Menakar Komitmen Lingkungan Grup Sinarmas
28 Januari 2019Sabtu malam (26/1), taipan Eka Tjipta Widjadja meninggal dunia. Dia mewariskan sebuah perusahaan yang tengah bergulat dengan isu-isu lingkungan, entah itu terkait sawit, konflik agraria, lahan gambut atau industri kayu yang berkelanjutan.
Sinarmas bergerak di berbagai sektor seperti kertas, agrobisnis dan makanan, jasa keuangan, developer dan real estate, telekomunikasi, energi, dan infrastruktur. Berdiri sejak tahun 1962, Sinarmas telah banyak meraih berbagai penghargaan di skala nasional bahkan internasional.
Dalam beberapa tahun terakhir Sinarmas sibuk menggalakkan program-program lingkungan. Melalui anak perusahaannya, Asia Pulp and Paper (APP) dan Sinarmas Agribusiness and Food (SMART) terus giat melakukan berbagai upaya pengendalian lingkungan. Kedua perusahaan menggantungkan produksi mereka terhadap hutan-hutan di Indonesia.
Banyak kontroversi mengiringi perjalanan kedua perusahaan ini. Contohnya pada tahun 2010 silam, LSM Lingkungan Greenpeace menuding Sinarmas Pulp and Paper dan Sinarmas Agribusiness and Food melakukan pengrusakan hutan hujan tropis. Hal ini dilakukan demi meningkatkan produksi tahunan mereka dari sebelumnya 2,6 juta ton per tahun menjadi 17,5 juta ton per tahun. Auditor yang mereka tunjuk saat itu membeberkan fakta bahwa Sinarmas menyalahartikan hasil audit dan melakukan pembukaan lahan tanpa izin.
Beranjak ke tahun 2014, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia menggugat perdata PT. Bumi Mekar Hijau yang disebut-sebut sebagai anak perusahaan Sinarmas APP dengan denda 7,8 triliun rupiah. Hal ini dikarenakan PT. Bumi Mekar Hijau diduga melakukan pembakaran lahan seluas 20 ribu hektar di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.
Ketika itu Singapura memboikot produk-produk dari Sinarmas, induk perusahaan Sinarmas APP, karena dituduh menjadi biang keladi asap yang melayang sampai ke negaranya. Pada Agustus 2016 akhirnya PT. Bumi Mekar Hijau diputus bersalah oleh Pengadilan Tinggi Palembang dan wajib membayar denda sebesar 78,502 miliar rupiah atau hanya satu persen dari gugatan Kementerian KLHK.
Puncaknya Lembaga sertifikasi kayu, Forest Setwardship Council (FSC), menunda rencana kerjasama dengan Sinarmas setelah perusahaan milik Eka Tjipta Widjaja itu ketahuan membabat hutan alami dan berusaha merahasiakan aktivitas tersebut lewat struktur korporasi yang samar.
FSC Perwakilan Indonesia, Hartono Prabowo menjelaskan keputusan ini dilatarbelakangi oleh dugaan keberadaan 20 offshore company yangmemiliki hubungan dengan APP Sinarmas. "Pengakhiran disosiasi APP artinya adalah APP dapat bergabung dengan FSC, sehingga perusahaan dalam kelompok dapat mengikuti proses sertifikasi FSC sesuai kriteria yang berlaku. Untuk penundaan proses rancangan peta jalan ini tidak ada batas waktu, sampai ada penjelasan yang terbuka dari APP," jelas Hartono dilansir CNN Indonesia.
Sementara itu Direktur Sustainability and Stakeholder Engagement Sinarmas APP, Elim Sritaba, mengatakan pihaknya bersedia melanjutkan pembahasan dengan FSC mengenai struktur perusahaan secara komprehensif, seperti yang diminta oleh FSC.
"APP Sinar Mas senantiasa menjunjung transparansi dengan para mitra kami dan akan terus berkomunikasi dengan FSC untuk mengklarifikasi pertanyaan apapun yang mungkin diajukan mengenai komitmen keberlanjutan kami," tandas Elim dilansir CNN Indonesia.
Baca juga : Sinarmas Kehilangan Sertifikat Ramah Lingkungan
Yang paling terbaru yakni Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi padak Oktober 2018 terhadap delapan orang anggota DPRD Kalimantan Tengah yang diduga menerima suap dari PT. Bina Abadi Sawi Pratama (BAP), yang lagi-lagi merupakan anak perusahaan Sinarmas Agribusiness and Food. Mereka menerima suap terkait fungsi pengawasan anggota DPRD Kalteng terhadap pencemaran lingkungan yang dilakukan BAP, yakni pembuangan limbah sawit di Danau Sembulu.
Menurut Edo Rakhman, Juru Kampanye Nasional WALHI, mengatakan hingga saat ini sebenarnya masih banyak pelanggaran - pelanggaran yang dilakukan Sinarmas beserta anak-anak perusahaanya di tingkat lapangan namun tidak terpublikasi kepada publik.
"Saya kira kalau komitmen-komitmen itu hanya untuk meredam pelanggaran-pelanggaran atau kasus-kasus yang terjadi di lapangan. Sebenarnya seberapa bagus mereka melakukan pengelolaan yang namanya industri ekskalatif pasti akan memberikan dampak, dan kemudian yang paling penting sebenarnya konflik-konflik dengan masyarakat yang sebenarnya menurut kami mucul terus dan konfliknya tidak terselesaikan dengan baik," ujarnya saat dihubungi DW Indonesia.
Memperbaiki Kesalahan
Sinarmas mengaku saat ini tengah fokus menerapkan prinsip industri hijau yang berkelanjutan. Diantaranya yakni konservasi hutan yang memiliki stok karbon tinggi, rehabilitasi gambut, kebijakan Zero Burning Policy atau menghindari penggunaan metode pembakaran untuk pembukaan lahan, dan menghindari adanya konflik sosial.
Atas usahanya, pada 12 Desember 2018, dua unit usaha Sinarmas Pulp and Paper yakni PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk – Tangerang Mills dan PT. Ekamas Fortuna diberi penghargaan oleh Kementerian Perindustrian Republik Indonesia dengan Penghargaan Industri Hijau 2018.
Direktur Sinarmas Pulp and Paper, Suhendra Wiriadinata, penerapan prinsip industri hijau merupakah salah satu bentuk komitmen Sinar Mas terhadap praktik bisnis berkelanjutan yang tertuang dalam Sustainability Roadmap Vision 2020.
“Setiap tahun, APP Sinarmas juga rutin membuat Laporan Keberlanjutan yang diaudit oleh pihak ketiga independen, demi memberikan gambaran komprehensif mengenai implementasi program keberlanjutan dalam bisnis perusahaan,” kata Suhendra dilansir dari laman resmi Sinarmas.
Semenjak tahun 2012, Sinarmas diketahui mencanangkan berbagai komitmen-komitmen lingkungan yang komprehensif demi tercapainya visi perusahaan yang berkelanjutan di tahun 2020. Mereka pun mengklaim, progress pengerjaan terhadap visi ini sudah berjalan 50%.
Baca juga : Paludikultur Untuk Pertahankan Lahan di Masa Depan
Edo juga menilai komitmen-komitmen yang diterapkan Sinarmas kini ibarat menebus kesalahan di masa lalu. Ia berharap para penegak hukum tetap konsisten melakukan pengawasan terhadap perusahaan yang didirikan oleh Eka Tjipta Widjadja ini.
"Dalam konteks bisnis itu sah-sah saja mereka lakukan, tetapi dalam konteks bagaimana kita bicara soal kerusakan lingkungan, bagaimana penguasaan ruang, bagaimana soal kerusakan sumber daya alam, bisa kita katakan bahwa sebenarnya untuk mengobati kesalahan mereka. Yang paling penting sebenarnya kita mau sampaikan begini, bisnis silahklan dijalankan tetapi harus adil juga dong misalnya kalau kemudian ada pelanggaran ada kasus yang terjadi khususnya penegak hukum jangan berat sebelah harus secara adil dilakukan," Edo menambahkan.
Selain itu pegiat lingkungan ini juga berpendapat, komitmen-komitmen Sinarmas terhadap isu lingkungan selama ini hanya berlandaskan bisnis semata. "Kalau pun kita melihat saat ini praktik, dan apa yang kemudian saya kaitkan dengan apa rencana kerja pemerintah ke depan saya kira dominasi korporasi tetap pure bisnis kemudian kerusakan dan keadilan ruang untuk rakyat belum akan bisa diwujudkan," ujar Edo sebelum mengakhiri wawancara dengan DW Indonesia.
rap/rzn (dari berbagai sumber)