Kalangan Bisnis Tolak Moratorium Hutan
15 Mei 2013Sebagai negara kepulauan, Indonesia menjadi rumah bagi pepohonan dan dianggap sebagai salah satu daerah hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman hayati paling kaya di dunia. Hutan ini menjadi tempat tinggal sejumlah binatang yang terancam punah seperti orang utan, harimau dan gajah.
Tapi sebagian besar dari kawasan itu sudah ditebang oleh perusahaan minyak sawit, pertambangan dan perusahaan kayu di negara ekonomi terbesar Asia Tenggara itu, yang kini menjadi penghasil emisi karbon terbesar nomor tiga di dunia.
Di bawah perjanjian senilai 1 milyar dollar dengan Norwegia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dua tahun lalu menandatangani moratorium, dengan tidak memberi ijin penebangan baru untuk kawasan hutan primer atau perawan, yang didefinisikan sebagai kawasan hutan yang belum tercatat memiliki sejarah penebangan.
Pemerintah Indonesia, membenarkan bahwa Presiden Yudhoyono telah menandatangai perpanjangan moratorium itu untuk dua tahun ke depan.
Kritik kalangan industri
Larangan itu berlaku untuk izin baru bagi penebangan hutan primer dan lahan gambut dengan pengecualian proyek yang sudah disetujui oleh menteri kehutanan atau yang dianggap vital seperti untuk produksi listrik, demikian isi pernyataan.
Indonesia adalah produsen terbesar minyak sawit dunia yang banyak dipakai untuk kebutuhan sehari-hari mulai dari sabun hingga biskuit. Keputusan memperpanjang moratorium itu menghadapi perlawanan sengit dari kalangan industri sawit.
“Moratorium itu telah memberi dampak negatif bagi ekonomi, tidak hanya di industri minyak kelapa sawit tapi juga industri kayu,“ kata Fadhil Hasan, dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia.
Berkurang drastis
Pemerintah mengatakan bahwa moratorium itu secara drastis telah mengurangi penebangan di negara yang menurut PBB memiliki sepertiga hutan hujan tropis dunia itu.
Pejabat senior di kementerian kehutanan Hadi Daryanto mengatakan bahwa antara tahun 2000 hingga 2010, Indonesia telah kehilangan sekitar 2,8 juta hektar hutan setiap tahun.
Tapi dia mengatakan bahwa sekitar enam bulan moratorium pada akhir 2011, jumlah ini telah berkurang menjadi 450 ribu hektar per tahun.
“Perpanjangan moratorium atas izin baru akan diberlakukan dua tahun setelah instruksi presiden dikeluarkan,“ demikian isi pernyataan dari sekretaris kabinet yang mengurusi masalah tersebut. Pernyataan itu menyebut bahwa perpanjangan moratiorium itu ditandatangani oleh presiden pada awal pekan ini.
Kritik kelompok lingkungan
Namun kelompok lingkungan menyebut bahwa pemerintah daerah dengan dalih otonomi telah membuka daerah baru untuk eksploitasi hutan yang menyimpang dari moratorium yang dikeluarkan pemerintah pusat, selain itu juga masih banyak terjadi penebangan liar.
“Perusahaan dan pemerintah daerah telah menemukan berbagai cara untuk menghindar dari larangan,” kata aktivis organisasi lingkungan Sahabat Bumi Zenzi Suhadi.
Kelompok lingkungan lainnya Greenpeace juga mengkritik pemerintah yang dianggap tidak memanfaatkan kesempatan untuk memperketat larangan tersebut.
“Itulah yang betul-betul kita perlukan jika ingin menyelamatkan harimau dan orang utan yang tersisa di Indonesia, yang kini berada di bawah ancaman terus menerus dari ekspansi industri minyak sawit dan industri kertas,” kata aktivis Greenpeace Yuyun Indradi.
ab (afp/dpa/ap)