Suu Kyi Desak AS Hapus Sanksi Myanmar
19 September 2012Peraih penghargaan Nobel perdamaian ini mendapat medali emas dari Kongres AS tahun 2008, saat menjadi tahanan rumah selama 15 tahun. Aung San Suu Kyi baru bisa menerima medali sekarang, setelah hubungan antara Amerika Serikat dan Myanmar membaik.
Sanksi AS harus dihilangkan
Selasa (18/09), Suu Kyi berterima kasih kepada AS atas dukungan selama bertahun-tahun. Namun, ia mengatakan kelanjutan reformasi harus dilanjutkan tanpa tekanan sanksi dan mendesak agar perbaikan hubungan dengan Washington tidak mengancam hubungan dengan Beijing. "Pada akhirnya, kami harus membangun demokrasi sendiri," ujarnya. Dalam pidatonya, Suu Kyi berhati-hati agar tidak mengganggu pemerintah di Myanmar yang memulai reformasi.
Amerika Serikat telah mengurangi sanksi bagi Myanmar. Bulan Juli perusahaan AS mulai berinvestasi di Myanmar. Walau pada awalnya Suu Kyi tidak yakin dengan perusahaan AS yang berbisnis dengan perusahaan minyak dan gas bumi milik negara. "Banyak cara Amerika bisa membantu kami untuk mencapai demokrasi. Sanksi bukanlah cara satu-satunya," ujarnya.
Suu Kyi yang kini anggota parlemen yakin, bahwa Presiden Thein Sein menginginkan perubahan di negaranya. Bagian reformasi yang paling lemah adalah lembaga yudikatif dan bukan eksekutif. Jelang kunjungan Suu Kyi ke AS, pemerintah Myanmar kembali membebaskan 87 tahanan politik. Ini dianggap analis sebagai sikap baru Thein Sein, yang juga akan berkunjung ke Amerika minggu depan. Banyak pengamat politik AS yang berpendapat, reformasi dilakukan Sein karena khawatir akan dominasi berlebihan Cina di bidang politik dan ekonomi.
Suu Kyi tidak tegas masalah Rohingya
Suu mengawali kunjungannya dengan bertemu menteri luar negeri AS Hillary Clinton. Dalam kesempatan tersebut, Clinton memperingatkan bahwa Myanmar masih harus melakukan banyak hal, termasuk membebaskan sisa tahanan politik dan mengakhiri hubungan militer yang dituduhkan dengan Korea Utara. Clinton juga meminta Myanmar untuk mengatasi ketegangan di negara bagian Rakhine. Puluhan ribu orang kehilangan tempat tinggalnya, sementara korban tewas terus bertambah.
Suu Kyi harus menerima kritik dari para aktivis HAM yang mendesaknya untuk membela populasi etnis Rohingya yang mencapai 800.000 di Myanmar. Pemerintah Myanmar tidak mengakui mereka sebagai warga negara. Menurut Suu Kyi, partainya NLD ingin "membantu pemerintah dengan segala cara agar terwujud perdamaian." Namun, ia juga mengatakan, "Kami tidak berada dalam posisi untuk memutuskan apa yang kami lakukan dan bagaimana kami beroperasi, karena kami bukan pemerintah. Saya rasa ini harus dimengerti oleh mereka yang ingin agar NLD lebih aktif bertindak."
vlz/hp (ap, afp)