkan Indonesia.
“Jumlah investasi negara Teluk nilainya sangat minim tapi mereka sering datang, sering berkunjung, menandatangani MoU. Dari zaman pemerintahan SBY, terus Jokowi yang kedatangan Raja Salman, kemarin ada pangeran Qatar juga datang, semua menandatangani sejumlah MoU tapi satu pun yang terealisasi nol, enggak ada,“ katanya.
Meski begitu, ia meyakini bahwa Indonesia tetap akan menjalin hubungan baik dengan UEA dan Bahrain meski mereka telah membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
“Kita punya hubungan bilateral dengan negara-negara Teluk itu tidak pernah ada clash memang dari Indonesia merdeka, bahkan negara-negara Arab yang memproklamirkan mendukung kemerdekaan RI,“ ungkap dosen Universitas Bina Nusantara ini.
'Memperhatikan riak dalam negeri'
Lebih lanjut Tia berpendapat bahwa sikap pemerintah Indonesia dalam menanggapi normalisasi hubungan tersebut akan bergantung kepada kondisi politik domestik.
“Saya melihat apapun yang dilakukan pemerintah Indonesia tentang Israel itu melihat riak di dalam negeri bukan ke politik global, karena politik global tidak ada pengaruhnya sama sekali. Kalau respons masyarakat dingin-dingin saja dengan apa yang mereka (Israel) lakukan ya pemerintah juga tidak akan melakukan apa-apa,“ jelas dosen yang fokus terhadap isu-isu kawasan Timur Tengah ini.
Namun, lain halnya menurut Tia jika hal tersebut menyangkut dengan kepentingan Palestina. Pemerintah dinilai akan cepat dalam bersikap. “Apakah ada protes di PBB, atau misalnya bentuknya adalah protes secara personal, atau melalui OKI (Organisasi Kerja Sama Islam) karena Indonesia mempunyai bargaining position yang sangat kuat di OKI.“
Sementara itu, dalam konferensi pers virtual yang disiarkan Kementerian Luar Negeri Indonesia melalui laman YouTube, Kamis (17/09), juru bicara Kementerian Luar Negeri Indoneisa, Teuku Faizasyah, menegaskan bahwa kesepakatan normalisasi hubungan Israel-UEA-Bahrain tidak akan merubah posisi Indonesia dalam konflik Israel-Palestina.
"Normalisasi hubungan UAE-Israel dan Bahrain-Israel tidak merubah posisi Indonesia tentang Palestina. Bagi indonesia penyelesaian isu Palestina perlu menghormati resolusi DK (Dewan Keamanan) PBB terkait, serta parameter yang disepakati secara internasional termasuk two state solutions," tutur Teuku.
“Kita harus pastikan seluruh inisiatif untuk perdamaian tidak menggagalkan keputusan yang telah dibuat melalui Arab Peace Initiatives dan resolusi Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang terkait,“ lanjutnya.
Menurut mantan Duta Besar RI untuk Kanada ini, saat ini waktunya untuk mempertimbangkan agar kesepakatan Israel-UEA-Bahrain “diarahkan pada upaya untuk memulai kembali proses multilateral yang kredibel.“
Teuku juga mengatakan bahwa Indonesia memahami kesepakatan normalisasi hubungan yang dilakukan oleh UEA dan Bahrain bertujuan menyediakan ruang bagi Palestina dan Israel untuk bernegosiasi dan mengubah pendekatan untuk penyelesaian isu Palestina.
“Namun, efektivitas kesepakatan tersebut sangat bergantung pada komitmen Israel untuk menghormatinya,“ pungkasnya. (rap/vlz)