Limitarianisme Ekonomi: Haruskan Kekayaan Individu Dibatasi?
6 Oktober 2022Banyak yang mengatakan seseorang tidak akan pernah bisa menjadi terlalu kaya. Namun, meningkatnya kesenjangan ekonomi membuat lebih banyak orang berpikir bahwa anggapan ini salah: sejumlah orang memang terlalu kaya.
Sudah panjang daftar nama ekonom, filsuf, dan pemimpin yang membahas tentang redistribusi kekayaan selama berabad-abad terakhir. Seluruh sistem politik telah dibangun di seputaran gagasan tentang kesetaraan dan berbagi.
Apa itu limitarianisme?
Limitarianisme ekonomi adalah sebuah konsep yang mengeksplorasi gagasan bahwa tidak seorang pun harus menjadi kaya secara berlebihan. Ini berfokus pada bahaya dan risiko yang dapat timbul akibat akumulasi kekayaan terlalu banyak pada satu individu.
Ketika membahas masalah ketimpangan, limitarianisme tidak melihat masalah kemiskinan atau bagaimana caranya meningkatkan kualitas hidup orang miskin. Sebaliknya, limitarianisme berfokus kepada mereka yang memiliki terlalu banyak.
Menempatkan batas maksimum jumlah kekayaan yang dapat dikumpulkan oleh seseorang bukanlah dimaksudkan sebagai hukuman. Idenya adalah untuk mendorong perubahan positif bagi sistem ekonomi dan penduduk secara umum melalui perbaikan sosial. Selain itu, pada titik tertentu "berkelimpahan uang" tidak lagi menambah kesejahteraan atau kemakmuran dalam kehidupan seseorang. Dalam banyak kasus, memiliki beberapa juta dolar dianggap cukup.
Limitarianisme bukanlah sosialisme atau komunisme. Tidak pula menolak akumulasi kekayaan, kepemilikan properti pribadi atau ketidaksetaraan sosial hingga beberapa level. Limitarianisme berpendapat bahwa terkadang, punya harta berlimpah ruah itu terlalu banyak.
Saat ini, ide limitarianisme belum sampai ke tingkat detil dan menyebutkan angka-angka konkret. Jadi, belum ada kesepakatan berapa tepatnya sebuah nilai total akumulasi kekayaan dianggap berlebihan, apakah itu 10 juta, 150 juta, atau bahkan 2 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
Dari mana asal ide tersebut?
Ingrid Robeyns, seorang ahli teori kelahiran Belgia yang bekerja di Universitas Utrecht, Belanda, adalah akademisi yang banyak meneliti gagasan limitarianisme ekonomi. Ia meneliti dan mengajar di departemen filsafat, dengan fokus pada etika, filsafat politik, dan keadilan sosial.
Robeyns pertama kali mempresentasikan gagasan limitarianisme dalam sebuah konferensi tahun 2012. Namun, makalah akademis pertamanya tentang topik tersebut baru muncul beberapa tahun kemudian. Sejak itu, Robeyns tanpa lelah berbicara tentang masalah ini. Ia juga menerbitkan makalah dan menulis sebuah buku. Ide tersebut telah menimbulkan reaksi yang berbeda di seluruh dunia.
"Di Eropa, berdasarkan pengalaman saya, publik berbagi banyak argumen tentang limitarianisme. Tetapi di AS, ini adalah gagasan yang sangat jarang ditemukan dalam diskusi dalam debat arus utama," kata Robeyns kepada DW.
"Bagian dari budaya tradisional Amerika adalah gagasan American Dream - keyakinan bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk menjadi sangat kaya, jika mereka menginginkannya."
Tiap miliarder adalah bukti gagalnya kebijakan?
Teori ini lebih dari sekadar melihat ketimpangan pendapatan. Moralitas adalah inti dari limitarianisme. Secara etis atau moral, kapankah diperlukan adanya campur tangan dalam sistem ekonomi pasar bebas untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan?
Apakah orang-orang kaya menyumbang balik kepada masyarakat dengan berinvestasi dalam peningkatan produktivitas atau apakah mereka hanya berspekulasi atau menguras habis dunia bisnis - atau keseluruhan negara berkembang? Apakah punya 10 mobil benar-benar jauh lebih baik daripada hanya punya dua?
Secara keseluruhan, Robeyns berpendapat bahwa limitarianisme dibangun di atas dua kolom utama: melindungi demokrasi dan mengatasi kebutuhan mendesak yang tidak terpenuhi atau masalah aksi kolektif dalam masyarakat seperti perubahan iklim.
Ditinjau dari segi ketidaksetaraan politik, limitarianisme khawatir bahwa ketidaksetaraan dapat merusak demokrasi. Orang kaya dapat menggunakan uang mereka untuk memengaruhi politisi, menyewa pelobi, dan menggolkan agenda mereka menjadi undang-undang. Jika itu tidak berhasil, mereka dapat memengaruhi opini publik dengan memiliki outlet media atau mendanai think tank.
Kekayaan melimpah bisa ganggu aksi perubahan iklim
Limitarianisme ekonomi juga mengasumsikan bahwa distribusi kekayaan yang lebih merata akan menghasilkan kualitas hidup yang lebih baik di seluruh dunia. Ini bisa membantu mereka yang hidup dalam kemiskinan ekstrem untuk berkembang.
"Jika Anda sudah memiliki 10 juta (dolar), gaya hidup Anda tidak akan banyak bertambah apabila Anda mendapatkan 100.000 dolar lagi. Namun, jika Anda tidak punya kekayaan sama sekali, maka setiap peningkatan adalah signifikan" dan ini berarti lebih sedikit kelaparan dan lebih sedikit anak hidup dalam kemiskinan, menurut Robeyns.
Namun, ini bukan hanya soal kepemilikan uang. Pendukung limitarianisme ekonomi mengatakan bahwa orang-orang superkaya berbahaya bagi lingkungan karena telah menciptakan jejak CO2 yang sangat besar.
"Orang superkaya secara tidak proporsional menyebabkan perubahan iklim karena gaya hidup material mereka jauh lebih melimpah dan investasi mereka berbahaya secara ekologis," kata Robeyns.
"Karena itu, seseorang dapat berargumen bahwa akankah adil menggunakan kelebihan uang mereka untuk mengatasi krisis iklim, daripada membiarkan mereka membangun bunker atau vila mewah di atas gunung untuk pergi dan bersembunyi jika perubahan iklim tidak terkendali dan kerusuhan sipil pecah."
Mengambil sebagian dari kekayaan itu dapat membantu adaptasi iklim. Pemerintah dapat berinvestasi dalam sistem yang dapat melindungi warga dari cuaca ekstrem. Pada saat yang sama, pemerintah juga dapat membangun kapasitas energi terbarukan atau teknologi yang lebih baik.
Kritik mengalir, tapi yang kaya semakin kaya
Beberapa kritikus beranggapan bahwa limitarianisme tidak cukup punya kekuatan karena ini berarti perusahaan juga harus beroperasi di bawah pedoman limitarianisme.
Para filsuf dan ekonom lainnya sangat tidak setuju dengan gagasan membatasi kekayaan. Faktanya, kesempatan untuk menjadi kaya adalah pendorong para pengusaha untuk mengambil risiko, menciptakan sesuatu, dan membawa perubahan.
Selain itu, mereka berpendapat bahwa membatasi kekayaan tidak akan mengakhiri ketidaksetaraan politik. Cara yang lebih baik untuk mencapai lebih banyak kesetaraan adalah sistem pajak progresif.
Namun, tetap saja orang kaya semakin kaya. Daftar miliarder tahun 2022 yang dikeluarkan oleh Forbes menyatakan ada lebih dari 2.600 orang. Bersama-sama mereka menguasai harta senilai 12,7 triliun dolar AS. Jumlah ini memang sedikit lebih rendah daripada tahun sebelumnya. Meskipun demikian, Forbes menemukan bahwa ada lebih dari 1.000 miliarder menjadi lebih kaya lagi bila dibandingkan tahun lalu.
Bisakah batasan kekayaan diterapkan secara realistis?
Robeyns melihat masalah nyata akan penerapan ide-idenya. Pertama, hampir tidak mungkin ada kesepakatan universal tentang definisi "terlalu kaya". Kedua, bahkan jika ada jumlah maksimum yang ditentukan, bagaimana orang nantinya akan benar-benar mengumpulkan kelebihan uang ini?
"Gagasan dapat mengubah sejarah. Ada beberapa yang bisa, ada yang tidak," Robeyns menyimpulkan. Ide-idenya mungkin tidak populer di beberapa bagian dunia, tetapi setidaknya membuat orang-orang kembali berpikir tentang ketidaksetaraan.
"Peran saya sebagai seorang filsuf dan cendekiawan adalah menyajikan argumen-argumen itu. Namun, terserah warga negara dan pemimpin di bidang ekonomi, politik, dan agama dalam mengambil langkah-langkah untuk mewujudkan dunia yang seperti itu."
(ae/yf)