Saudi akan Buka Toko Miras untuk Konsumsi Diplomat Nonmuslim
25 Januari 2024Arab Saudi berencana untuk mengizinkan penjualan alkohol kepada para diplomat nonmuslim untuk pertama kalinya, demikian informasi dua sumber yang mengetahui rencana tersebut mengatakan kepada AFP pada Rabu (24/01). Langkah ini mengubah aturan ketat terkait aturan minuman keras di negara konservatif itu.
Alkohol "akan dijual kepada para diplomat nonmuslim" yang sebelumnya harus mengimpor alkohol melalui jalur diplomatik atau paket resmi yang disegel, kata salah satu sumber tersebut.
Penjualan akan dilakukan di sebuah toko di kawasan diplomatik Riyadh, sebuah area yang dihuni oleh berbagai perwakilan dari negara lain, di sebelah barat pusat kota, menurut sebuah dokumen yang dilihat oleh AFP.
Akses ke toko tersebut akan dibatasi hanya untuk orang-orang yang mendaftar di aplikasi "Diplo App" dan kuota bulanan juga akan diberlakukan, menurut dokumen tersebut.
Pelarangan alkohol telah menjadi hukum di Arab Saudi sejak 1952, tak lama setelah salah satu putra Raja Abdul Aziz mabuk dan dengan penuh amarah menembak mati seorang diplomat Inggris.
Rumor telah beredar selama bertahun-tahun bahwa alkohol akan dijual di Saudi, di tengah gelombang reformasi sosial yang diperkenalkan sebagai bagian dari agenda Visi 2030 Putra Mahkota Mohammed bin Salman, di antaranya adalah pengenalan bioskop dan festival musik campuran.
Hanya untuk diplomat
Sebuah pernyataan pemerintah Arab Saudi pada hari Rabu (24/01) mengatakan bahwa pihak berwenang memperkenalkan "kerangka kerja peraturan baru untuk melawan perdagangan gelap barang dan produk alkohol yang diterima oleh misi diplomatik."
Pernyataan tersebut juga menambahkan, "Proses baru ini akan fokus pada pengalokasian jumlah tertentu dari barang-barang alkohol ketika memasuki Kerajaan untuk mengakhiri proses yang tidak diatur sebelumnya yang menyebabkan pertukaran barang-barang tersebut yang tidak terkendali di Kerajaan."
Kebijakan ini "akan terus memberikan dan memastikan bahwa semua diplomat dari kedutaan nonmuslim memiliki akses ke produk-produk ini dalam kuota yang ditentukan", katanya.
Akses ke toko di kawasan diplomatik "sangat terbatas hanya untuk nonmuslim", menurut dokumen yang dilihat AFP. "Tidak ada orang di bawah usia 21 tahun yang diizinkan masuk ke dalam toko" dan "pakaian yang pantas diperlukan."
Mereka yang mendaftar dengan aplikasi tersebut tidak dapat mengirim kerabat, supir, asisten, atau kolega untuk menggantikan mereka, katanya. Penggunaan ponsel juga dilarang di dalam toko.
Berdasarkan sistem kuota, mereka yang diizinkan untuk mengakses toko dapat membeli 240 "poin" alkohol per bulan. Satu liter minuman beralkohol bernilai enam poin, satu liter anggur bernilai tiga poin, dan satu liter bir bernilai satu poin.
Pernyataan pemerintah mengindikasikan bahwa tidak banyak yang akan segera berubah bagi sebagian besar dari 32 juta penduduk Arab Saudi, yang hanya memiliki sedikit cara untuk mendapatkan alkohol kecuali jika mereka mau bepergian ke luar negeri.
Selain menghadiri resepsi di kawasan diplomatik, mereka dapat membuat anggur buatan sendiri atau beralih ke pasar gelap, di mana sebotol wiski dapat dijual dengan harga ratusan dolar menjelang hari libur seperti Malam Tahun Baru.
Persaingan regional
Visi 2030 berupaya mengubah pengekspor minyak mentah terbesar di dunia ini menjadi pusat bisnis, pariwisata, dan olahraga, yang menjadi dasar bagi ekonomi pasca-minyak.
Berita hari Rabu (24/01) itu muncul ketika Arab Saudi bersaing dengan negara-negara tetangganya, terutama Dubai di Uni Emirat Arab, untuk mendapatkan investasi asing dan dolar pariwisata.
Bulan ini, misalnya, pihak berwenang menerapkan aturan yang mengharuskan perusahaan multinasional untuk mendirikan kantor pusat regional di Arab Saudi atau kehilangan kontrak pemerintah.
Sementara alkohol tersedia di banyak hotel, restoran, dan bar di Dubai. Di negara tetangga, Qatar, alkohol disajikan di hotel dan restoran berlisensi untuk nonmuslim yang berusia di atas 21 tahun.
Namun, karena alkohol dilarang dalam Islam, masalah ini tetap menjadi sangat sensitif di negara yang menjadi rumah bagi situs-situs tersuci agama ini, yakni di Kota Mekah dan Madinah.
Di bawah hukum Saudi, hukuman untuk konsumsi atau kepemilikan alkohol dapat berupa denda, hukuman penjara, hukuman cambuk di depan umum, dan deportasi bagi orang asing yang tidak memiliki izin.
Para pejabat Saudi menampik adanya perubahan kebijakan besar.
"Jawaban singkatnya adalah, kami akan melanjutkan undang-undang kami saat ini," kata Wakil Menteri Pariwisata Putri Haifa Al Saud ketika ditanya secara langsung tentang masalah ini di Forum Ekonomi Dunia di Davos pada tahun 2022. bh/ha (AFP)
Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!