Memperjuangkan Pengakuan atas Islam di Jerman
18 September 2020Para akademisi Islam di Jerman lainnya mengeluhkan meningkatnya permusuhan terhadap muslim dan hambatan dalam pengakuan Islam dalam perundang-undangan di Jerman. Demikian dikutip dari KNA.
Masih ada beberapa hal yang harus dilakukan sehubungan dengan masalah pengakuan tersebut, papar cendekiawan Islam di Göttingen, Riem Spielhaus. Antara lain, meski banyak diupayakan, tetap tidak ada kontak langsung dari pihak muslim. Organisasi Islam juga memiliki sedikit sumber daya keuangan dan manusia dibandingkan dengan agama Kristen Protestan dan Katolik.
Mengutip ucapan bekas presiden Jerman, Christian Wulff pada bulan Oktober 2010: "Islam milik Jerman", banyak hal yang telah terjadi di tingkat federal dan negara bagian, lanjut pakar tersebut. Namun, proses dan negosiasinya mengalami stagnasi sejak tahun 2016, dan dalam beberapa kasus bahkan terjadi kemunduran.
Wulff terus berpegang pada pernyataan itu. "Saya menganggap kalimat itu lebih penting dari sebelumnya," kata Wulff dalam wawancara teranyarnya dengan media EPD , “karena semakin banyak yang melawan keragaman di Republik Jerman yang penuh warna dan hidup berdampingan yang setara dengan minoritas,"tambahnya, padahal, martabat manusia dan kebebasan beragama dijamin dalam undang-undang. "Tak bisa dipungkiri bahwa masjid sudah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari," tandasnya lebih lanjut.
Sementara dilansir dari KNA, cendekiawan muslim, Riem Spielhaus mencatat iklim yang semakin skeptis terhadap agama dan islamofobia di Jerman, membuat kerja sama antaragama semakin sulit. Di sisi lain, perkembangan ekstremisme Islam menghambat iklim positif.
Di beberapa negara bagian diizinkan berhari raya dan salat
Spielhaus menyebut Hamburg dan Bremen sebagai pionir yang positif. Kedua negara bagian tersebut telah menandatangani kontrak dengan organisasi Islam pada tahun 2012 dan 2013 yang mengatur praktik keagamaan. Negara bagian Niedersachsen dan Rheinland-Pfalz ingin mengikuti contoh ini. Namun, negosiasinya masih membeku.
Sehubungan dengan hari libur umum dan salat Jumat bagi umat muslim, ada peraturan di beberapa negara bagian federal seperti Berlin, Hamburg dan Bremen serta Baden-Württemberg yang mengizinkan umat muslim mendapat izin dari tempat pekerjaan, sekolah atau pelatihan.
Pada acara pembukaan Jaringan Kompetensi Islam dan Islamofobia yang berlangsung di Berlin hari Kamis (16/0), ilmuwan komunikasi, Kai Hafez mengatakan bahwa menurut penelitian, satu dari dua orang Jerman memiliki rasa ketidaksukaan terhadap muslim. Mereka kerap ditautkan dengan stereotipterkait kekerasan, penindasan terhadap perempuan dan terorisme. Ekstremis sayap kanan dan Partai AfD telah mengecapnya sebagai "citra musuh yang ganas" dan mempolitisasinya.
Membangun komiteyang terdiri atas para pakar
Sebelumnya, Kelompok Ahli Independen atas Sikap Permusuhan terhadap Muslim (UEM) mengadakan pertemuan pertamanya di Kementerian Dalam Negeri Jerman pada hari Rabu (15/09). Kedua belas anggota kelompok pakar tersebut mewakili "keahlian teknis di bidang ilmu pengetahuan dan penerapannya", jelas kementerian sebagimana dikutip oleh KNA.
Fokus pertemuan tersebut adalah pertukaran pemikiran antara para pakar dengan Sekretaris Negara Kementerian Dalam Negeri Jerman, Markus Kerber.
Komite yang terdiri dari pakar tersebut harus menganalisis manifestasi permusuhan terhadap kaum muslim dan juga meneliti hubungannya dengan berbagai hal di antaranya sikap antisemit, misalnya, guna mengurangi rasa permusuhan ini.
Menteri Dalam Negeri Jerman, Horst Seehofer telah menunjuk anggota komite itu pada tanggal 1 September. Kai Hafez termasuk dalam komite tersebut, bersama cendekiawan Islam, Mathias Rohe dan Yasemin Shooman dari Pusat Penelitian Integrasi dan Migrasi Jerman.
ap/vlz (kna, epd)