1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Imparsial: Tahun 2019, Ada 31 Pelanggaran Kebebasan Beragama

18 Desember 2019

Lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang hak asasi manusia, Imparsial, mencatat sepanjang tahun 2019 ada 31 pelanggaran kebebasan beragama dan beribadah (KBB).

https://p.dw.com/p/3V01E
Jakarta Muslime protestieren gegen christlichen Gouverneur  Basuki Tjahaja Purnama
Foto: Reuters/D. Whiteside

Sejumlah pelanggaran kebebasan beragama masih kerap terjadi meskipun pemerintah melalui Pasal 29 UUD 1945 telah menjamin kebebasan beribadah sesuai dengan keyakinan seseorang. Tercatat sepanjang tahun 2019, ada 31 pelanggaran kebebasan beragama dan beribadah (KBB) yang terjadi di 15 provinsi di Indonesia. Temuan ini merupakan hasil monitoring Imparsial lewat berbagai pemberitaan di media massa.

Rinciannya, 12 kasus pelanggaran KBB berupa pelarangan atau pembubaran terhadap ritual, pengajian, ceramah, ataupun pelaksanaan ibadah agama atau kepercayaan tertentu. Sebanyak 11 kasus berupa pelarangan pendirian tempat ibadah, 3 kasus berupa perusakan tempat ibadah, 2 kasus pelarangan terhadap perayaan Cap Go Meh, 1 kasus berupa pengaturan tata cara berpakaian sesuai agama tertentu oleh pemerintah. Kemudian, 1 kasus berupa imbauan pemerintah terkait aliran keagamaan tertentu dan 1 kasus berupa penolakan untuk bertetangga terhadap yang tidak seagama.

Koordinator peneliti Imparsial, Ardimanto Adiputra, menyatakan ada keterlibatan aparat atau pemerintah dari 31 kasus tersebut. "Aparat negara atau pemerintah masih menyumbang pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan keyakinan. Padahal, seharusnya mereka menjadi pihak yang melindungi hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan," ucapnya.

Wakil Direktur Imparsial Ghufron Mabruri mengatakan, intoleransi masih menjadi tantangan yang terjadi secara berulang. Menurutnya, ada dua persoalan yang menyebabkan praktik intoleransi masih berlangsung di Indonesia. Aturan yang menjamin hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan dan di sisi lain ada aturan dan kebijakan yang bisa mengancam kebebasan beragama atau berkayakinan, tetapi tetap dipertahankan. Hal itu diperparah dengan minimnya ketegasan dan keadilan dalam penegakan hukum terhadap pelaku aksi intoleran serta masih minimnya perlindungan terhadap para korban.

"Pentingnya reformasi hukum dan kebijakan yang berlandaskan pada nilai hak asasi manusia, jangan sampai aturan hukum atau kebijakan yang disusun justru malah membatasi KBB di Indonesia," jelas Ghufron.

Vatikan Papst Franziskus trifft Vertreter der Weltreligionen
Pemimpin gereja Katolik, Paus Fransiskus, menerima audiensi wakil-wakil berbagai agama di VatikanFoto: picture-alliance/abaca

Sementara itu, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa konstitusi Indonesia menjamin kebebasan setiap penduduk untuk memeluk dan menjalankan agama sesuai dengan kepercayaannya masing-masing. Untuk itu, ia tidak membenarkan adanya tindakan-tindakan pelarangan atau sweeping saat perayaan hari keagamaan.

Hal tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo menanggapi pertanyaan wartawan terkait kabar adanya larangan perayaan Natal di dua kabupaten di Sumatera Barat. Presiden menggelar pertemuan dengan wartawan di Borneo C Ballroom, Hotel Novotel, Kota Balikpapan, Rabu, 18 Desember 2019.

"Oh endak lah, di negara ini konstitusi kita menjamin. Sudah jelas kok, tegas itu di konstitusi kita. Jadi enggak perlu saya jawab, wong konstitusi kita sudah menjamin kita untuk memeluk agama dan menjalankan menurut kepercayaan masing-masing itu sudah dijamin konstitusi. Enggak perlu ada yang diragukan mengenai itu," tegas Presiden.

Baca Juga: Masa Suram HAM dan Demokrasi Indonesia

Sebelumnya, saat memimpin rapat terbatas soal persiapan Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 di Kantor Presiden, Jakarta, pada Jumat, 13 Desember 2019 lalu, Presiden menyampaikan arahan kepada jajarannya untuk menjaga situasi dan kondisi tetap kondusif. Ia juga ingin agar kerukunan antaranak bangsa tetap terjalin seperti sekarang ini.

"Saya minta TNI, Polri, dan BIN terus bersinergi melakukan tindakan pencegahan atau penangkalan dari setiap potensi gangguan keamanan dan ketertiban menjelang tahun baru 2020 ini," tuturnya.

"Kita juga harus terus memperkuat nilai-nilai toleransi, nilai-nilai kerukunan, dan nilai-nilai persaudaraan di antara sesama anak bangsa sehingga dalam menjelang Natal dan Tahun Baru kenyamanan dan rasa aman masyarakat bisa kita hadirkan," Presiden mengimbuhkan. (berbagai sumber) ha/hp