Kenapa Sebagian Negara Arab Lindungi Israel?
16 April 2024Lebih dari 300 drone dan roket ditembakkan Iran ke arah Israel pada Sabtu (13/4) malam sebagai balas dendam. Serangan udara terhadap kompleks kedutaannya di Damaskus, Suriah, yang diduga dilakukan oleh Israel, merupakan pemicu eskalasi teranyar.
Namun Israel tidak sendirian dalam menghadapi serangan Iran. Militer Amerika Serikat dan Inggris di Timur Tengah, misalnya, secara aktif ikut menembak roket dan drone Iran, ketika kapal perang Prancis berpatroli. Serangan Iran juga ditangkal Yordania yang berada di dalam lintasan terbang drone.
Pemerintah di Amman juga membuka ruang udaranya bagi militer AS dan Israel untuk mencegah masuknya proyektil berhulu ledak ke wilayah Israel.
"Negara teluk, termasuk Arab Saudi, kemungkinan juga berperan secara tidak langsung, karena ikut menampung sistem pertahananan udara, pemantauan dan pesawat tangki bahan bakar yang bersifat vital bagi upaya militer," tulis mingguan Inggris, The Economist.
Penulis Israel, Anshel Pfeffer dan peneliti International Crisis Group, Mairav Zonszein, sontak merayakan kontribusi negara-negara Arab bagi keamanan Israel. Keduanya menilai, kolaborasi pada akhir pekan lalu membuktikan bahwa Arab dan Israel bisa bekerja sama dan Israel tidak sendirian di Timur Tengah.
"Serangan Iran juga membuahkan dukungan internasional bagi Israel, termasuk dari sejumlah negara Arab yang kritis terhadap operasi di Gaza, namun tetap mendukung respons militer Israel terhadap serangan drone," kata Julien Barnes-Dacex, direktur Timur Tengah dan Afrika Utara di Dewan Eropa untuk Relasi Luar Negeri, ECFR, Minggu (14/4).
Jebakan diplomasi di sana-sini
Bagi Yordania, pihaknya tidak sedang membantu Israel, melainkan mempertahankan diri ketika menembak jatuh roket dan drone Iran.
"Sejumlah benda yang memasuki ruang udara kami semalam harus ditembak jatuh karena membahayakan warga di wilayah pemukiman penduduk," tulis pemerintah dalam keterangan persnya. "Sejumlah pecahan proyektil jatuh di wilayah teritorial kami tanpa menyebabkan kerusakan signifikan."
Arab Saudi adalah sekutu AS lain yang harus menyeimbangkan kepentingan sendiri dengan kondisi geopolitik, terutama sejak pecahnya perang di Jalur Gaza.
Negara-negara Teluk sejatinya sedang berada di jalur normalisasi hubungan diplomasi dengan Israel. Namun operasi militer di Jalur Gaza mengendurkan niat para penguasa Arab.
Monarki di Riyadh, misalnya, menyambut desakan gencatan senjata dan bersikap kritis terhadap strategi perang Israel. Namun sejumlah pejabat tinggi tetap mengindikasikan ketertarikan pada perbaikan relasi dengan negeri Yahudi tersebut.
Konflik lama antara Teluk dan Iran
Terlepas dari intervensi militer Saudi untuk Israel pada akhir pekan lalu, monarki di Riyadh punya alasan lain untuk menjatuhkan rudal Iran.
Adalah kelompok "proksi" sokongan Iran yang juga berpartisipasi dalam serangan drone dan roket terhadap Israel. Kelompok-kelompok bersenjata itu mencakup pemberontak Houthi di Yaman, Popular Mobilization Forces di Irak dan Hezbollah di Lebanon. Hamas pun banyak mendapat suplai dari Iran.
Kelompok-kelompok ini menembakkan roket dari Yaman, Suriah dan Irak, sebagai bagian dari serangan Iran. Di Irak, militer AS menembak jatuh sejumlah roket. Adapun Saudi kemungkinan menangkal roket dari Yaman, seperti yang pernah dilakukan pada akhir tahun lalu.
"Bagi aktor regional, terutama Arab Saudi dan Yordania, keputusan mereka menjatuhkan drone Iran adalah melindungi kedaulatan udara di wilayah masing-masing," tulis Masoud Mostajabi, wakil direktur Timur tengah di Dewan Atlantik, wadah pemikir AS, dalam sebuah editorial, Sabtu lalu.
"Namun begitu, jika serangan malam ini bereskalasi menjadi perang terbuka antara Israel dan Iran, aktor-aktor regional yang dianggap melindungi Israel akan mendapati diri dalam bidikan" lanjutnya. (rzn/hp)