240510 Thailand Ermittlungen
24 Mei 2010Kerusakan akibat pembubaran paksa lokasi demonstrasi kelompok Baju Merah masih terlihat jelas di Bangkok. Aksi amuk dari penyulut kebakaran dan penjarah di seluruh penjuru kota yang terjadi setelahnya pun menyisakan bekas.
Hingga kini belum diketahui siapa pelakunya. Pihak kepolisian Thailand terus bekerja mencari para pelaku. Pemerintah Thailand menyebut tersangka sebagai teroris yang sudah lama merencanakan penghancuran pusat kota dan hanya menanti waktu yang paling tepat.
Tetapi saksi mata memberikan gambaran yang berbeda. Piya Tantivachyanon, manajer sebuah kantor tukar mata uang, menyalahkan para pencuri atas sebagian besar kerusakan yang terjadi.
"Di malam saat setengah kota dibakar, banyak yang menyerbu supermarket Big C di perempatan Rajaprasong. Beberapa berlari masuk, beberapa berlari keluar. Dan mereka mengambil semua yang bisa mereka kenakan. Mereka semua memakai pakaian baru dan sepatu mahal. Beberapa bahkan mencuri mainan anak-anak," ujarnya.
Penjarahan berbuntut pembakaran gedung
Biro penukaran mata uang Piya juga dijarah dan dibakar. Namun, para tetangga berhasil memadamkan api dan uang tunai tidak disimpan disana. Tetapi barang-barang lain, dibawa oleh penjarah.
"Seperti yang terlihat pada kamera pengawasan saya, mereka hanya mengambil yang bisa mereka bawa dengan mudah dan memiliki nilai tertentu. Setelah itu mereka membakar tempat ini untuk menghapus jejak," katanya.
Piya menambahkan, dampak dari malam terbakarnya pusat-pusat perbelanjaan di Bangkok masih banyak. Banyak turis yang akan memutuskan untuk tidak berkunjung ke negara ini lagi. Sekarang pun usahanya, kantor tukar mata uang yang bergantung pada jumlah turis yang datang, pemasukannya berkurang 10 persen.
"Saya bertanya ke salah seorang demonstran kelompok Baju Merah : mengapa kalian membakar semuanya? Kamu kan seorang supir motor. Kalau kalian membakar semuanya, tidak akan ada turis yang datang lagi dan kamu tidak akan punya pekerjaan lagi," katanya.
Banyak perusahaan kecil menuntut bantuan dana dari pemerintah atas kerusakkan yang diakibatkan oleh pembubaran aksi demonstrasi dengan cara kekerasan.
Diantara gedung-gedung yang dibakar, tidak hanya pusat perbelanjaan mewah seperti 'Central World' saja yang menjadi korban, tetapi juga banyka gedung dengan ratusan toko-toko kecil. Bagi sebagian besar pemiliknya, toko-toko tersebut adalah satu-satunya usaha yang mereka punya. Hancurnya toko tersebut atau penjarahan yang terjadi, bagi mereka berarti kehilangan sumber pemasukan yang sulit untuk bisa dipulihkan kembali.
Di wihara Wat Patum Wanaram yang terletak tidak jauh dari pusat perbelanjaan Central World, setidaknya enam orang tewas saat aksi kekerasan memuncak. Korban yang mengalami luka-luka tidak kalah banyaknya. Termasuk wartawan asing.
Namun, wakil kepala wihara Thavorn Chittathavaro, tidak mau berbicara tentang kejadian tersbeut. Ia mengatakan, ia dilarang untuk memberikan pernyataan kepada wartawan. Para wartawan Thailand juga meberitakan tentang usaha menghambat pekerjaan pers dan serangan terhadap wartawan.
Hambatan bagi wartawan
Banyak diantara mereka yang dalam beberapa minggu terakhir memilih untuk tidak mengenakan ban lengan hijau yang menandakan diri mereka sebagai perwakilan media dari perhimpunan jurnalis Thailand. Mereka takut, tanda itu justru akan membahayakan diri mereka dari serangan para demonstran atau menjadi sasaran penembak tersembunyi.
Nares Damrongchai adalah anggota kelompok penelitian yang mengembangkan skenario bagi masa depan politik Thailand. Salah satu langkah pertama adalah menghentikan pembatasan kebebasan pers.
"Saat ini semuanya terbatas. Informasi yang diperoleh hanya sepihak. Dan mereka yang hanya menonton stasiun televisi Thailand dan membaca harian biasa, suatu saat akan mempercayainya. Tetapi banyak yang tahu, bahwa kenyataannya berbeda," katanya.
Khususnya wartawan asing kini terus dikritik. Nares menambahkan, dari pihak pemerintah kini ada kampanye untuk membungkam jurnalis asing yang kritis.
"Beberapa orang mengadakan kampanye di Facebook yang melawan wartawan asing. Mereka mengatakan, media asing menentang pemerintah Thailand. Kritik ini ditujukan terhadap para koresponden asing yang dikatakan berada di pihak kelompok Baju Merah saat konflik terjadi, tandasnya."
Di jalanan Bangkok pun banyak warga biasa yang takut berbicara dengan bebas tentang apa yang telah mereka alami. Terutama kepada wartawan asing. Seorang biksu mengatakan, dimana-mana ada mata-mata. Ia memiki foto di telepon genggamnya dari seorang demontran yang tewas tertembak. Ia hanya mau berbicara di jalan sepi tersembunyai dan tidak mau diungkap namanya. Kalau tidak, keamanannya tidak lagi terjamin.
Bernd Musch-Borovska/Vidi Legowo
Editor: Rizki Nugraha