Presiden Tunisia Didera Prahara Rasisme Kulit Hitam
10 Maret 2023Kisruh rasialisme di Tunisia enggan mereda. Sebelum Bank Dunia membekukan pertemuan berkala pada Selasa (7/3) lalu, Pantai Gading, Mali, Gabon dan Guinea, sudah lebih dulu menjemput pulang ratusan warga negaranya .
Penyebabnya adalah pidato rasialis oleh Presiden Kais Saied dua pekan silam yang menuduh keberadaan populasi kulit hitam di Tunisia sebagai sebuah "konspirasi kriminal untuk menggeser penduduk Arab Tunisia.”
Menurutnya, warga kulit hitam "tidak punya afiliasi dengan bangsa Arab atau Islam.” Dia mengaku telah memerintahkan jajarannya untuk mengambil "langkah cepat” terhadap mereka yang dituduh ilegal.
Buntutnya, polisi menangkap ratusan migran kulit hitam, termasuk anak-anak dan perempuan. Sebagian mengaku dipukuli, dianiaya atau diusir dari rumah sewa. Mereka dikabarkan terpaksa menginap, antara lain, di halaman kantor organisasi bantuan internasional.
Sebelum pidato Saied pun, warga kulit hitam Afrika sudah sering menjadi korban tindak kebencian rasialis di Tunisia. Presiden Bank Dunia, David Malpass, mengecam pidatonya itu justru semakin menghasut "perundungan bermotifkan ras dan bahkan tindak kekerasan.”
Langkah Bank Dunia menjauh dari Tunisia diambil di tengah krisis ekonomi yang membekap negeri di utara Afrika itu. Saat ini, tingkat inflasi di Tunisia sudah melampaui angka 10 persen, sementara tingkat pengangguran bertengger di kisaran 15 persen.
"Saya adalah putra Afrika”
Respons internasional memaksa Saied meralat ujarannya. Seusai menjamu presiden Guinea-Bissau, Umaro Sissoco Embalo, di Tunisia, Rabu (8/3) kemarin, dia mengatakan dirinya sudah menganggap bangsa kulit hitam Afrika di Tunisia sebagai "saudara,” tuturnya dalam sebuah video yang dirilis kantor kepresidenan.
Dia mengaku pidatonya hanya merujuk kepada penegakan hukum, demi mencegah "munculnya yurisdiksi di luar negara.”
Saied mengecam "komentar jahat” oleh mereka yang "ingin menafsirkan pidato saya sesuai niat mereka yang ingin merugikan Tunisia.”
"Saya adalah putra Afrika dan saya bangga menjadi bangsa Afrika,” imbuhnya.
Pernyataan Saied didukung Embalo yang juga menjabat direktur Masyarakat Ekonomi Afrika Barat (ECOWAS). Menurutnya, tuduhan rasisme terhadap pidato sang presiden berasal dari "kesalahan tafsir.”
Diskriminasi kulit hitam
Henda Chennaoui, pegiat HAM dari Fron Antifasisme Tunisia, mengatakan pandangan rasialis sudah mengakar sejak lama. "Sudah saatnya menerima kenyataan bahwa ada masalah rasisme di negara-negara Arab juga,” kata dia kepada DW.
"Jika Anda mengeluarkan ujaran menghasut di tengah mayarakat yang rasis, Anda bermain dengan api,” timpal Salsabil Chellali, peneliti HAM di Human Rights Watch.
Chennaoui mengaku dirinya mengenal sekitar 30 organisasi lokal dan internasional yang saat ini membantu migran kulit hitam. Mereka antara lain membantu negosiasi dengan pemilik rumah untuk melanjutkan kontrak sewa, atau membelanjakan kebutuhan pangan bagi keluarga yang ketakutan.
Uni Afrika sebelumnya mengutarakan "keterkejutan mendalam dan kekhawatiran,” terhadap pidato Saied, sembari mengimbau negara anggota untuk "menahan diri agar tidak mengutarakan ujaran rasialis yang bisa mencelakakan orang.”
Menurut organisasi bantuan internasional, saat ini diperkirakan antara 21.000 hingga 50.000 migran kulit hitam Afrika bermukim di Tunisia. Sebagian merupakan mahasiswa, adapun sebagian lain bermigrasi sebagai buruh kasar dan menetap tanpa izin tinggal.
rzn/as/pkp (rtr,afp,dw)